Hari yang tak diharapkan #1

171 5 0
                                    

🍀🍀🍀

Tertunduk kala mendapati pemuda yang begitu di cintainya menghina sang kakak, tangannya mengepal tinju, ingin sekali dia membungkam mulut pemuda dihadapannya itu.

"Lihatlah ayah mereka terdiam karna belangnya sudah ketahuan"

"Aku diam karna menghargain ayah mu tapi melihat tingkahmu yang begitu rendahnya membuatku tidak bisa diam lagi" ucap Embun lembut namun penuh penekanan.

"Rafa bramanto wijaya yang terhormat, namamu begitu berkelas namun mulutmu begitu rendah, sudah cukup bicaramu, kau boleh menghina dan mencaciku tapi tidak dengan kakakku, tidak apa-apa kau tidak mengakui anak ini tapi kelak kau akan menyesal telah menghancurkan masa depanku" kata Embun dengan air mata yang mengalir.

"Ayo mas kita pulang percuma menjelaskan kepada mereka yang bermartabat dan terhormat ini karna mereka hati mereka telah buta" ajak Embun yang di sambut anggukan oleh Raden.

"Untuk tuan Bram semoga kelak kau tidak kaget saat mengetahui kebusukan anak yang kau banggakan itu, kami permisi assalamualaikum" ucap Raden.

Flas back off

Menunduk dengan air mata yang terus tumpah, tangan mungilnya terus menutup wajah cantiknya itu.

Mengelus lembut kepala berlapis kerudung hijau itu, sampai sang empunya menengadahkan kepala dan menatap Firman.

Tersenyum guna memenenangkan gadis di sampingnya itu.

"Tenanglah itu hanya masa lalu" ucapnya lebut sambil mengusap air mata Embun.

"Tapi kak Embun tidak mau membuat orang kecewa saat mengetahui masalalu Embun, dan Embun tidak mau menjalin hubungan dengan rahasia besar yang Embun sembunyikan darinya" menatap sendu Firman yang masih mengusap air matanya.

"Ya Allah kasihan sekali gadis ini, karna kesalahan di masa lalunya dia menghukum dirinya sendiri" batin Firman.

"Dik percayalah jika Allah tidak akan membuat hambanya terus menderita, dan percayalah kelak pasanganmu itu akan tetap menerimamu apa adanya" nasehatnya sambil tersenyum dan mengusak kepala Embun sayang.

Embun terdiam dia hanya mendengarkan ucapan Firman tampa komentar lagi.

"Dik bolehkan aku bertanya sesuatu?" Izin Firman.

Mengangguk mengiyakan.

"Kata adik tadi adik hamil, lalu dimanakah keberadaan anak yang adik kandung itu?" Tanya Firman penasaran.

"Saat usia kandunganku menginjak tiga bulan Embun keguguran kak" jawabnya sedih.

"Allah mengambil anakku, aku belum melihat rupanya hiks aku belun menggendongnya hiks hiks Allah menghukumku kak Allah tidak mengizinkan aku mencium anakku" ratapnya sedih.

"Allah mengambilnya" ulangnya dengan nada yang begitu pilu.

Tak tega dengan gadis di sampingnya yang memeluk perut ratanya seakan anak itu masih berada di dalam perutnya, tampa sadar Firman menarik Embun dalam pelukannya.

Gadis itu tidak memberontak, di benamkan kepalanya ke dada bidang Firman, menangis di sana sejadinya.

Sedangkan Firman kaget akan tindakannya sendiri, namun dengan segera Firman menetralkan rasa kagetnya itu.

Tangan kekarnya mengelus punggung kecil Embun yang bergetar.

Baju kaosnya basah dengan air mata, namun dia tidak memperdulikannya.

"Tenanglah dik, Allah punya rencana yang indah untuk semua itu" nasehat Firman di sela pelukannya.

Dapat di rasakan kepala Embun mengangguk lembut, jari-jari lentiknya meremas kaos depan Firman dengan kuat menyalurkan rasa sedihnya yang selama ini dia pendam.

Mempererat pelukannya untuk menyalurkan kekuatan agar Embun tidak bersedih.

"Hiks hiks hiks bantu Embun ya kak, Embun tidak mau menikah dengan peria itu, tidak mau" ucapnya di tengah isak tangisnya.

"Ya kakak akan membantumu dik, kakak janji" ucap Firman mantap.

