2. Pertemuan

9.1K 396 8
                                    

Kalya POV

Aku masih sibuk mengerjakan peer matematika yang diberikan bu Palupi. Lumayan banyak sampai kepalaku dibuat pusing menghitung angka-angka.

Hpku berbunyi. Ada telfon dari kak Adit. Aku langsung meraih hpku dan langsung mengangkatnya.

"Assalamualikum, kak", sapaku riang. Telfon dari Kak Adit membuat aku lupa dengan peer matematika.

"Wa'alaikumsalam," jawab Kak Adit. "Sedang apa, dek kok belum tidur?" tanya Kak Adit.

"Ngerjain peer matematika neh kak. Mana banyak banget soalnya. Ada apa kak telfon. Kangen ya," kataku. Sudah hampir sebulan aku dan kak Adit tidak bertemu. Biasanya minimal seminggu sekali kita ketemuan. Tapi minggu2 ne aku susah ketemu kak Adit mengingat sebentar lagi aku ujian kelulusan sekolah yang menyebabkan banyak les tambahan yang harus aku ikuti. Kak Adit juga sedang sibuk dengan pekerjaannya.

"Iya kangen. Udah lama gak ketemu. Besok maen yuk. Adek pulang sekolah jam berapa?" tanya Kak Adit.

Senyumku mengembang mendengar ajakan kencan kak Adit. Lumayan bisa sedikit mengurangi stress gara- gara persiapan ujian.

"Besok aku pulang jam 2 kak. Ada tambahan les bahasa inggris," jawabku

"Oke. Besok kakak jemput ya. Mau kakak tunggu di depan sekolah atau tempat biasa?" tanya kak Adit

Tempat biasa yang dimaksud kak Adit adalah perpustakaan kota. Aku memang biasa janjian dengan kak Adit di perpustakaan kota. Bisa nunggu sambil baca buku jadi ngurangi bete kalo kelamaan nunggu.

"Tempat biasa saja kak," jawabku cepat. Kalo kak Adit nunggu di depan sekolah nanti bisa membuat mulut teman-temanku pada ngoceh. Ledekan-ledekan mereka bisa membuat mukaku merah kayak kepiting rebus. Belum lagi kalo ada guru sedang duduk di pos satpam. Mau ditaruh mana mukaku.

"Ya udah kak. Aku mau lanjutin ngerjain peer. Masih banyak yang belum aku kerjakan,"kataku. Sebenarnya aku masih ingin ngobrol lama-lama dengan kak Adit tapi kalo kelamaan ngobrol bisa-bisa peerku tidak selesai. Padahal jam sudah menunjukan pukul 9 malam.

"Oke. Met ngerjain peer sayang. I love you ," kata kak Adit

"I love you too," jawabku pelan. Takut kedua orang tuaku dengar.

Adit POV

Berkali-kali aku menengok jam dipergelangan tanganku. Sudah menunjukan pukul 2 lebih 15 menit. Tapi Kalya belum datang-datang juga. Kemarin dia bilang jam 2 sudah pulang sekolah. Jarak sekolah dia dengan perpustakaan kota cuma 200 meter. Tidak ada 5 menit untuk sampai sini dengan jalan kaki.

Aku bolak balik majalah yang sedari tadi ada dihadapanku. Saking semangatnya aku datang jam 1 ke sini padahal janjian jam 2. Habisnya males sendirian di asrama. Semua teman-temanku pada keluar semua dari pagi. Begini nih kalo lagi libur. Semua pada plesir.

"Maaf kak terlambat," terdengar suara Kalya mengagetkanku. "Sudah lama ya kak nunggunya?" lanjutnya. "Tadi guruku keasikan ngasih materi untuk ujian jadi lupa kalo sudah waktunya pulang,"jelasnya.

"Enggak kok dek. Kakak juga baru saja sampai," jawabku berbohong. "Mau pergi sekarang?" tanyaku.

Kalya hanya mengangguk mengiyakan.

Aku gandeng tangannya menuju parkiran.

"Kita mau kemana?" tanyaku sambil menstater motor.

"Terserah kakak saja,"jawab Kalya sambil memakai helm yang aku pinjam dari temanku. Tidak mungkin Kalya membawa helm dari rumah. Selain repot mesti bawa-bawa helm saat naik angkutan yang penuh sesak pasti juga akan meninggalkan pertanyaan kedua orangtuanya. Kedua orang tua Kalya tidak tahu kalo anaknya pacaran. Mereka melarangnya karena ingin Kalya fokus sekolah. Jadi kita pacaran backstreet ato diam-diam.

"Kita ke taman badakan ajah ya sambil makan. Adek belum makan siang kan,"tanyaku. Tentu saja dia belum makan siang, baru pulang sekolah.

Kalya hanya mengangguk.

Kupacu motorku dengan pelan. Taman badaan dengan perpustakaan kota sangat dekat. Meski memacu motor dengan pelan tidak sampai 2 menit sudah sampai. Aku parkir motorku didepan tukang jual bakso kerikil langganan. (Kerikil adalah batu kecil-kecil. Dinamakan bakso kerikil karena ukuran baksonya kecil-kecil mirip kerikil. Satu porsi bakso kerikil bisa puluhan jumlahnya. Aku tidak pernah menghitungnya. Cuma akan menghabiskan waktu. Sama seperti menghitung ada berapa wijen yang menempel di onde-onde).

Aku menarik tangan Kalya menuju kedai. "2 porsi bakso tanpa mie ya pak", pesanku. Aku hafal selera Kalya yang biasa pesan bakso tanpa mie. Dia juga gak suka makan bakso pakai saos. Hanya kecap dan sambal saja.

"Mau minum apa?"tanyaku.

"Es jeruk saja", jawab Kalya

"Es jeruk 1 sama es teh 1 pak. Esnya dikit saja ya pak", pesanku pada abang penjual bakso.

Aku gandeng Kalya untuk duduk di kursi pojok menghadap taman.

"Bulan depan orang tuaku datang kesini dek," kataku.

Kulihat wajah Kalya. Dia memandangku dengan wajah penuh tanya.

"Mama kangen kakak. Tahu sendiri kan beberapa bulan ini kakak tidak pulang ke Surabaya. Jadi mama yang nengok ke sini", jelasku.

Kalya hanya mengangguk-anggukan kepala.

"Udah siap ketemu camer?" godaku.

Kalya memukul bahuku pelan. "Belommmmm," sambil tertawa cengar cengir.

"Nanti aku ajak mama sama papa lamar kamu ahh,"kataku melanjutkan godaanku.

Aku senang melihat dia cemberut lucu.

Candaanku terhenti ketika abang tukang bakso mengantar pesanan. Tidak perlu lama kita mulai menyantapnya. Kita menghabiskan bakso sambil mengobrol. Macam-macam bahan obrolan kami. Tidak pernah bosan aku ngobrol dengan Kalya. Dia selalu bisa membuat aku merasa nyaman didekat dia. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa sangat takut kehilangan dia.

Entahlah.

Cintaku Kepentok Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang