Aku jatuh cinta, bahkan sebelum mata saling bertatap.
Aku jatuh cinta, bahkan sebelum nama mampu kuketahui.
Aku jatuh cinta, bahkan sebelum raga saling berjumpa.
Aku jatuh cinta, bahkan sebelum aku tahu keberadaanmu nyata adanya.
Aku jatuh cinta. Aku dibuat gila. Aku dipaksa buta.
Aku tak ingin mengerti. Namun, nyatanya kamu memaksaku untuk memahami. Inilah cinta tanpa syarat yang dikatakan para penyair. Beginilah rasanya cinta yang selama ini kuragukan kebenarannya.
Aku jatuh cinta pada sentuhanmu, belaianmu.
Aku jatuh cinta pada tangismu, air matamu.
Aku jatuh cinta pada senyummu, bahagiamu.
Aku jatuh cinta pada tawamu, keceriaanmu.
Aku jatuh cinta pada marahmu, egomu, sedihmu.
Aku jatuh cinta pada segala tentangmu.
Inikah cinta tanpa syarat? Ini melebihi ekspektasiku. Kamu tak akan percaya, jika benar ini yang namanya cinta, maka kamulah cinta pertamaku.
Tak ada cinta dalam hidupku yang mampu melebihi cintaku padamu. Tak pernah kurasakan cinta dalam hidupku sedalam kecintaanku pada sosokmu.
Aku pendosa, Sayang. Aku berdosa. Kuduakan cintaku pada Tuhanku. Bahkan rasanya aku siap melawan Tuhan jika hal buruk terjadi padamu. Namun, kamu dan aku sama-sama tahu, bukan? Aku tak seberani itu.
Tahukah kamu betapa tersiksanya aku menahan cinta yang meluap tak terbendung ini? Tahukah kamu bahwa terkadang aku memohon pada-Nya agar mengurangi sedikit saja cintaku untukmu, agar tetap Dialah Sang Nomor Satuku.
Jumat, 12 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Pujaan
Non-FictionKutuliskan rangkaian kata sebagai pengingat atas apa yang pernah ada, yang nyata terjadi, yang menjadi angan, yang kuharap kelak menjadi bukti bahwa cintaku bukan bualan belaka. Kutuliskan kisah yang mungkin kamu atau pun aku kelak tak ingat. Kutuli...