Remasan pada bajunya mulai melonggar, kini nafas Embun begitu teratur dan tenang.

Sedikit melonggarkan pelukamnya untuk melihat gadis di pelukannya itu, tersenyum kala mendapati sang gadis tertidur pulas dengan jejak air mata di pipi pualamnya.

"Kamu capek ya, aku akan cari cara agar apa yang kamu inginkan terwujud" ucap Firman mantap sambil mengusap sisa air mata di pipi Embun.

Menggendong Embun ala bridal styl membawanya masuk secara diam-diam agar orang rumah tidak ada yang terganggu.

Meletakkannya di atas ranjang dengan perlahan seakan gadis itu adalah barang yang mudah rusak dan hancur.

Menarik selimut hingga sebatas leher Embun, meneliti setiap jengkal kamar Embun yang begitu rapi dan nyaman, semua tertata dengan baik, hingga pandangannya terarah kesebuah kalender kecil di nakas meja tidur, coretan merah di tanggal itu begitu banyak sampai pada satu tanggal yang berlingkar merah terdapat sebuah note di bawahnya.

'Hari yang tak diharapkan' bunyi note tersebut, Firman tersenyum kecut satelah membacanya, sebegitu tak inginnya dia menikah sampai hari dimana dia akan di pinang diberi note itu.

Menatap lagi wajah ayu yang tertidur lelap kemudian pergi meninggalkan kamar Embun.

Duduk di samping ranjangnya mencari sebuah ide untuk rencananya.

"Sepertinya aku harus meminta bantuan kak Dea" bisiknya sambil merebahkan tubuhnya di ranjang dan menutup matan dengan lengan tangannya.

...
Hening hanya dentingan sendok yang dominan di ruang makan pagi itu.

Tak sengaja Firman dan Embun bertatapan, terlihat mata gadis itu bengkak akibat terlalu banyak menangis dan lingkar hitam di bawah matanya menandaka gadis itu kurang tidur, Firman tersenyum seakan memberi semangat dan mengataka semua akan baik-baik saja.

Menganngguk menjawab senyuman Firman, Embun kembali menyendok nasi dan menyuap kemulutnya dengan tampa nafsu.

Dua hari lagi nasibnya akan di tentukan, hanya keajaiban yang dia harapkan saat ini agar perjodohannya tidak terjadi tampa mempertaruhkan masa depan sang kakak.

"Bang Firman gak bisa ikut abang kali ini Firman ada urusan tidak apa-apakan?" Izinnya ke Raden saat akan pergi menggarap novelnya.

"Urusan apa Fir?" Tanya Raden penasaran.

Bukannya menjawab Firman hanya menaikkan bahunya tanda bahwa itu rahasia dengan senyum misterius yang dia tampakkan di wajah tampannya.

Memutar bola mata jengah akan tingkah Firman, Raden tau jika Firman seperti itu tandanya dia ingin menyelesaikan masalahnya sendiri tampa bantuan siapapun.

Dan tentunya Raden tidak akan ikut campur terkecuali Firmab meminta bantuannya.

"Terserah kau saja" balas Raden jengah, dan kembali melakukan aktifitasnya yang terhenti.

Memakai sepatu kesayangannya dan ranselnya kepunggun, lalu pergi.

"Ok kalau begitu aku pergi kalau butuh bantuan kau tau aku dimana assalamualaikum" pesan dan pamir Raden.

"Waalaikumsalam, ya aku tau bang" balas Firman sambil melambaikan tangannya.

Setelah Raden tidak terlihat lagi Firma segera pergi juga meninggalkan rumah.

Di sepanjang jalan fikirannya di penuhi berbagai macam rencana untuk membantu Embun namun semuanya itu tidak bisa dia lakukan begitu berisiko.

"bagai mana kalau Embun lari dari rumah saja atau bersembunyi saat hari itu?" Fikirnya, menggelengkan kepala tanda itu ide yang buruk.

"Pura-pura sakit parah?" Diam sejenak kemudian menggeleng lagi tanda itu juga tidak bagus.

"Aaakkkkhhh aku memang harus minta banty kak Dea" putusnya.

Menekan tombol nomer seseorang yang akan membantunya.

Menunggu sejenak hingga suara di sebranga terdengar.
"Hallo"

"Hallo kak Dea aku butuh bantuanmu" balas Firman.
.
.
.
.
.
TBC

Ukhty izinkan aku menghalalkan mu (Finis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang