Gunung Seramiso

6.8K 108 10
                                    

Saat ayam jantan belum bangun dari tidurnya. Saat kegelapan malam masih merajai dunia. Kedua suami istri itu telah bangun dan bersiap berangkat menuju gunung Seramiso.

Mereka telah membulatkan tekadnya, tak perduli apapun akibatnya, mereka rela menanggungnya. Nampak Arman membawa kain buntelan di punggungnya. Isinya hanya pakaian seadanya untuk mereka berdua. Beberapa roti untuk sarapan dan uang yang diperoleh Arman kemarin.

"Sudah jam 4 subuh bang. Kita berangkat???" Ratih memandang suaminya ketika mereka berdiri dimuka rumah mereka.

"Kreeeek.."
Pintu pagar halaman rumah itu ditutup.

Mereka sengaja berangkat subuh supaya tidak menarik perhatian warga desa lainnya.

"Iya de, kita harus sudah siap lahir batin, semuanya??? Mari kita pergi,  kita sarapan di jalan saja"

Kedua suami istri itu subuh - subuh meninggalkan desa Rawa Senang. Hanya desiran angin malam dan suara binatang malam yang menemani mereka.

Perjalanan mereka tempuh seharian, mulai dari jalan kaki ke terminal terdekat sampai naik bus ke desa terdekat Gunung Seramiso.

Setelah seharian menempuh perjalanan akhirnya mereka tiba di desa Suringin, desa terpencil dibawah gunung Seramiso.

Mereka berdua turun dari bus itu lalu berjalan masuk ke desa Suringin. Desa itu belum ada lampu, semua penerangan menggunakan obor.
Namun keaslian alam, udara disana masih sangat bersih. Pepohonan masih sangat rimbun, nampak jelas Gunung Seramiso di belakang desa itu berdiri dengan gagah perkasa.

"Mari kita cari penginapan dulu de"
Arman mengajak istrinya menuju penginapan di desa itu.

Hanya ada satu penginapan di desa itu. Penginapan yang hanya didirikan di atas sebuah petak tanah tidak terlalu luas. Dengan atap dari daun Rumbia, dindingnya dari triplek tipis bahkan tidak dicat sama sekali.

Nampak banyak mata penduduk desa memperhatikan sepasang suami istri memasuki penginapan desa itu.

Merekapun tiba di meja penerima tamu yang dibuat seadanya. Meskipun kecil dan tak mewah penginapan ini terbilang cukup terawat dan bersih. Obor yang menjadi penerangan tersusun rapi disepanjang lorong.

"Selamat malam pak, saya Arman dan ini Ratih istri saya, bolehkah kami memesan kamar?"

Nampak bapak tua pengurus penginapan itu memandang keduanya bergantian.

Laki - laki tua itu memakai peci, dengan kain sarung di balutkan di badannya. Kulitnya sudah mulai keriput, namun badannya masih kuat dan sehat. Nampak rokok yang mengepul tidak pernah lepas dari bibirnya.

"Kalian berdua dari mana nak???"
Laki - laki tua itu bertanya sambil meletakkan rokoknya.

"Kami dari desa Rawa Senang pak" Ratih dengan sikap sopan menjawab laki - laki tua dihadapannya.

"Jangan bilang kalian mau naik ke atas gunung nanti malam" nampak laki - laki tua itu memandang mata kedua pasangan dihadapannya.

"Hahahaha... Kalian jangan heran, kalian bukan yang pertama kali. Dan kebanyakan mereka yang mau ke gunung menginap di sini, jadi tenang saja... Hahahha"

Nampak Arman dan Ratih terdiam hanya saling memandang saat orang tua itu langsung menebak tujuan mereka.

"Nama bapak Sutejo, bapak cuma menyarankan, lebih baik kalian mengurungkan niat kalian nak. Tapi bapak tau, kalian pasti sudah membulatkan tekat kalian kan... Hehehe... Ya Bapak cuma berharap kalian dapat hidup bahagia setelahnya "

Laki - laki tua itu lalu  berbalik mengambilkan kunci kamar tempat mereka menginap.

"Nah ini kunci kamarnya, biayanya permalam 50ribu rupiah, kalian bayar di depan ya"

Tuyul ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang