Minggu ini merupakan minggu yang menegangkan. Sebentar lagi aku akan mengikuti sidang akhir. Jantungku rasanya sudah hampir berhenti berdetak.
Tanpa terasa ini detik-detik terakhir aku berada di kampus bersama sahabat-sahabat terbaikku–Nindya dan Prima, dan ini juga saat terakhirku bersama dengan mereka. Selebihnya, kami harus memperjuangkan hidup kami masing-masing.
Sedih juga rasanya melepaskan kampus yang sudah menjadi tempat hidup kami selama kurang lebih empat tahun.
“Becca!” seru Nindya.
Aku menoleh. “Nindya!”
Kami berpelukan.
“Kangen banget sama kamu.” Ujar Nindya.
“Aku juga. Prima mana?”
“Bentar lagi dia nyusul. Ya ampun, selama magang kita bener-bener nggak bisa ngumpul ya.” Keluh Nindya.
Aku mengangguk.
“Eh, Nindya, kemarin Rafael datang ke tempat magangku. Kok dia bisa tahu ya?”
“Oh, jadi dia beneran datang.”
“Maksud kamu?”
“Jadi gini loh Becca, kemarin kami ketemu di Plaza. Dia nanyain kamu karena kamu kan nggak bareng aku dan Prima. Lalu dia minta alamat kantormu, jadi aku kasih aja.” Terang Nindya.
“Ohh, jadi dia beneran datang untuk aku? Aku nggak nyamperin dia loh. Karena sepupuku sudah keburu jemput. Aku kasihan kalau dia harus nunggu.”
“Wah, sepupumu itu cowok bukan?”
Aku mengangguk.
“Nanti kalau Rafael salah paham bagaimana?” tanya Nindya.
“Salah paham?”
Aku belum mengerti.
“Iya, Sayang. Salah paham. Entar dia kira sepupumu itu malah cowokmu lagi.”
Aku tersadar!
“Walah, aku baru sadar! Jadi aku harus bagaimana?” tanyaku.
“Hm, nanti kalau ketemu jelasin aja.” Usul Nindya. “Oh ya, Rafael dan Mia sudah putus loh.” Goda Nindya.
“Jadi aku harus bagaimana? PDKT lagi, gitu? Cape deh."
Nada dering ponselku berbunyi.
Rafael.
Untuk apa dia menelepon?
“Rafael?” tanya Nindya memastikan karena melihatku agak ragu untuk menerima telepon itu. “Udah, angkat aja.”
“Halo?”
“Rebecca?” tanya Rafael memastikan.
Nindya memberi isyarat agar aku menggunakan pengeras suara. Jadi kutekan loudspeaker agar kami berdua bisa mendengar apa yang dikatakan Rafael.
“Aku mau ngajakin kamu ketemuan.” Gumam Rafael.
Aku tertegun.
“Bagaimana kamu bisa nggak?” tanya Rafael.
“Mau ngapain?” tanyaku balik.
“Ada yang mau aku omongin.”
“Kapan?”
“Hari ini.” Jawabnya.
“Jam berapa?” tanyaku lagi.
“Jam makan siang bisa? Di Plaza.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebecca's Story: Will You Marry Me
Novela JuvenilRebecca, gadis yang sedang kuliah di jurusan Desain Grafis pergi menonton bioskop bersama kedua sahabatnya, Nindya dan Prima. Beberapa orang laki-laki menabrak mereka, namun ada seseorang yang berbeda. Cowok itu tenang dan tidak grasa-grusu seperti...