21. Lulus

18 0 0
                                    

'Tess' setetes darah terjun bebas tepat di pergelangan tangan Felix. Indra pernafasan Felix-lah yang menjadi sumbernya

Sontak memberikan refleks kepada Felix. Suara nampan yang tak sengaja terlepas dari kendali mendarat dengan sempurna di atas meja. Namun pendaratannya menghasilkan suara yang cukup keras. Ira menolehkan pandangan ke sumber suara

"Felix?" pekikan dari pita suara Ira menggema luas memenuhi ruangan. Ira bangkit dan menuntun Felix duduk di sofa. Sesegera mungkin Ira mengambil sekotak tisu dan menarik beberapa helai tisu untuk disumbat di hidung Felix

"Lu boongin gua? Katanya lu udah sehat" ucap Ira dengan sebelah alis yang sengaja ia naikkan. Felix masih diam. Tidak ingin bicara ataupun menjelaskan.

Ira seperti sudah kehabisan kata-kata. Kini kaki nya yang mengambil langkah. Bergerak menjauhi posisi Felix

"Lu mau kemana?" tanya Felix dengan wajahnya yang pucat

"Gua nggak terima kalo lu sampe separah ini" ucap Ira berhenti sejenak

"Ini bukan salah mereka! Dan lu juga nggak boleh dendam sama mereka" kata Felix mencoba menahan langkah Ira. Namun masih saja gagal. Ira justru menjauh

"Kalo lu pergi siapa yang nemenin gua disini?" sambung Felix dengan nada suara yang dinaikkan volumenya. Seketika itu juga Ira menghentikan langkahnya dan berbalik arah mendekat ke arah Felix

"Gua disini. Disini sama lu" Ira meraih jemari Felix dan menggenggamnya erat di pangkuannya

...

Minggu-minggu penentu masa depan sudah berlalu. Ya, beberapa minggu yang lalu Ujian Nasional berlangsung. Dan syukurlah Ira bisa melewati segalanya.

Dan lagi-lagi hari ini menjadi hari yang menegangkan. Ya, hari ini adalah hari dimana akan diumumkannya kelulusan.

"Semoga gua lulus aamiin" ucap Ira dalam hati. Lulus. Keinginan yang tidak muluk. Bukan gelar juara yang ingin ia raih. Namun keinginan untuk lulus merupakan keinginan utamanya.

Masih dengan posisi berkaca sambil menguncir rambut panjangnya, Ira berharap penuh lulus ujian hari ini. Dua kaleng cat pilox dengan warna berbeda sengaja dimasukkannya kedalam ranselnya.

Di halaman SMA harapan sudah banyak siswa yang berkumpul disana. Apalagi niatnya kalau bukan menunggu hasil kelulusan.

"Heyy Ra!" panggil Neta di sela-sela kerumunan orang. Ira melempar senyum dan mendekat ke arah mereka

"Gila! Gua deg-degan nih. Bisa jantungan gua kalo deg-degan terus"

"Kalo lu punya jantung, wajar kali deg-degan"

"Ih gua takut nggak lulus"

"Kalo gua nggak lulus gimana ya"

"Kalo gua ditembak doi tiba-tiba gimana ya"

"NGAREP"

"Lu nggak panik apa Ra?"

"Orang kaya Ira mana bisa panik"

"Gua nanya Ira, ngapa lu yang nyaut sih"

Neta dan Lita terus saja berceloteh tanpa arah kejelasan. Ira membuang nafasnya asal. Mendengar celotehan karibnya itu membuat Ira pusing untuk menanggapi

"Diem lu ah! Berisik!" ucap Ira menghentikan celotehan karibnya itu. Ucapan Ira nyatanya ampuh membuat keduanya bungkam. Mereka hanya berbicara dengan lirikan mata tanpa mengeluarkan suara sedikitpun

"Tes.. Tes.. " seseorang dibelakang podium sedang mengecek sound

"Seluruh siswa dimohon untuk tenang" lontaran dari pembawa acara mampu meredam suasana yang ramai menjadi hening. Seluruh siswa menyimak perkataan pembawa acara tersebut

"Oke, kita lanjut ke puncak acara. Yakni penyerahan Piagam kepada juara umum SMA Harapan yang akan diserahkan langsung oleh kepala SMA Harapan" banyak siswa yang antusias mendengarnya. Karena penasaran dengan sang peraih juara umum. Terkecuali Ira. Ia sibuk memainkan ponselnya. Seolah acuh tak acuh kepada sang juara tersebut

"Juara umum SMA HARAPAN diraih oleh Syiffa Almira kelas XII IPS 4" sambung sang pembawa acara. Riuh tepuk tangan terdengar dari segala sisi. Tak tertinggal juga pujian yang terus mengalir

"Selamat sis" ucap Neta dengan binar kebahagiaan. Tanpa sadar Ira masih memasang tampang heran

"Ada apa sih?" tanya Ira

"Ett pentil ban! Lu juara umum dongdong" celetuk Lita gereget. Spontan raut wajah Ira berubah menjadi kaget

"Maju gih sono!" Lita mendorong tubuh Ira kasar. Ira maju tanpa ada perasaan percaya. Langkahnya terlihat ragu-ragu walau memang dia pemenangnya.

...

Rooftop. Saksi bisu kenakalannya. Tempat yang sudah lebih dari setahun menjadi tempat favoritnya di sekolah itu harus rela ia tinggalkan. Demi cita-cita. Ya, karena Ira sudah resmi bukan siswi SMA HARAPAN lagi.

Pemandangan dari atas sana diamati satu persatu tanpa terlepas satu hal pun dari pandangannya.

Sepoy angin terasa deras menghantam tubuh Ira. Membuat rambut panjangnya tak lagi rapih. Tapi tak apa. Karena ini akan berakhir. Masanya akan habis. Ditelan waktu.

Sentuhan tangan yang menepuk punggung belakang mendadak Ira rasakan menyuraikan pandangannya. Tersentak kaget tiba-tiba. Ira menoleh ke belakang sebagai refleksnya.

Praka berdiri tepat dibelakangnya. Ira menatapnya heran. 'Ngapain dia disini?' bicara mata Ira

._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._

To be continue..

TentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang