"Fi, Afi!" pekik orang yang diluar kamarnya. Perempuan itu langsung terbangun dan membuka pintu.
"What happend?"cemasnya, pasalnya orang yang dibangunkannya tadi tampak begitu panik.
"Kak Audi..kakak gue, Fi. Dia nyusul papi lo!"
Afi langsung melek semelek-meleknya. "Are you sure? Inalillahi waina ilaihi rojiun. Lo bakal pulang?" Hammas mengangguk yakin.
"Mas, sebelumnya sorry, gue gak bisa ikut lo. Tolong ngertiin gue," Hammas yang sedang berkemas menoleh kearah Afi. "Gue belum siap ketemu dia and today gue wisuda."
Dengan pengertiannya yang membuat semua cewek nyaman itu ia mengangguk. Bukan hanya itu, ia mendekap Afi dan mencium puncak kepala Afi seakan menyalurkan kekuatan padanya."Titip salam sama semuanya. Nanti kalau dah sampai, lo video call gue, gue mau ngomong sama Langit. And...jangan kasih kontak baru gue KESIAPAPUN."
"Okay princess. Congrate buat wisuda lo!"
Mereka berjalan menuju pintu apartemen dengan tangan Hammas masih mengelus kepala Afi yang sedang tak terhalangi oleh hijabnya.
"Kebandaranya sendiri ya, gue mau siap-siap." Lagi-lagi Hammas menyetujuinya.
"Bye, see you later!" ucap Afi sambil menutup pintu apartemen mereka.
Ia kembali kekamarnya dan mengambil sebuah benda yang ada diatas meja rias dan memainkan benda itu. Pesan beruntun di e-mail miliknya sangat menarik perhatiannya. Ia menghela nafas setelah membacanya, gue kangen sih sama lo, banget malah. Tapi gur harus ikhlasin elo bahagia walau bukan sama gue.
Afi bangkit menuju kamar mandi dan bersiap kekampus. Mendandani wajahnya sendiri dan memakai baju serta toga.
Menaiki mobil menuju Stanford University dan mengikuti acara dengan khidmat.
Gadis itu memeluk temannya dan berkata, "Congratulation Khafi!"
Gadis itu adalah Diara Annalicia yang bisa dipanggil Dia. Anak Malaysia asli no kw-kw yang -katanya- langsung sujud syukur saat diberitahu kepala sekolahnya waktu SMA kalau Dia dapat beasiswa ke Amerika.
"You too, Di."
"Where is Hammas?" ucapnya melepas pelukan itu.
"Kau rindu dia ya? Cie..."
"Apalah kau ni, tak ade tu. Cume nak tanye tu orang mane, tak nampak hari ni." elaknya dengan pipi agak merah karena malu.
Jangan heran, Dia sendiri yang cerita kalau ia suka dengan Hammas. Die tu dah handsome, tinggi, dokter pula, paket komplitlah, katanya.
Keduanya lalu jalan kearah mobil Afi dan masuk kedalamnya. "Iya iya, dia pulang ke Indo, kakaknya meninggal tadi."
"Innalillah, kau tak susul? Die kan emak kau juge."
"Takla, banyak perlu disini lagi. Kontrakku belum habis." jawab Afi sambil memasang sabuk pengaman.
Lalu BMW itu dibawanya menuju keluar. "Halah, kali ni ape?"
"Soundtrack plus jadi dubber kartun."
"Ih kerennya dikau!"
"Alhamdulillah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vivere
Teen FictionKhafiya Ayumi Faza Canastero: At first when she'd come in mylive, then he change everything. I hate that...but my brain is always play the memory about our first time. Rafqi Abraham: Entah setan mana yang membisikiku, ia berkata bahwa kau dan aku ak...