5. Pertemuan (2)

6.7K 339 1
                                    

Ketika cinta dijalani, pasti ada benteng kokoh yang menghalangi. Itulah ujian perjalanan cinta. Seberapa kuat kita merobohkan benteng itu. Seberapa lama kita bertahan. Jika bisa bersama sampai akhir, itulah bukti cinta yang sesungguhnya.

***

Adit berhasil meyakinkan kedua orang tuanya untuk menemui Kalya. Dia sudah berusaha untuk mempertahankan hubungannya dengan Kalya. Hari ini, kedua orang tuanya datang lagi ke Magelang. Dan kali ini untuk bertemu dengan Kalya.

***
Kalya Pov

Aku menunggu Kak Adit di gerbang sekolah. Jam masih menunjukkan pukul 10 pagi. Ya aku sudah tidak disibukkan lagi dengan pelajaran sekolah karena hanya tinggal menunggu kelulusan saja.

Sebuah mobil berhenti didepanku. Kulihat kaca spion diturunkan oleh pengendara mobil tersebut. Aku tersenyum cerah setelah tahu siapa pengendara mobil tersebut.

"Naiklah," kata Kak Adit.

Aku bergegas naik ke mobil. Duduk di depan samping Kak Adit.

"Mama dan papa mana?" tanyaku setelah melihat tidak ada siapa-siapa selain Kak Adit di dalam mobil.

"Sudah menunggu di cafe," jawab Kak Adit.

"Jangan lupa sabuk pengamannya dipasang," kata Kak Adit mengingatkan.

Aku segera memasang sabuk. Setelah sabuk terpasang Kak Adit segera menjalankan mobil sewaannya menuju ke cafe dimana orang tuanya sudah menunggu. Selama orang tuanya disini, Kak Adit menyewa mobil. Selain itu Kak Adit juga mengambil cuti untuk hari ini. Spesial untuk mempertemuakan aku dengan kedua orang tuanya.

Selama perjalanan ke cafe, jantungku berdetak kencang. Baru kali ini aku akan ketemu orang tua Kak Adit.

"Gugup ya," kata Kak Adit sambil tersenyum. Dia pasti melihat wajahku yang tampak tegang.

Aku hanya mengangguk.

"Tidak perlu khawatir. Ada Kakak disamping adek,"kata Kak Adit menenangkanku. Aku hanya tersenyum sedikit lega.

Kak Adit menggenggam tanganku erat-erat. Dia seperti ingin menguatkan aku. Aku genggam juga tangan Kak Adit dengan erat. Aku merasa takut kehilangan dia. Aku begitu mencintainya.

Sesampai di cafe jantungku berdetak lebih kencang daripada tadi. Kak Adit menggandengku masuk ke dalam. Di pojok cafe kedua orang tua Kak Adit sudah menunggu.

"Ma, Pa. Kenalin ini Kalya. Kalya, ini Mama dan Papa," kata Kak Adit sambil mengenalkan aku pada kedua orang tuanya.

"Siang Om, Tante," kataku sambil menyalami kedua orang tua Kak Adit. Tidak lupa aku cium kedua tangan mereka dengan penuh hormat.

"Duduklah," kata Papa Kak Adit sambil memberi kode kepada pelayan cafe untuk mendekat.

"Mau pesan apa?" tanya pelayan cafe.

Kak Adit membolak-balik buku menu.

"Adek mau makan apa?"tanya Kak Adit sambil melihatku.

"Minum saja. Ice Capucinno," kataku.

"Tidak makan?" Tanya Kak Adit lagi.

" Tidak Kak. Masih kenyang," kataku sambil menggelengkan kepala. Selain masih kenyang, aku juga tidak yakin bisa makan dengan tenang di hadapan kedua orang tua Kak Adit.

"Ice capucinno 1 sama black coffe 1, mbak," kata Kak Adit pada pelayan cafe.

Pelayan cafe mencatat pesanan kami. "Baiklah. Tunggu sebentar lagi", kata pelayan kemudian berlalu pergi.

Sepeninggal pelayan cafe tersebut, aku hanya diam menunduk. Kulirik Kak Adit, dia juga hanya menunduk. Tidak ada yang berbicara sampai pelayan cafe datang mengantar pesanan.

"Silahkan diminum. Jika ada pesanan lagi bisa panggil saya. Permisi", kata pelayan cafe kemudian pergi.

"Ehm", deheman Papa Kak Adit memecah kesunyian.

"Sudah lama kalian pacaran?" tanya Papa Kak Adit.

Kak Adit mengangguk sambil menjawab,"Sudah setahun yang lalu,Pa".

"Masih sekolah ya?" tanya Papa Kak Adit padaku.

"Iya, Om. Bentar lagi mau melanjutkan kuliah," jelasku.

"Orang tua Nak Kalya kerja apa?" tanya Mama.

"Ayah saya Guru SD sedangkan ibu saya dirumah saja," jawabku sambil menatap kedua orang tua Kak Adit sebentar kemudian aku menunduk lagi.

"Apakah Nak Kalya sudah tahu kalo Adit sudah dijodohkan dengan anak sahabat Papa Adit?" tanya Mama Adit pelan tapi bisa membuat aku terkejut setengah mati.

Aku menatap Kak Adit dengan tatapan meminta penjelasan. Selama ini Kak Adit tidak pernah cerita kalau dia sudah dijodohkan.

"Ma, Pa. Kan dah bilang kalau aku tidak setuju dengan perjodohan itu. Aku mencintai Kalya," kata Kak Adit gusar.

"Papa sudah janji dengan Om Pras kamu akan menikah dengan Putri. Lagipula dia dari keluarga terpandang. Papa tidak mau mempunyai besan hanya seorang guru SD. Mau ditaruh mana muka Papa dan Mama. Kamu jangan mempermalukan keluarga kita,"ujar Papa Kak Adit dengan keras.

Deg

Aku marah mendengar ucapan Papa Kak Adit. Hanya guru SD? Memang ayahku hanya guru SD. Tapi aku bangga dengan beliau. Kalau tidak ada guru siapa yang mencerdaskan anak bangsa?

Meski marah aku hanya tertunduk diam. Rasanya aku ingin menangis tapi aku tahan.

"Pokoknya aku tidak setuju. Aku hanya mau menikah dengan Kalya," kata Kak Adit tetap bersikukuh dengan pendiriannya.

Papa Kak Adit berdiri kemudian menarik tangan Kak Adit.

"Papa tidak mau punya anak durhaka. Ayo pergi dari sini," kata beliau sambil menyeret Kak Adit pergi. Mama Kak Adit menyusul dibelakang kemudian ke kasir membayar minuman yang sudah dipesan.

Aku menatap kepergian Kak Adit dengan nanar. Kak Adit juga menatapku. Aku lihat ada air menggenang di matanya. Aku percaya Kak Adit mencintaiku tulus. Kalau tidak mana mungkin dia berusaha mempertemukan aku dengan kedua orang tuanya meski ujungnya seperti ini. Aku yakin tidak mungkin Kak Adit berniat menyakitiku

Aku masih duduk di cafe. Sendiri. Kutatap minumanku yang belum ku sentuh sedikitpun.
Setetes air mata mengalir dipipiku. Segera kuusap dengan cepat. Malu kalo ketahuan nangis ditempat umum meskipun saat ini hatiku sedang benar-benar pilu.

Aku beranjak dari cafe kemudian menyetop angkutan yang lewat. Aku ingin segera sampai rumah.

Cintaku Kepentok Abdi NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang