6

806 175 44
                                    

"Kinal hari ini kamu anter aku ke-" ucapanku terhenti saat melihat dirinya yang sudah rapi berpakaian berdiri di depan pintu kamar dengan senyum manis di bibirnya. "Ke gereja kan? Yuk." Katanya.

Aku terkekeh lalu mengambil tas tanganku dan keluar dari kamar berjalan menuju rak sepatu. "Tumben kamu udah rapi aja, biasanya harus aku tarik dulu baru bangun." Ujarku sambil memakai flat shoes di kakiku.

"Iya, aku sekalian mau ada urusan." Jawabnya berdiri bersedekap dada di dekatku. "Jadi kamu aku tinggal dulu ya?"

"Oh, yaudah."

"Sebentar kok." Katanya meyakinkanku.

Aku terkekeh. "Iyaa Kinal, lagi kamu juga pasti bete nunggu aku ibadah." Ujarku. Dia tertawa. "Sebenernya nggak masalah sih nunggu kamu ibadah. Tapi yah ini penting."

"Iya bawel." Jawabku sambil menarik hidungnya gemas. "Yaudah yuk."

Kinal mengangguk lalu ia menggenggam tanganku dan kami keluar dari apartemen menuju basement. Selama di dalam lift Kinal hanya diam. Namun sesekali ia menyenggol lenganku atau mencubit pipiku. Walaupun tidak berbicara, tangannya tetap aktif menjahiliku. Aku tidak marah, sebab aku sudah biasa di jahili Kinal.

"Nanti waktu ibadah yang khusyuk," katanya saat kami sudah berada di dalam mobil dan sudah mulai membelah kota Jakarta. "Jangan mikirin aku. Aku tau, aku emang ngangenin." Lanjutnya yang langsung membuatku mendengus.

Dia terkekeh. "Ngaku aja Ve, kamu nggak bisa barang sedetikpun nggak mikirin aku." Katanya sambil melirik ke arahku sebentar.

"Kamu bawel banget sih."

"Salah terus aku di mata kamu."

Aku tertawa kecil sambil menggelengkan kepalaku. Kinal akhirnya menutup mulutnya dan fokus pada jalan. Beberapa saat kemudian, nada dering ponsel Kinal terdengar. Dengan sebelah tangannya ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menatap layar ponselnya sebentar, setelah itu ia berikan ponselnya kepadaku.

Viny.

Nama itu tidak asing sepertinya. Aku pernah mendengarnya. Tapi kapan ya?

"Angkat," Katanya. "Bilang, kamu pacarnya Kinal, gitu." Katanya lagi. Aku mengernyitkan keningku tidak mengerti. "Bilang aja begitu."

Aku mengangguk lalu menggeser layar ponsel Kinal dan menempelkan ponselnya ke telingaku. "Halo?"

"Ini siapa?" Tanya Viny.

Aku melirik ke arah Kinal. Kinal menatapku malas. Aku meringis. "Aku Ve, pacarnya Kinal. Kenapa?"

"Ooh Ve, Kinalnya ada?" Tanyanya lagi.

"Ada," jawabku singkat. Aku jadi sedikit curiga dengan orang ini. Ada hubungan apa dia dengan Kinal? Kenapa Kinal tidak pernah menjelaskan tentang ini? Dan satu lagi, nama ini sangat tidak asing di telingaku. Aduh, kenapa aku lupa ya?

"Oh, yaudah nanti kasih tau dia ya. Bilang aku nyariin. Makasih." Panggilan terputus secara sepihak.

Aku meletakan ponsel miliknya di atas dashboard lalu memberengutkan wajahku kesal. Kenapa Kinal nggak pernah bilang tentang ini? Kesel.

"Aku mau pulang." Kataku kesal.

"Lho, kok gituu?" Tanya Kinal bingung. "Udah setengah jalan lho, Ve."

"Aku mau pulang pokoknya." Kataku sekali lagi tanpa menatap wajahnya.

Still Falling For You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang