Terpaksa Ira harus menuntun sepedanya sampai ke bengkel sekitar atau sampai sekolah. Kesal. Ira merasakan hal itu.
Ditengah kesalnya menuntun sepeda dan rasa was-was nya akan terlambat, sebuah mobil sedan berwarna putih yang baru kemarin ia kenal berhenti lajunya. Tepat di samping sepeda kempis Ira.
"Kenapa lu Ra? Ngapain sepeda lu, lu tuntun begitu? Nggak punya pacar sih lu! Jadi nuntunnya sepeda" ledek Felix dari balik jendela mobilnya
"Lu mau nolong gua atau ngeledek gua sih?" Ira bertambah kesal. Tangannya sudah siap untuk melepaskan sepatu dan melemparnya ke wajah Felix.
"Eitts iya Ra, ampun Ra!" Felix memohon ampun. Takut sepatu yang ingin Ira lontar mengenai dirinya.
"Emang ngapain lu nuntunin sepeda?" tanya Felix lagi. Kali ini ia mulai serius
"Ketancep paku" jawab Ira kesal
"Yaudah bareng gua sini! Nanti lu telat" Felix menawarkan diri yang disambut penerimaan oleh Ira. Dengan sedia, Felix turun dari mobilnya dan memasukkan sepeda Ira ke dalam bagasi mobilnya.
"Ayo naik" Felix membukakan pintu mobilnya untuk mempersilakan Ira
...
"Sepeda lu biar gua aja yang bawa, nanti pulang sekolah gua ke bengkel dan gua anterin sepeda lu ke rumah lu" nurani baik Felix berbicara. Ira menoleh. Ada rasa kagum di balik matanya akan nurani baiknya Felix
"Makasih banyak Fel" tutur Ira berterima kasih
"Yaudah, gua turun dulu ya.. Bye!" pamit Ira
Mobil sedan putih itu berlalu seiring dengan waktu yang berdetik. Begitu juga Ira yang berlalu meninggalkan pelataran sekolah untuk bergegas ke kelasnya.
"Ra, lu udah ngerjain tugas Matematika kan Ra?" tanya Neta panik
"Udah dong" jawab Ira sambil menunjukkan buku tugasnya
"Hufftt syukurlah.." Neta membuang nafas lega dan meraih buku itu. Satu persatu kalimat disalinnya. Ya, inilah kebiasaan siswa datang pagi.
"Satu soal goceng!" seru Ira
"Pelit lu!" pekik Ira yang tetap menyalin soal demi soal. Sementara Ira justru asyik tertawa
Hari ini dan di pagi ini. Seperti di hari Selasa sebelum - sebelumnya, Pak agus memiliki jam mengajar di kelas Ira pada jam pertama
Perawakannya yang tegap dan tatapan matanya yang tajam tak pelak membuat banyak siswa kaku seketika saat bertatapan langsung dengannya. Dan perawakan itu sudah berjalan melewati lorong-lorong sekolah. Menuju kelas Ira tujuannya.
"Woyy.. Pak Agus otw!!" seru salah satu siswa yang sudah mengintip dari sela-sela pintu
"Gila tuh guru cepet bener datengnya"
"Alamak tugas gua"
"Lu udah kelar belom nyonteknya?"
"Ya allah lindungi hamba dari tatapan mautnya"
"Gua sumpahin kebelet boker mendadak!"
Seruan salah satu siswa itu membuat kelas yang awalnya tenang berubah menjadi gaduh hanya dalam waktu sepersekian detik
Pak Agus masuk ke dalam kelas. Hening. Begitu kiranya yang terjadi. Tidak ada suasana gaduh, sibuk menyontek, berdoa memohon perlindungan, ataupun gerutu siswa terhadap guru.
