26 - Pedagang kaki seribu

88.4K 7.5K 787
                                    

I suggest you to play the mulmed

***

AKU membetulkan posisi dudukku. Dengan tangan yang masih sibuk mengetik pesan untuk seseorang, aku menunggu sambil berharap cemas.

Sudah setengah jam aku berdiam diri di kursi teras ini sendirian. Menantikan seseorang yang katanya mau datang tapi tak kunjung muncul sampai sekarang.

Suasana rumah yang tidak ada orang membuatku terpenjara kesunyian. Udara pukul tujuh malam telah menyapaku yang sedari tadi sibuk celingukan.

Apakah orang itu lupa jalan rumahku? Apakah dia mencoba bergurau dengan membuatku menunggu bersama hati yang penuh debaran ini?

Sial.

Kenapa aku harus deg-degan?

Aku hanya akan jalan sebentar dengan orang itu. Lagian, ini juga karena dia yang minta. Jadi, jangan bilang kalau ini merupakan acara dating, ngedate atau apalah itu namanya. Karena menurutku, yang namanya ngedate itu adalah kesepakatan antar dua orang. Kalau ini kan tidak. Aku cuma akan menemani. Kira-kira begitulah judulnya.

Tapi jujur, aku belum pernah pergi berdua yang direncanakan bersama dia. Biasanya kami hanya sebatas pergi atau pulang sekolah bersama. Tidak lebih. Kalaupun nongkrong juga bersama teman-teman yang lain. Tapi kali ini, entah ada angin apa ia mengajakku pergi keluar.

Aku hanya menghargai anak itu dengan menerima ajakannya. Lagian aku juga tidak enak, dia sudah menolongku macam-macam. Apa salahnya jika sekarang aku pergi berdua dengannya? Aku juga bisa menebak, kalau bukan nonton, paling juga makan di kafe. Ke mana lagi memang?

Tapi ada satu hal yang aku sendiri tidak mengerti.

Kenapa sedari tadi aku deg-degan sendiri?

Bahkan saat aku memilih pakaian, aku juga sempat mengobrak-abrik lemariku sebentar untuk mendapatkan baju yang pas. Tidak norak, tidak terlalu feminim, dan tidak terlalu boyish. Begitulah pertimbanganku tadi saat memilih outfit yang kukenakan sekarang.

Ya. Aku tau. Orang itu tidak akan mempermasalahkan bagaimana penampilanku nanti. Bukannya dia sudah pernah melihat wajah jelekku saat aku menangis sesenggukan? Jadi, ngapain aku mesti takut untuk terlihat jelek di depannya?

Tapi, tetap saja lain. Maksudku, masa iya aku harus terlihat biasa-biasa saja di depan orang itu setiap hari? Aku mau beda, walau sedikit. Setidaknya dia tau aku benar-benar antusias pergi dengannya. Dan setidaknya aku juga tidak dicemooh, walau cuma dalam hati.

Ah, aku ini kenapa sih? Tadi katanya cuma berusaha menghargai ajakan orang itu? Tapi ujung-ujungnya jadi semangat sendiri. Kalau kalian bingung apa yang terjadi padaku, aku malah lebih bingung lagi.

Suara klakson motor mengagetkanku yang tanpa sadar memandang kosong ke arah pagar sejak tadi. Sosok tinggi itu membuatku menghela napas lega sekaligus senyuman kecil saat melihatnya. Tapi yang terjadi kemudian justru ...

"Eh ketombe gorila! Ke mana aja sih lo? Saban hari gue tungguin di sini sampe karatan tau gak?!" Repetku tanpa membiarkan kesempatan pada anak itu untuk mengucap sepatah kata apapun.

"E-buset! Gue baru nyampe, belom juga ngambil napas udah lo nyinyirin aja!" Sahut Fero dengan nada tinggi. Suara anak itu teredam helm full-facenya.

Fre & Fer (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang