SL - BAB 4

16.9K 1.3K 18
                                    



Minggu pagi baru saja Em dan Ryan nikmati dengan lari pagi mengelilingi Bryant Park. Mengunjungi sebuah kafe di ujung blok apartemennya untuk membeli sarapan. Panekuk dan sirup maple adalah menu yang bisa membangkitkan suasana hati Ryan yang biasanya hanya dihabiskan dengan menggerutu sepanjang pagi.

Mempunyai waktu berkualitas bersama putranya adalah salah satu hal yang Em syukuri.

Ryan berlari mendahului Em ketika gedung apartemen sederhana itu hanya tinggal beberapa puluh kaki. Suara tawa Ryan yang mengatainya lambat membuat Em tersenyum. Maka Em memaksa kakinya yang mulai kelelahan setelah berkeliling taman, memaksa perutnya yang baru saja terisi menjadi koyak; hanya demi mengejar Ryan.

Ryan yang sepertinya tak mau kalah, memasuki gedung lebih dulu. Em menduga dirinya akan kalah ketika menaiki puluhan anak tangga karena Ryan jauh lebih jangkung dengan langkah kaki panjang. Menaiki dua anak tangga bukan masalah serius bagi Ryan.

Em mengalah dan tertinggal di belakang. Tapi langkahnya terhenti di pintu depan gedung. Ryan berpelukan akrab dengan pria yang selama beberapa minggu telah menghilang dari hidup Em, namun sekarang di sana lah dia. Di lobi gedung apartemennya.

Will hari ini mengenakan kaos hitam polos dengan lengan panjang. Terkutuklah lengan-lengan besar itu yang terlihat sangat menonjol meski kain telah menutupinya. Penampilannya sempurna dengan celana jins biru gelap dan sepatu kets. Rambut pirangnya seolah memang diatur acak-acakan. Dan hanya wanita idiot yang mengatai William Archer tidak seksi pagi ini.

Mata Will mengawasi Em di balik punggung Ryan. "Hai, Em!" seru Will setelah melepaskan pelukannya dengan Ryan.

Sok akrab, pikir Em.

Yang bisa dilakukan Em hanyalah bersiap dengan kemungkinan yang ada. Bertahan apabila Will akan menghancurkan keyakinannya seperti malam sebelumnya. "Selamat pagi, Tuan Archer."

Ryan terkikik. Menyenggol lengan Will. "Sekarang kau tahu dari mana kekakuanku berasal."

Will tersenyum geli. Sementara Em bersusah payah tidak menikmati pemandangan itu. "Ya, kupikir aku telah melihatnya. Ryan, bisakah aku bicara berdua dengan ibumu?"

Ryan memandang Em setengah hati. Alisnya terangkat pada Em. "Bagaimana, Bu?"

Em selalu ingin mempunyai panggilan layaknya ibu dan anak. Tapi Ryan lah yang memaksa Em mengubur impiannya itu. Dan ketika Ryan memanggilnya begitu, itu adalah bagian dari sarkasme.

Em memutar mata. Merogoh saku trainingnya dan memberikan kunci apartemen kepada Ryan. Ryan mengerling sekali pada Will dengan penuh arti. Kemudian bocah itu menaiki tangga dengan langkah cepat.

"Hai," Will memecah ketegangan di antara mereka. Namun Em bertahan. Dia tak akan luluh kali ini.

Em melipat tangannya di dada, menatap Will dengan tatapan menilai. "Harusnya kau punya alasan kuat, mengapa kau ada di sini di Minggu pagi. Aku bisa mengingat jadwal latihan Ryan di luar kepalaku, Tuan Archer. Hari Minggu bukanlah hari di mana kau dan Ryan bisa bersama. Apakah uang yang kukirimkan kurang?"

Will terkekeh. Menyelipkan tangan ke saku jinsnya. "Ya Tuhan, Em. Aku tidak mempermasalahkan uang yang kau kirim. Aku bahkan bisa merelakan uang itu. Kau yang mendesakku mengirimkan tagihan. Kau memang tak suka basa-basi, ya?"

"Aku tak suka dengan kemunculanmu yang selalu mendadak." Em berkata tajam.

Will mengangkat kepalanya. Matanya berkeliling seperti predator yang tengah mengawasi. Setelah itu kembali menunduk, menyejajarkan pandangan pada mangsanya; Em. Wanita itu bisa merasakan warna biru yang menyejukkan berusaha menghampirinya. Terhipnotis dan terpesona. Ini seperti oase di tengah gurun? Entahlah. Em sulit menggambarkan.

Surrender of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang