25. Persaingan

5.9K 322 4
                                    

Maaf saya terlalu lama berhibernasi. Terima kasih sudah sabar menunggu saya up cerita ini.
Jangan lupa vote dan komennya. Ditunggu ya...

Happy reading....

Kalya POV

Aku membuka mataku dengan berat. Kepalaku terasa sangat sakit. Kulihat sekeliling, sebuah ruangan dengan nuansa putih. Dimana aku?

Aku berusaha bangun tapi tubuhku terasa susah digerakkan. Aku merasakan sesuatu didekat tanganku. Seseorang sedang tidur dikursi samping ranjang dengan posisi kepala bersandar diranjang tempat tidurku, tangannya memegang tanganku. Siapa dia?

"Kakak," panggilku lirih.

"Adek sudah sadar," kata Kak Rendra.

"Syukurlah adek sudah sadar. Kakak sangat khawatir."

"Aku dimana ini Kak? Apa yang sudah terjadi?"

"Adek kecelakaan 3 hari yang lalu. Mobil adek menabrak pohon saat menghindari mobil lain," jelas Kak Rendra.

Aku berusaha mengingat apa yang sudah terjadi. Ya, aku memacu mobilku dengan hati kacau setelah melihat Kak Dirga dengan Tia.

"Sekarang dia dimana ya? Kenapa dia tidak menungguku. Kenapa malah Kak Rendra yang menungguku," pikirku.

"Kakak panggil dokter dulu ya. Sekalian mau ngasih kabar ke keluarga adek kalo adek sudah sadar. Ibu adek dirumah adek. Kakak yang memaksa ibu untuk istirahat dirumah biar tidak jatuh sakit juga. Kakak ingin menjaga adek dan Kakak senang sekali karena kakak adalah orang yang pertama kali adek lihat saat sadar," kata Kak Rendra panjang lebar.

Aku tersenyum sambil mengangguk pelan. Kepalaku susah digerakkan.

Aku menatap kepergian Kak Rendra. Tidak lama kemudian dokter dan perawat masuk ke ruangan untuk memeriksaku.

Setelah dokter dan perawat keluar, aku merasa kesepian.

"Kemana Kak Rendra ya kok belum datang. Padahal dokter dan suster sudah keluar," batinku.

Beberapa saat kemudian Kak Rendra muncul dengan wajah sedikit basah. Sepertinya habis sholat subuh karena beberapa saat yang lalu terdengar azan subuh berkumandang.

"Maaf lama. Kakak sholat dulu. Orang tua adek sudah Kakak kabari. Nanti akan kesini," jelas Kak Rendra.

"Kakak tidak kerja?" Tanyaku.

"Kakak ambil cuti. Kakak ingin menjaga adek. Kakak ingin adek cepat sembuh dan bisa maen bareng Kakak. Kita bisa maen ke pantai. Naik kuda lagi," kata Kak Rendra sambil mencium punggung tanganku.

Aku tersipu melihat perlakuan Kak Rendra. Sesaat aku melupakan hubunganku dengan Kak Dirga yang sudah diujung tanduk.

"Ini kesempatanku untuk mengambil perhatian Kalya. Aku akan terus berjuang untuk mengambil hatinya. Dan sebentar lagi aku berhasil," batin Kak Rendra sambil meletakkan tangan Kalya di pipinya yang membuat wajah Kalya bersemu merah.

***

Dirga POV

Sesaat setelah melaksanakan sembahyang subuh, ponselku bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Rendra. Aku segera mengangkatnya.

"Ada apa, Bro? Kalya baik-baik saja kan?" Tanyaku dengan cepat. Aku sangat mengkhawatirkan Kalya. Kecelakaan yang terjadi didepan mataku itu terus membayangiku.

"Santai, bro. Salam dulu baru ngomong yang lain," kata Rendra disebrang sana.

"Maaf. Aku sangat mengkhawatirkan Kalya," kataku lirih.

"Kalya sudah sadar. Dokter juga bilang dia baik-baik saja. Setelah kondisi Kalya benar-benar pulih secepatnya bisa pulang. Benturan dikepalanya tidak mempengaruhi memorinya. Diagnosa awal kemungkinan gegar otak juga tidak terjadi," jelas Rendra panjang lebar.

"Syukurlah. Nanti setelah pulang piket aku akan ke sana. Terima kasih bro," kataku pada Rendra. Sejak Kalya kecelakaan aku dan Rendra menjadi dekat. Permasalahan tentang foto Kalya dan Rendra aku anggap selesai karena dia juga sudah menjelaskan. Yang terpenting bagiku saat ini adalah kesembuhan Kalya.

Setelah piket malam usai aku segera bergegas menuju rumah sakit tempat Kalya dirawat. Disana hanya Rendra yang menungguinya. Sepertinya orang tua Kalya belum datang.

Aku bergegas mendekati Kalya saat sudah berada diruanganya. Kupegang tangan dia dan terus kuciumi. Kutatap wajahnya dengan kepala masih dililit perban. Dia hanya menatapku sayu.

"Kakak senang adek sudah sadar. Maafin Kakak. Harusnya Kakak lebih cepat menahan adek pergi. Harusnya kakak mendengarkan penjelasan adek tanpa harus emosi. Kakak terlalu cemburu melihat adek foto dengan Rendra. Tapi sekarang sudah jelas semuanya. Maafin Kakak," kataku panjang lebar.

"Kakak tidak perlu meminta maaf. Kakak tidak perlu lagi khawatir tentang adek. Pergilah. Urus saja Kak Tia. Kakak sangat cocok dengan Kak Tia. Harusnya adek sadar dari awal kalau Kak Tia jauh lebih mencintai Kakak daripada adek," kata Kalya dengan suara bergetar sambil membuang muka. Ya, dia menahan semua gejolak yang ada di hatinya.

"Sejak dulu Kakak sudah menjelaskan pada adek kalo kakak tidak ada rasa apapun dengan dia. Harusnya saat adek datang kemarin Kakak lebih sigap mengusir Tia. Kemarin Kakak ingin datang ke rumah adek dan meminta maaf. Tapi Tia keburu datang. Kakak sudah berusaha mengusirnya. Tapi dia terlalu kuat menahan Kakak. Adek tahu sendiri kan kalau Tia dari dulu terlaku agresif. Maafin Kakak," kataku sambil mengeluarkan air mata.

Ya, aku sangat mencintai Kalya. Untuk kedua kalinya aku menangis. Terhitung sejak akhil baligh ya karena tangisan saat masih kecil tidak terhitung. Pertama, saat dulu aku kehilangan dua orang tuaku. Dan kedua sekarang. Aku takut kehilangan Kalya karena kutahu Rendra juga sedang mengambil hati Kalya. Dan aku kalah start karena saat Kalya sadar Rendra yang pertama kali dilihatnya. Bukan aku.

"Jangan menangis Kak. Aku sudah memaafkan Kakak sejak sebelum kecelakaan terjadi. Aku datang ke rumah kakak saat itu untuk meminta maaf pada Kakak. Tapi....," kata Kalya terpotong karena orang tua Kalya datang bersama Rendra. Tadi dia pamit keluar mencari sarapan saat aku datang.

Aku menatap Kalya yang sedang tersenyum melihat ibunya datang.

Senyum itu membuatku teringat dengan almarhumah ibuku. Senyum yang membuat hatiku yang keras pada wanita menjadi luluh.

"Aku tidak akan melepasmu Kalya sayang. Aku akan tetap mempertahankan hubungan kita. Tidak akan kubiarkan Rendra mendapatkan hatimu," kataku dalam hati.

Cintaku Kepentok Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang