Prolog

15.1K 853 21
                                    

"Aku mau melamar kamu."

Kata itu terlontar saja dari mulut lelaki di depannya. Tubuh lelaki itu terlihat gugup. Tangannya gemetar memegangi sebuah kotak kecil berwarna merah yang terbuka. Kotak itu menampilkan sebuah cincin emas dengan berlian putih mengkilap sebagai hiasannya. Dalam satu helaan napas, lelaki itu mengucapkannya dengan yakin.

Nuansa malam yang romantis kini tengah dirasakan oleh keduanya. Hembusan angin menerpa seakan ikut menantikan jawaban dari wanita cantik malam itu. Senyum manis wanita itu seakan tak pernah menghilang. Dia bahagia malam itu.

"Sat, kamu serius?"tanya wanita itu dengan penuh rasa haru sekaligus malu.

Lelaki di depannya hanya mengangguk. Padahal jauh di dalam hatinya dia berusaha menahan rasa gugupnya yang membabi buta.

"Dari dulu aku selalu serius, Kinan Amarani."tegas lelaki itu sekali lagi dengan yakin.

Wanita yang masih mengenakan seragam kerja nya itu hanya terkekeh malu. Dia bingung harus menjawab apa. Lagipula baru satu jam yang lalu dia menerima pesan untuk saling bertemu setelah dua tahun tak saling jumpa. Seharusnya lelaki ini melakukan hal yang menyenangkan baginya, seperti menonton film bersama, bermain di taman layaknya dulu, bahkan mencoba menembak kaleng-kaleng hingga terjatuh. Seharusnya hal itu ia lakukan ketika dua tahun sudah lama terpisah.

"Kamu bukan Satria yang aku kenal ya?"

Satria mengerutkan keningnya. Dia tak mengerti apa maksud dari wanita itu. "Kinan, kamu sekarang lagi gantungin aku."

"Kamu juga gantungin aku. Dua tahun malah,"

Satria menggaruk kepalanya menyesal. "Itu kan karena panggilan tugas,"

"Bukannya ngajak hal yang menarik malah dibikin deg-degan sekaligus malu kayak gini."omel Kinan tanpa henti.

"Jadi kamu nolak aku nih ceritanya?"

Kinan mendengus kesal. Dia kini seakan berpikir sejenak. "Sat, aku mau tanya sesuatu."

"Apa itu?"

Kinan mendekap jari-jari tangannya. Dia memajukan wajahnya mendekati telinga lelaki di depannya itu. "Kalo misalnya si cewek langsung bilang iya, itu wajar nggak sih?"

"Kinan! Kamu itu udah gede sekarang, bukan anak SMA lagi. Demen banget bercanda sih,"

Kinan terkekeh pelan. Dengan satu gerakan dia mengecup pipi kanan lelaki itu sekilas. Mendapati hal itu, Satria hanya menggeleng pelan. Kekasihnya itu selalu bersikap seperti kekanak-kanakan dan manja. Sudah beberapa tahun jarang bertemu nyata nya sikap manja itu masih ada.

Tangan kanan wanita itu mengenggam erat tangan lelaki yang baru saja melamarnya itu. Kekehan pelan juga terdengar. Sejujurnya wanita itu merasa gugup, dia juga berharap hari ini terjadi. Mendengar pernyataan dari kekasihnya itu untuk jenjang hubungan yang lebih jauh lagi.

Jika dipikirkan umurnya kini sudah 22 tahun sedangkan Satria sudah menginjak 27 tahun. Keduanya sudah diperbolehkan saling membina rumah tangga, mengingat umur mereka kedua yang sudah matang.

Belum juga mendengar jawaban yang pasti, Satria kembali berdeham pelan. "Kamu masih gantungin aku loh,"

"Udah dikodein juga masih aja nggak peka, sana deh gausah ketemu aku."

Satria mencubit gemas pipi kekasihnya itu. Tangannya kemudian melekatkan cincin cantik itu di tangan kiri wanita itu. Keduanya saling melontarkan senyuman malu, sama seperti pernyataan sebelumnya ketika mereka masih belum mengenal. Dengan tiba-tiba selalu Satria yang mengutarakan duluan tanpa pernah disangka.

Cincin itu sudah terpasang dengan cantik. "Senyum aja kali nggak usah malu kayak gini,"

"Satria masih nyebelin dari dulu,"tegas Kinan kesal.

Kinan kemudian mengeluarkan telepon genggam miliknya. Kini aplikasi kamera sudah ia buka dan siap untuk memotret moment indah malam ini. Saat hendak mendekatkan diri untuk mengambil gambar, Satria kemudian bergerak secara tiba-tiba. Dari wajahnya terlihat sekali kalau lelaki itu enggan difoto.

"Kita cuman punya lima foto bersama loh. Miris nggak sih kalau jadi aku yang pacaran sama kamu?"

Satria terkekeh pelan. Dia langsung mendekap bahu wanita itu agar mendekat kearahnya.

Jepret!

Satu buah foto berhasil diabadikan. Wajah Kinan yang penuh dengan kebahagiaan sedangkan Satria yang terlihat kaku ketika difoto sama seperti biasanya. Kinan kemudian tersenyum lebar. Bianglala yang membawa keduanya hingga puncak paling tertinggi itu cukup membuat Kinan gemetar karena takut.

"Mau turun nggak?"

"Mau,"jawab Kinan cepat.

Satria tersenyum usil. "Cium pipi dulu,"

Kinan berdecak singkat awalnya. Namun karena dia takut akan ketinggian, dia mau melakukannya. Wanita itu mendekati pipi Satria, dalam sehari ini saja Satria sudah membuat dia kesal sekaligus meleleh karena sikapnya. Sementara itu Satria yang merasa hari ini dia menang, tak mau melewatkan untuk mengerjai Kinan.

Dia sengaja melakukan itu.

Belum juga mencium pipi lelaki itu, panggilan telepon terdengar berdering dari ponsel Kinan. Alhasil Kinan memundurkan wajahnya untuk mengangkat telepon dengan cepat. Raut wajah Kinan langsung berubah seketika. Wajahnya seketika saja memucat ketika mendapatkan panggilan itu. Hal itu tentu membuat Satria sangat khawatir.

"Ada apa?"tanya Satria yang penasaran.

Kinan tak bisa membohongi kekhawatiran nya kali ini. "Aku harus ke rumah sakit, sekarang juga."

Keduanya sudah sama-sama dewasa kali ini. Waktu mereka berdua tak hanya diperuntukkan untuk hal-hal kenakanan seperti dulu. Keduanya sama-sama memegang teguh tanggung jawab yang tak bisa diabaikan demi kepentingan pribadi. Mereka berusaha saling mengerti dengan kehidupan pekerjaan mereka.

Keduanya sudah saling membangun rasa percaya, pengertian, dan kesetiaan selama bertahun-tahun. Jadi keduanya membuang jauh rasa cemburu yang hanya membuat lelah.

"Aku antar,"ucap Satria.

Kinan mengangguk pelan. "Maaf, karena aku harus pergi."















TBC

Btw alurnya aku rubah wkwkwkw

Even If Time PassedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang