“ARGH!” pekikku di atas tempat tidur.
Lusa adalah batas terakhir pengumpulan undangan dan aku belum buat apa-apa. Aku belum mendapatkan inspirasi.
“Slow down, Becca.” Gumamku, sekedar menenangkan diri sendiri.
Ringtone-ku berbunyi. Kuraih ponsel di sebelahku.
“Halo?”
“Becca, kamu sudah buat undangan?” tanya Nindya.
“Belum nih! Kamu?”
“Aku mau nge-print sebentar lagi. Mau ngajakin kamu rencananya.”
“Aku belum selesai. Aku nggak tahu mau buat apa.” Keluhku.
“Hm, aku buatnya asal jadi aja sih. Kenapa belum? Buat aja seolah-olah itu undangan kamu sama Rafael nanti. Hihi.” Usul Nindya yang mencerahkanku.
“Ups! Iya, aku lupa. Sebentar ya, Nin. Aku buat undangan dulu!” seruku dan mulai bekerja.
Aku mengklik icon dari aplikasi Adobe Photoshop. Aku harus membuat bagian depan terlebih dahulu.
Aku mengubah latar belakang dengan gradasi warna biru. Setelah itu aku memilih brush berbentuk bunga yang akhirnya kuletakkan pada bagian atas. Pada bagian bawah aku memberikan bingkai bertema floral atau bunga. Lalu kuberikan bingkai sebagai tempat untuk nama dari tamu undangan.
Kemudian aku teringat bahwa aku memiliki brush bertemakan pernikahan. Kupilah dan aku memberikan dua brush berbentuk pasangan yang masing-masing aku letakkan di bagian atas dan bawah.
Kuketikkan nama kami berdua di atas gambar pasangan tersebut. Juga tak lupa kuketikkan kata-kata indah di bagian atas. Sebagai sentuhan terakhir aku memberikan brush berbentuk spark yang membuat sampul undanganku terlihat berkilau.
Tugas pertama telah selesai. Kini, gilirannya bagian dalam undangan. Lagi-lagi aku memilih brush berbentuk bunga sebagai pengisi. Kupilih brush berbentuk pasangan dan kuletakkan di bagian sudut bawah. Lalu kuketikkan kata-kata seperti undangan pernikahan umumnya. Sebagai sentuhan terakhir kuberikan brush berbentuk spark di sisi kiri dan kanan undangan.
Finished!
Akhirnya selesai juga. Aku melirik jam di dinding. Aku mengerjakan undangan hanya dalam dua puluh menit!
Dengan riang aku meraih ponsel.
“Nindya, nge-print yuk.” Ajakku.
“Wah, sudah selesai?” tanya Nindya.
“Udah.” Jawabku.
“Cepet amat.” Sahut Nindya heran.
“Gara-gara si doi.” Jawabku sambil tertawa.
Nindya tergelak. “Kalau begitu, tunggu aku ya.”
***
“Rafael..” panggil Mama Rafael. “Deva sama Joe dateng nih.”
“Iya, Ma.” Jawab Rafael dari ruang tengah.
“Hei, Bro!” sorak Deva. Joe tersenyum.
“Hei! Ada apa nih? Tumben banget kalian dateng ke sini.”
“Kami lagi suntuk aja di rumah.” Jawab Joe sambil membolak-balikkan koran di hadapannya.
Well, Rafael, Joe, dan Deva sudah berteman sejak kecil. Oleh karena itu, sudah jadi kebiasaan kalau mereka sering nongkrong di rumah Rafael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebecca's Story: Will You Marry Me
Teen FictionRebecca, gadis yang sedang kuliah di jurusan Desain Grafis pergi menonton bioskop bersama kedua sahabatnya, Nindya dan Prima. Beberapa orang laki-laki menabrak mereka, namun ada seseorang yang berbeda. Cowok itu tenang dan tidak grasa-grusu seperti...