"Kau memang nakal! Lebih nakal dariku. Ya Tuhan...bagaimana rasanya?" Stephanie bertanya sambil mengguncang bahu Celina yang duduk bersila di hadapannya.
"Tidak baik membicarakan kegiatan orang dewasa di sini. Dec bisa mendengarnya. Itu tidak baik untuk perkembangan jiwanya," bisik Celina.
"Oh...for God sake! Dia bayi Celina...bayi!", ujar Stephanie sambil melirik Declan Arthur Leandro yang sibuk menggerak-gerakkan kakinya di tengah-tengah mereka. Declan tergolek di ranjang. Mereka, Stephanie dan Celina yang sedang berkunjung dan menjaga Dec karena Mika ibunya sedang makan.
"Aku heran dengan Daniel. Jangan-jangan dia tidak normal," ujar Celina sambil melirik dengan sadis pada Stephanie.
" Oh...dia straight! Aku sudah pernah melihatnya. Waktu itu...", bisik Stephanie bercerita tentang kejadian beberapa waktu lalu.
Celina terkekeh pelan.
"Kami...maksudku aku dan Ben sudah dekat hampir sepanjang hidup kami. Wajar kalau kami tidak bisa menahan hasrat kami lagi. Tapi kau? Kalian belum lama saling mengenal. Tunggulah sebentar lagi. Setelah menikah," ujar Celina.
Stephanie mencebik kesal.
"Oh...penasehat yang mumpuni," ujar Stephanie kesal.
Celina tertawa.
"Apa...kalian menggunakan pengaman?", tanya Stephanie masih dengan wajah penasaran.
Celina menggeleng.
"Haaah...kalau kau sampai hamil?", ujar Stephanie menggoda.
"Aku justru akan sangat bahagia kalau aku hamil," ujar Celina sambil merebahkan diri di samping Declan. Memegang tangan mungil bayi itu.
Kilat redup kesedihan tertangkap oleh Stephanie yang ikut merebahkan diri.
"Apa kau baik-baik saja? Kau terlihat sedih," ujar Stephanie sambil menyelipkan anak rambut Celina.
"Tidak apa-apa. Semua baik-baik saja. Aku hanya merindukan Ben. Dia ada pekerjaan di St. Diego. Lusa baru kembali...dan aku sudah rindu," ujar Celina.
Stephanie tertawa pelan. Mereka, Celina dan Ben yang sudah bertahun-tahun saling mengenal dan bersinggungan hampir tiap hari saja bisa merasakan rindu yang membuncah seperti itu, apalagi Stephanie yang belum lama mengenal Daniel.
Pagi tadi Daniel pamit untuk meninjau sebuah proyek yang membutuhkan penanganan langsung darinya, dan seharian ini benak Stephanie di penuhi rasa tidak nyaman karena memikirkan pasti akan ada Nina di sana.
Juga rasa rindu karena Daniel bahkan belum sekalipun menghubunginya hingga tengah hari begini.
"Apakah kalian sedang menggosipkan kekasih hati kalian?", tanya Mika yang masuk ke kamarnya.
Stephanie tertawa. Begitu juga Celina. Dari seluruh anggota keluarga Leandro, Mika paling pendiam. Jarang mengeluarkan suara kalau tidak penting. Lalu Skyla. Skyla juga wanita yang manis. Tak begitu banyak bicara. Hanya pada suaminya Zach, Skyla begitu pandai mengekspresikan diri. Itulah jodoh.
Celina beranjak dari ranjang.
"Aku harus menelpon seseorang, aku akan kemari lagi nanti," ujar Celina sambil melangkah keluar dari kamar Mika.
Stephanie dan Mika terkekeh. Mereka masih saja heran kenapa Celina dan Ben baru merasakan cinta itu sekarang, setelah bertahun lamanya bersahabat.
"Apakah semua berjalan lancar Steph? Maksudku, persiapan pernikahanmu? Maaf aku tidak bisa banyak membantu," ujar Mika sambil menatap Stephanie lembut.
"Tidak apa-apa. Semua lancar. Kau memberikan si tampan ini saja sudah membuatku bahagia, Mika," ujar Stephanie sambil menggoda Declan yang tergolek di ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEPHANIE : MY PERVERT GIRLFRIEND (SUDAH TERBIT)
RomanceAku ingin mengikatmu dengan rantai agar kau tidak pergi dariku. Stephanie Rose Leandro Ikat aku jika itu membuatmu tenang. Aku akan tetap ada di sini ketika kau pulang nanti. Daniel Jefferson