Masih benar-benar seperti mimpi!
Aku benar-benar tidak menyangka Rafael akan melakukan semua ini demi menjadikanku sebagai pacarnya.
Ucapan selamat datang bertubi-tubi dari seluruh penjuru arah. Yang pertama, tentu saja, kedua sahabat terbaikku, Prima dan Nindya–bahkan Nindya sampai menangis saking terharunya. Lalu diikuti ucapan dari kak Enny, kedua sahabat Rafaelku tercinta–kini aku bisa memanggil Rafael menggunakan akhiran –ku, karena dia memang milikku. Bahkan Mama!
Aku tidak berhenti menghitung hari sejak pertama kali kami pacaran. Dan kini adalah hari ke-358, yang berarti minggu depan adalah anniversary kami yang pertama. Yeay!
Ini adalah tahun pertama dimana aku merasakan bahwa aku benar-benar bernyawa. Aku hampir tidak pernah merasa bosan akan hubunganku dengan Rafael ini. Meskipun kadang kami kehilangan kontak saking sibuknya dia bekerja.
Namun, itulah kehidupan. Aku harus belajar mengerti keadaannya. Tidak terlalu banyak menuntut, namun selalu ada jika dia membutuhkan.
Lagipula, aku juga mempunyai kegiatanku sendiri. Ngomong-ngomong, bulan depan aku akan diangkat menjadi Creative Director di salah satu perusahaan periklanan ternama.
Aku tidak kehilangan kontak dengan Nindya dan Prima. Bagaimana pun sibuknya kami, kami pasti bisa menyempatkan luang untuk hang-out bersama, walau kadang hanya ada satu kali kesempatan dalam satu bulan.
Oh ya, kami masing-masing sudah mempunyai pasangan. Ternyata Joe kepincut dengan Nindya, begitu juga sebaliknya. Sementara Prima berhasil menaklukkan salah satu atasan di kantornya. Life is wonderful. Thanks God.
Ponselku bergetar. Aku menoleh ke arah jam dinding. Sudah hampir waktu makan siang. Biasanya ada kelonggaran peraturan–seperti tidak boleh menerima telepon pribadi saat-saat seperti ini.
Aku mengeluarkan ponselku dari dalam kantong celana. Prima?
“Halo?”
“Halo, Becca?”
“Iya, Prima. Ada apa?” tanyaku.
“Mm, kamu bisa ikut makan siang nggak?” tanya Prima hati-hati.
Buru-buru aku melihat agendaku, aku tidak mempunyai kegiatan apa-apa selepas makan siang. “Boleh.” Jawabku.
“Nindya ikutan juga loh, kita bakal reunian nanti. Yeay!” sorak Prima dari seberang. “Kita ketemuan di pujasera Plaza ya. Hari ini aku yang traktir, hanya saja menu kita harus seafood. Deal?”
“Mm, boleh. Aku juga lagi kepengen makan bistik udang.” Aku terkekeh.
“Oke deh, see you.” Ucap Prima mengakhiri panggilan.
Sebenarnya pekerjaanku hari ini sudah selesai. Sepertinya aku bisa meminta izin bos untuk pulang lebih cepat hari ini. Agar aku tidak buru-buru saat makan siang nanti.
Bel istirahat siang berbunyi. Aku buru-buru mengambil tas Gucci-ku dari atas meja dan memeriksa isi tasku–memastikan bahwa seluruh isinya masih utuh, lalu meraih kunci mobil. Yup, aku sudah diperbolehkan mengendarai mobilku sendiri.
Aku tersenyum sendiri, tak sabar ingin bertemu dengan sohib-sohibku yang tercinta. Aku melihat ke seluruh penjuru pujasera, yang saat itu sudah mulai dipenuhi oleh pekerja kantoran.
Seseorang bersiul, lalu seorang perempuan mengangkat tangannya. Itu Prima!
Aku segera berlari menuju tempat dimana mereka duduk.
“Prima! Nindya!” sorakku.
“Becca!” pekik Nindya girang.
“Aku kangen banget sama kalian.” Ujarku terus terang. “Sepertinya sudah lama sekali kita tidak berjumpa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebecca's Story: Will You Marry Me
Teen FictionRebecca, gadis yang sedang kuliah di jurusan Desain Grafis pergi menonton bioskop bersama kedua sahabatnya, Nindya dan Prima. Beberapa orang laki-laki menabrak mereka, namun ada seseorang yang berbeda. Cowok itu tenang dan tidak grasa-grusu seperti...