Kadang aku bingung akan diriku sendiri, kenapa aku begitu tertarik dengan segala hal yang berbau perempuan? Feminism, I think. Hampir semua barang-barang yang memenuhi kamarku berbau cewek. Well, bukan tentang warna pink, tapi girly. Memang orang tuaku tidak pernah melarangku mengoleksi beberapa jenis barang, selama itu tidak merugikan diriku sendiri dan orang di sekelilingku.
Hanya ada satu barang milikku yang berbau netral, flash disk. Itu pun karena memang aku jarang sekali menjumpai flash disk yang berbau girly. Karena memang mereka dirancang agar bisa fleksibel untuk semua orang, baik dari segi umur maupun jenis kelamin.
Hari ini kuputuskan untuk menggunakan blus berwarna burgundy ke kampus, menggunakan belt dan juga celana jins hitamku. Nah, selalu permasalahan dari hari ke hari, sepatu apa yang akan kugunakan?
Sepele, memang. Tapi itulah aku. Fashion adalah salah satu hal yang berpengaruh bagiku, memegang kendali malah. Dan satu hal penting lainnya, kemodisan dan stylist.
Akhirnya kupilih wedges warna hitam mengkilapku. Well, look georgeous. Memuji diri sendiri apa salahnya?
Segera aku berlari keluar rumah, mencari taksi. Aku harus segera menuju koperasi kampus, ada laporan yang harus segera di-print.
Untung dewi Fortuna sedang berpihak kepadaku. Segera taksi itu meluncur ke kampus. Kembali aku berjalan tergesa-gesa menuju koperasi, setelah aku tiba di kampus tentunya. Aku tidak mau terlambat ke kelas. Attitude harus menjadi faktor utama jika ingin menjadi orang sukses.
Untung koperasi kampus yang bersebelahan dengan kantin itu tidak begitu ramai.
“Pak Ham, minta tolong print dong.” Kataku seraya memasuki koperasi yang dijaga oleh Pak Hamdani, namun lebih akrab dipanggil Pak Ham.
“Boleh, mari.” Jawabnya sambil meminta flash disk milikku.
“Ini, Pak. Nama file-nya Mezzaluna.” Kataku seraya memberitahukan nama dokumen yang nggak lain adalah namaku sendiri.
Sementara itu, seorang mahasiswa lainnya memasuki ruangan juga.
“Pak Ham, saya mau print dong.” Katanya dengan suara berat. Aku tidak begitu memperhatikan orang itu. Yang dapat ditangkap oleh lensa mataku hanya flash disknya yang persis seperti punyaku.
“Sebentar ya, Dik.” Jawab Pak Hamdani sambil merapikan kertas-kertas. “Sini flash disk-nya, Dik.”
Cowok itu pun memberikan flash disk-nya sementara aku berjalan-jalan memperhatikan seisi ruangan itu.
“Wah, kok flash disk-nya bisa sama, ya?” komentar Pak Hamdani.
“Iyalah, Pak. Flash disk pasaran.” Jawabku cuek, masih sambil berjalan-jalan. Tidak ada terdengar sahutan dari cowok tadi.
“Ini, Dik.” Kata Pak Hamdani sambil menyerahkan kertas-kertas milik kami dan juga menaruh dua buah flash disk yang serupa.
Cowok itu mengambil tugasnya dan juga salah satu flash disk, membayar, lalu berjalan keluar.
“Wah, sudah selesai ya, Pak?” Tanyaku sambil membayar biayanya, mengambil kertas dan flash disk lalu berjalan keluar.
“Rafa..” panggil seseorang. Aku melihat cowok yang baru saja keluar dari koperasi menoleh ke sumber panggilan dan berjalan ke arah mereka. Aku ingin melihat wajahnya, karena aku melihat ada gantungan kunci dari festival New Age kemarin. Sepertinya aku juga kenal sweater putih itu. Namun aku lupa dimana aku pernah melihatnya. Aku benar-benar penasaran!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebecca's Story: Will You Marry Me
Teen FictionRebecca, gadis yang sedang kuliah di jurusan Desain Grafis pergi menonton bioskop bersama kedua sahabatnya, Nindya dan Prima. Beberapa orang laki-laki menabrak mereka, namun ada seseorang yang berbeda. Cowok itu tenang dan tidak grasa-grusu seperti...