Halo,
Tepat seminggu sejak terakhir kita bertemu. Harusnya semua ini kusampaikan langsung selama hampir dua bulan yang kuhabiskan denganmu tapi aku cuma seorang pengecut atau mungkin aku takut harus kehilangan apa yang sudah kubangun denganmu, entahlah.
Maaf aku tidak begitu ingat minggu pertamaku mengenalmu, setengah karena ingatanku memang pendek dan setengah lagi karena awalnya aku tidak ingin berurusan dengan kalian, termasuk kamu.
Aku samar-samar ingat saat diputuskan kita dan empat orang lainnya harus hidup di bawah satu atap yang sama selama kurang lebih dua bulan, kamu dan mereka yang sejak awal memang saling kenal karena berasal dari jurusan yang sama langsung bisa saling mengobrol dengan mudahnya sedangkan aku harus memulai dari mengingat nama dan muka kalian, sesuatu yang tidak pernah pandai kulakukan sejak kecil.
Tapi aku ingat saat salah satu dari mereka mengira putri dari pemilik rumah yang akan kita tinggali adalah anak SMP atau SMA padahal dia masih kelas 6 SD.
Aku juga ingat saat mengatur barang dan menentukan tempat tidur dengan satu-satunya anak perempuan lain yang tinggal dengan kita, juga saat aku dan orang yang nantinya menjadi kordes kita mengobrol dengan anak SD tadi.
Dan tentu saja aku tidak lupa di malam penyambutan yang diadakan hari itu juga. Kamu adalah penandaku, badanmu yang tinggi dan rambut acak-acakanmu lebih dari cukup bagiku untuk mengenalimu, biarpun aku masih belum mengingat nama kalian satu per satu.
Kita bahkan secara tidak sengaja duduk bersebelahan, mungkin karena hari itu dan beberapa hari setelahnya aku memilih untuk lebih banyak diam dan mengekor paling belakang sehingga aku bisa duduk di dekatmu, kursi paling ujung di dekat pintu masuk. Kemudian di perjalanan pulang saat aku mencoba untuk berinteraksi dengan kalian kamu menjawab pertanyaanku dan memanggilku dek, membuatku berpikir kalian berlima lebih tua dariku, padahal ternyata kita semua seangkatan.
Aku juga masih ingat beberapa hari pertama saat aku lebih banyak menangis karena ingin pulang dan hanya kamu dan kordes yang selalu mengajakku bicara dan hanya kutanggapi seperlunya. Kamu yang mengetahui jurusanku cukup banyak berhubungan dengan manga, anime dan game, yang kebetulan sama-sama kita sukai, bahkan langsung berpindah duduk ke sebelahku di sarapan hari kedua supaya bisa mengobrol denganku biarpun saat itu aku hanya membalas seperlunya dengan topeng anak baik yang selalu kukenakan saat baru mengenal seseorang.
Dan terima kasih karena hobi dan minat yang kita bagi itu, yang lain mulai mengejek kita. Mereka bilang saat kita mengobrol kita seperti berada di dunia lain yang tidak akan mereka mengerti, ya tentu saja. Di mata mereka bisa jadi hobi kita kekanakan, semester 8 dan kita masih sibuk membicarakan karakter-karakter fiksi, tapi setidaknya itu sedikit bisa mengalihkan pikiranku dari keinginanku untuk pulang.
Dan untungnya kamu tidak ada saat aku menangis meraung-raung saat orangtuaku datang berkunjung untuk pertama kalinya, padahal saat itu baru hari ketiga, kalau tidak aku yakin kamu pasti akan mengejek ekspresiku saat itu dan setidaknya aku sudah bisa sedikit berekspresi saat kamu kembali keesokan harinya dan aku bisa lebih bereaksi saat kamu kembali mengungkit judul-judul anime yang kutahu.
Aku berharap aku punya ingatan yang lebih baik dan bisa menceritakan semua ini dengan lebih baik juga. Baru membahas sebagian awal pertemuanku denganmu saja sudah membuatku tersenyum, entah bagaimana kalau aku mengingat semuanya dengan sempurna.
Terima kasih sudah mengajakku bicara, terima kasih sudah mencoba menjadi temanku entah secara tulus atau terpaksa.Sincerely yours,
Ariana
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Feelings
Short StoryMaaf, aku hanya seorang pengecut yang tidak bisa mengatakan semuanya secara langsung padamu, aku akan menuliskan semuanya di sini sambil menunggumu seperti yang kukatakan di pertemuan terakhir kita. Sincerely yours, Ariana