Penghasilan Pertama

4.9K 72 8
                                    

Malam yang kian sunyi mencekam menyelimuti puncak gunung Seramiso.

"Aaaaaauuuu...  Ooooong...  Onggg..."
Bunyi serigala terdengar membelah kesunyian malam, seakan bernyanyi memuja sang bulan purnama yang dengan gagah bertahta di atas pondok tua itu.

Dalam sebuah pondok di tengah gunung Seramiso nampak sepasang suami istri duduk saling berpelukan dalam ketakutan. Di hadapan mereka terlihat seorang kakek yang sedang duduk bersila memangku seorang tuyul. Tuyul itu nampak menggeliat pelan, memamerkan urat - urat tubuhnya yang membiru. Matanya yang hitam pekat beberapa kali berkedip, senyum manis menyeringai nampak menghiasi bibirnya.

Angin di puncak gunung itu seakan takut berhembus, cahaya obor dalam ruangan berdiri tegak dengan gagah, menjadi saksi bisu peristiwa dihadapannya. Tuyul itu nampak sangat bahagia bisa hadir ke dunia ini.

"Papa..., Mama... Hihihi" Tuyul itu tertawa girang  memanggil - manggil Arman dan Ratih dengan sebutan papa dan mama. Sementara kedua pasangan itu justru nampak pucat, gemetar dan berkeringat dingin. Rasa takut dan jijik bercampur memenuhi keduanya, namun ingat akan kemiskinan dan penderitaan,  kembali meneguhkan keputusan mereka.

"Hahahaha ... Lihat Tuyul ini langsung mengenali kedua orang tua nya hahahaha" giliran Mbah Sujiko tertawa gembira.

"Tuyul, mulai sekarang kamu harus tinggal sama Papa Arman dan Mama Ratih. Tuyul harus membantu mereka mencari uang, dengar kata Mbah???" Mbah Sujiko menatap tuyul dipangkuannya.

"HIHIHIHIHI... Iya... Iya... Mbah, Uyul akan membantu Papa Arman dan Mama Ratih HIHIHIHIHI..." tuyul itu menjawab Mbah Sujiko dengan suara anak kecil sambil mengangguk - anguk.

"Bagus, bagus hahahhaha... Sekarang Arman... , Ratih... ini tuyul yang kalian mau. Kalian harus segera membiasakan diri bersamanya. Ingat perlakukan dia seperti anak kalian. Turuti semua kemauannya, nanti dia akan mencarikan uang yang sangat banyak buat kalian" lalu perlahan Mbah Sujiko menurunkan tuyul itu dari pangkuannya.

Nampak tuyul itu berdiri seperti anak kecil yang baru bisa berjalan. Kadang gontai ke kiri dan kanan seperti mau jatuh.

"HIHIHIHIHI..." perlahan dan pasti tuyul itu makin mendekati Arman dan Ratih.

"Papa... Mama.... Endong...."
Nampak tuyul itu mengulurkan kedua tangannya kedepan sambil berjalan pelan, berharap Arman segera menyambut uluran tangannya.

Arman sempat melirik Mbah Sujiko, seakan meminta ijin dari Mbah Sujiko. Mbah Sujiko cuma tersenyum tipis sambil mengangguk pelan. Arman menarik nafas dalam, ia juga sempat melirik Ratih istrinya yang kelihatan sangat pucat disampingnya.

"Huh....." Arman menghembuskan nafasnya pelan sambil berusaha tersenyum manis pada tuyul yang semakin mendekatinya.

"Mari sini yul, ikut papa Arman" dengan segenap kekuatannya Arman mengulurkan kedua tangannya menyambut tuyul yang kian dekat.

Arman menyambut uluran tangan Tuyul itu, lalu dengan perlahan mendudukkan tuyul itu dalam pangkuannya. Kulitnya yang kebiruan dan hitam di beberapa bagian terasa kasar, agak keriput, lebih tepatnya mengkerut. Bau busuk kembali tercium menyengat keluar dari badan si tuyul. 

"Mama... Mama..." tuyul itu tiba - tiba menjulurkan kedua tangannya ke arah Ratih.

Nampak Ratih makin pucat, melihat tuyul itu ingin digendong olehnya.
"Bang ...." Ratih memangil suaminya pelan, kelihatan dia sangat ketakutan.
Arman hanya mengganguk pelan memberikan keteguhan hati pada istrinya yang sangat ketakutan.

"De Ratih... Li... Lihat Uyul mau kamu gendong... Ayo tidak apa - apa" Arman mendekatkan tuyul itu ke arah Ratih istrinya.

Dengan tangan bergetar hebat, Ratih menjulurkan tangannya menyambut uluran tangan tuyul itu. Nampak air mata menetes dari kedua matanya, namun dia tetap tegar menyambut tuyul itu.

Tuyul ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang