[11] Selamat Tinggal

285 42 15
                                    



Enam orang yang tersisa tak lagi bersama-sama. Selepas sholat subuh tidak ada yang berkumpul bersama teman-temannya dan mengobrol; mereka diam. Mereka membiarkan cuitan burung-burung dan suara angin yang bersemilir tenang mengisi kekosongan sementara mereka sendiri merenung dalam ketidaktenangan. Enam orang tersisa, dan Werewolf masih hidup di antara mereka.

Tata menatap air mancur jadi-jadian yang terletak di depan ruang serbaguna. Sampai sekarang ia tak pernah mengerti alasan mengapa ada air mancur kecil di sana, dan bola batu yang diletakkan di puncaknya masih saja berputar, mengeluarkan air dari lubang di atasnya. Benda itu terus menyala, air yang ia jatuhkan terus mengalir, entah sejak dan sampai kapan.

Apa yang mereka lakukan di sini tampaknya nyaris sama dengan air mancur itu; tak berguna, tak memiliki alasan. Sebelas hari mereka di sini dan pertarungan masih terus berlanjut. Garis harapan hidup mereka nyaris mencapai titik nol setelah melihat gembok yang mengunci gerbang Joglo itu. Mereka terus mengamuk frustrasi—bahkan Pipit masih merapat umpatan sampai pagi ini—dan Tata, dengan kecewa dan lebih frustrasi, menerima kenyataan bahwa ia telah memprovokasi seorang Seer untuk menunjuk seorang Villager biasa.

Alasannya mencuci muka pagi ini adalah karena saat subuh tadi ia tak sengaja melirik kelas yang tadinya ditempati Rafi dan Ezha. Di dalam, di tengah kelas, Rafi terduduk, tangannya terkulai lemas, dan Tata samar-samar melihat garis yang tertoreh di lehernya. Kedua matanya sedikit membuka (dan Tata akui ia takut melihat mata itu tiba-tiba membuka lebar atau menutup sendiri).

Rafi mati karenanya, karena spekulasi buru-buru dan tanpa bukti darinya. Melihat mayatnya tadi akhirnya berhasil membuat Tata yakin; bahwa tugasnya akan ia lakukan malam ini.

Di dalam perpustakaan Pipit berbaring di atas karpet, buku 99 Percobaan Ilmiah tergeletak di sebelahnya. Dalam diam ia berkata bahwa andaikata ia bisa keluar dari sini, ia bersumpah akan melakukan 99 percobaan dalam buku itu seorang diri. Kemudian pikiran mengenai ujian akhir dan SMA merayap masuk kembali, membuatnya berpikir ulang apakah ia harus masuk ke SMA komplek atau swasta saja. Tapi ketika mayat teman-temannya terbersit dalam pikirannya, ia sadar, hal itu tak lagi penting.

Pipit tak ingin menyalahkan, namun Tata seharusnya memang tidak memutuskan sesuatu begitu saja. Satu kalimat tak akan menjadi bukti kuat bahwa orang yang disebutkannya merupakan seorang Werewolf. Semalam Yunda bersikeras untuk menunjuk Rafi. Pipit sudah mati-matian membela laki-laki itu, namun Yunda terlampau percaya pada Tata, maka nama seorang Rafi tetap ia ketik di layar ponselnya.

Kini, dengan enam orang tersisa, maka jumlah tersangka benar-benar telah mengerucut. Pipit jelas tahu ia sendiri Villager, begitupula Yunda—dan Abhista, meskipun bukan merupakan Villager, tetap saja bukanlah bagian dari kubu Werewolf. Tiga orang yang tersisa hanya Syarifah, Silvia, dan Tata.

Yunda menatap sebuah gembok dan kunci yang tergeletak di depan pintu kelasnya. Setelah berpikir sejenak ia sadar, sang Werewolf telah mengejeknya. Dia mengejek seorang Apprentice Seer yang terus berada dalam lindungan seorang Guardian, meringkuk dalam kegelapan. Yunda tak tahu harus melakukan apa pada kedua benda tersebut.

"Febi, ya..." gumamnya suram. Ia memungut gembok dan kunci tadi. Mereka sudah seharusnya dikembalikan pada pemilik yang sebenarnya, pemilik yang sekarang telah tak bernyawa.

Yunda memberanikan diri memasuki kelas yang kecil dan beratap rendah itu. Matanya terpancang pada sosok mayat Febi yang terduduk tak berdaya dengan sebuah pisau tergeletak di sebelahnya. Lagi-lagi Werewolf meninggalkan sebuah cinderamata, menyatakan Villager sudah tak bisa apa-apa. Yunda yakin, malam ini ia dan Pipit akan mati di tangan Werewolf, lalu Villager kalah.

[completed] CURSED CLASS: WEREWOLF GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang