"Pengumuman udah keluar!!!!!!!"
Sontak saja waktu istirahat yang seharusnya dinikmati secara tenang mendadak menjadi ricuh. Usai desas-desus pemindahan tugas ke daerah menjadi relawan, akhirnya hari ini diputuskan siapa saja yang akan mewakili rumah sakit ini. Dibutuhkan lima orang dari rumah sakit tempat Kinan bekerja. Dan semua dokter maupun perawat yang ada disana berharap kalau bukanlah mereka.
Sebuah lembaran baru yang masih dibungkus amplop coklat menjadi pusat perhatian. Semula dikumpulkan dulu dokter sesuai dengan spesialisnya, tak perlu menunggu lama, orang-orang yang penasaran itu telah berkumpul.
Bella memegang amplop itu karena dia yang menerima, belum juga ia buka, orang-orang yang penasaran ini sudah meneriaki Bella agar segera membukanya.
"Buruan dong, abis itu bacain satu-satu."saran dari salah satu dokter perempuan juga disana.
Bella juga gugup. Dia sendiri bahkan juga merasakan deg-degan. Bagaimana kalau nantinya dirinya yang akan menjadi salah satu dari relawan itu? Ah, dia sendiri tak mau.
Kinan datang dengan menempati posisi paling depan. "Bel, buruan."
"Bentar kek, gue gugup kali."balas Bella sebal.
Kinan mengarahkan tangan kanannya lalu seakan meminta amplop itu berpindah kepada dirinya. Tapi Bella malah membalasnya dengan gelengan kepala. Regan berdesis. Lelaki itu merasa kalau rekan kerjanya kurang memiliki nilai kemanusiaan, buktinya tak ada yang mau dipindahkan ke lokasi terpencil.
"Gue akan buka nih,"tegas Bella mengeraskan suaranya.
"Buruan mbak!"
"Buruan dong, nggak ada nama kita kan?"
"Jadi deg-degan sendiri,"
Desis yang lainnya yang sama halnya dengan dirasakan oleh Kinan atau Bella. Mereka sama-sama tak mau menjadi relawan dengan berbagai alasan. Inilah, itulah, intinya mereka ingin bekerja di Jakarta tanpa harus pindah ke daerah terpencil.
Bella membuka amplop itu, ada selembar kertas di dalamnya yang akan menjadi penentu.
"Kinan Amarani,"ucap Bella ketika melihat nama pertama itu adalah teman gosip dengannya di kantor.
Kinan menghelakan napasnya kesal. Dia lagi dia lagi. Mungkin karena masalah serta kasus kemarin, rumah sakit ingin menghukumnya secara tak langsung. Menjadi relawan lagi. Kinan tidak memersalahkan hal itu, dia hanya takut jika berada disana dia akan sulit berkomunikasi dengan orang rumah.
"Sialan,"umpat Kinan kesal sendiri.
Regan yang ada dipojok sana terkekeh pelan. Padahal Kinan sudah seratus persen yakin kalau dia tak akan dipindahkan karena bertukar negosisasi dengan Regan. Namun nyatanya Kinan menjadi satu kandidat dokter yang menjadi relawan.
"REGANNN!!!!"amarah Kinan ingin meledak saat itu juga.
Regan hanya menaikkan sebelah alisnya. "Sori, gue nggak bisa ngerayu atasan biar lo bebas dari tugas."
"Ish,"
"Tenang aja, Ki. Gue bakalan ikut juga dalam tugas itu. Jadi lo nggak akan kesepian disana apalagi galau jauh dari gue."jawab Regan sambil terkekeh. Ah, bahi Regan melihat amarah dari Kinan adalah sedikit hiburan untuknya.
"It's okay!"ketus Kinan lalu berbalik keluar untuk menikmati jam makan siangnya.
Regan tersentak ketika Kinan hendak keluar. "Mau kemana?"tanya Regan dengan suara keras, namun sepertinya Kinan tak mendengar itu.
Suasana hati Kinan berkurang. Dia sebal, kesal, mencampur menjadi satu. Kinan merogoh saku kantongnya, dia ingin mengabari Mia soal kepergiannya yang mungkin akan berlangsung lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Even If Time Passed
ChickLitSEKUEL DARI CERITA OK CAPTAIN "Yang saya butuhkan hanya satu orang yang bisa memahami dan mengerti saya. Hanya itu,"