Toko roti itu lebih ramai daripada yang Em ingat. Ada dua orang yang tengah menikmati kue hangat dan teh, satu orang lainnya tengah memilih kue di etalase. Seorang wanita paruh baya dengan rambut yang telah beruban sempurna tengah melayani pelanggan dengan wajah seramah yang Em ingat ketika bertemu wanita itu pertama kalinya bertahun-tahun silam.
"Em!" seru wanita itu. Ia mengenakan blus bermotif bunga besar yang sebagian ditutupi celemek warna putih bersih. Em bisa mendengar kebahagiaan dalam suara parau wanita itu karena termakan usia. Namun suara itu tetap menghangatkan hatinya.
"Leila!"
Leila keluar dari bagian belakang, mengatakan sesuatu pada pelanggannya dan ditanggapi dengan senyuman maklum. "Aku tak menyangka kau datang ke tokoku di hari Selasa." Dia mencium kedua pipi Em dengan penuh sayang. "Kau tak menghubungiku. Aku mungkin akan membuat muffin lebih banyak."
"Aku juga tak mempertimbangkan ke sini saat membuka mata hari ini." Em merasakan kebohongan di lidahnya, karena sebenarnya ia tak bisa tidur semalaman. "Lagi pula, ponselku sepertinya tertinggal di meja kerjaku. Dan jika aku ingin muffin, maka aku akan membelinya."
Leila tertawa ramah. Mengibaskan tangannya ke udara. "Omong kosong. Kau bisa membawa apapun dari toko ini. Semua cuma-cuma."
"Maka aku tak akan membawa apapun dari sini."
"Tidak, tidak." Leila menuntun Em ke satu-satunya meja yang tersisa di sana. "Kau tidak akan pergi dari sini sebelum mencicipi."
"Aku telah mencicipi semua yang kau jual di sini."
"Kau benar," Leila tertawa. "Di mana Ryan?"
Will berdeham, menunjukkan keberadaannya. Membuat kedua wanita itu mengalihkan pandangan padanya. Keduanya jelas-jelas tak menyadari kehadiran Will karena terlalu asyik berbicara. "Ryan sedang dalam perjalanan ke Perkemahan Sekolah, mungkin. Em datang bersamaku."
Mulut Leila yang nyaris kempot membulat sempurna. Dia menatap Em penuh selidik. "Kau harusnya memperkenalkanku."
"Dia bukan siapa-siapa. Dia yang memaksa untuk ikut—"
"William Archer, Nyonya." Will menyambar lebih dulu. Bahkan tangannya telah menggenggam Leila untuk berjabat. "Senang bertemu dengan Anda."
"Kau bisa memanggilku Leila saja." Em betul-betul melihat Leila tersipu. "Aku merasa muda jika dipanggil seperti itu."
"Tokomu benar-benar harum roti hangat dari oven, Leila. Itu membuatku lapar."
Sekejap saja, Leila jelas-jelas tertawan dalam pesona William Archer. Kini Em meyakini bahwa Will pastinya punya banyak penggemar, bahkan di kalangan remaja seusia Ryan sekalipun.
"Maka duduklah di sini dan pilihlah menunya," kata Leila sambil menawarkan kursi pada Will. "Pilihlah yang manapun. Kau akan menyukai buatan tanganku. Dan khusus si tampan dan Em, ini gratis."
Will tertawa hingga membuat pesonanya meluap-luap. Bahkan Em merasakan dorongan besar untuk merengkuh tubuh Will. "Tidak, Leila. Jangan membuatku malu di depan Em. Jujur saja, ini kencan pertamaku dengan Emmy. Aku lah yang harus membayar sarapan ini jika ingin yang satu ini disebut kencan."
Em bergidik sekilas. Dia tidak berencana untuk mengajak Will sarapan. Satu-satunya yang Em sebut pengalihan adalah bertemu dengan Leila, menceritakan resep atau perkembangan toko atau gosip tetangga atau apapun. "Ini bukan kencan, William," desis Em.
"Oh?" Alis Will bertaut. "Kupikir kau sengaja mengajakku ke sini untuk sebuah sarapan. Aku membayar makanan ini, maka aku bisa menyebut ini kencan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Love
RomanceSURRENDER SERIES #1 √ Completed √ ~ Tiga belas tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Em untuk mengobati luka di hatinya. Susah payah ia bangkit, hingga akhirnya ia berjuang membangun kembali puing-puing kehidupannya. Namun semuanya berantakan sejak...