"Lita Meilani?" Pak Agus memanggil salah satu muridnya
"Hadir pak!" sahut Lita
"Kamu maju! Kerjakan pr kemarin di papan tulis" perintah Pak Agus
Lita melangkahkan kakinya dengan santai sambil membawa buku tugasnya. Mengerjakan soal dengan melihat buku sangat mudah baginya. Hanya menyalin saja. Pikirnya begitu
"Tinggalkan buku tugasmu di meja" lanjut Pak Agus
Lita tersentak kaget atas apa yang ia dengar barusan. Langkahnya yang awalnya santai, sekarang sudah kaku menegang
"Gila! Gimana gua bisa ngerjain?" gerutunya
Mau tidak mau dan suka tidak suka Lita harus menuruti perintahnya. Langkah awalnya yang semestinya sudah sampai di depan papan tulis, harus mengambil langkah mundur untuk meletakkan buku tugasnya.
Lita melaju mundur. Ditatapnya Ira dengan penuh permohonan. Ira memberikan sedikit kode untuk membantu Lita mengerjakan soal.
Dikerjakanlah soal yang menjadi tugasnya minggu kemarin itu. Di kala Pak Agus lengah, Ira memberikan jawaban beserta jalannya dengan bisik-bisik. Satu kali, dua kali, ia lolos dari penglihatan Pak Agus. Sayang, nasib naas menimpanya di kali ketiga ia memberikan contekan.
"Hey! Apa yang kamu lakukan?" tanya Pak Agus
"Bantuin dia pak" jawab Ira santai dan memasang muka polosnya
"Siapa yang nyuruh kamu? Berani-beraninya kamu membantu dia! Jangan sok pintar kamu!" murka Pak Agus
"Lita silakan kamu duduk. Dan Ira kamu kerjakan seluruh soal itu!" sambung Pak Agus
Sedikit berbeda di hari sebelumnya, Ira tidak membantah apapun. Ia maju mengerjakan soal-soal tersebut dengan santai. Seperti ada malaikat yang menjelma di tubuhnya, Ira mampu mengerjakan semua soal tanpa bantuan bisikan dari temannya.
"Sudah pak" ucap Ira seusai mengerjakan soal
"Silakan duduk! Ira.. jam istirahat nanti saya minta kamu temui saya. Dan Lita saya minta pulang sekolah nanti kamu bersihin perpustakaan. Karna kamu tidak bisa mengerjakan soal" pinta Pak Agus
...
Bel istirahat sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Sudah banyak siswa dan siswi yang berhamburan di sekitar sekolah. Seakan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Begitupun dengan Ira. Jam istirahat seharusnya memanjakan perutnya itu. Tapi kali ini harus tertunda karena ulahnya tadi pagi.
"Ada apa pak?" Ira memulai pembicaraan
"Saya ingin kamu mengerjakan soal ini disini dan sekarang juga" Pak Agus memerintah. Ira menurut. Mengerjakan banyak soal dan menyita jam istirahatnya. Cacing-cacing diperutnya sudah sangat gaduh. Tapi tak juga mengganggu konsentrasinya.
"Saya udaha nyelesain pak, boleh saya ke kelas?" Ira menyerahkan beberapa lembar kertas berisi jawaban
"Tunggu!" Pak Agus mengoreksi pekerjaan Ira teliti. Raut wajahnya serius. Dan matanya berjalan mengikuti tulisan demi tulisan yang ia baca.
"Saya ingin menawarkan kamu untuk ikut olimpiade matematika" tawarnya
"Sss-saya pak?" Ira bertanya. Takut ada kesalahan yang terjadi disini
"Ya. Saya serius. Karena saya melihat perubahan kamu. Walaupun itu bertahap. Saya menghargai itu. Saya sudah mengajar kamu dalam dua tahun ini. Dan saya benar merasakan perubahan kamu sekarang. Jadi, gimana? Apa kamu berminat?" jelasnya panjang lebar. Ira mengangguk pelan pertanda setuju
_._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._.
To be continue..
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang
General Fiction- Karna tuhan punya cara tersendiri untuk mempertemukan -