Halo Awan,
Entah kenapa jadi kangen boncengan, padahal aku tau kamu paling malas boncengan sama aku, biarpun aku tetap aja merasa kamu semangat banget nunjuk ini itu sepanjang jalan kalau kita boncengan, mungkin cuma perasaanku, entahlah.
Aku ingat setiap kita boncengan ke kota berdua kamu sering menunjuk ke arah laut yang terlihat dari atas gunung, kamu juga akan menunjuk gunung yang berkabut sebelum dan setelah hujan turun, belum lagi efek-efek suara yang kamu buat dengan mulutmu saat kamu melajukan motormu, aku kangen semua itu.
Aku ingat kita pernah terpaksa mampir berteduh di salah satu rumah saat hujan tiba-tba turun padahal kita baru berjarak beberapa meter dari rumah, kemudian saat hujan sudah mereda kita menembus gerimis sambil mengobrol kosong seperti biasa.
Biarpun kita bertemu untuk nilai tapi kalau dipikir kita lebih banyak jalan-jalan dan main, ya?
Belum seminggu di sana kita sudah diajak ke taman bunga yang lokasinya cukup jauh, it's worth it anyway, kita sibuk meributkan hydrangea yang tumbuh di sana dan mengaitkannya dengan AnoHana dan aku mendapat kesempatan untuk memotretmu dengan HP-ku karena HP-mu mati saat itu, biarpun ada juga beberpaa fotomu dengan yang lain terselip saat itu. Dan aku juga ingat waktu itu Alka meminjam HP-ku dengan alasan mau mencoba kameranya karena dia berniat untuk membeli HP dengan tipe yang sama dan ternyata dia memotretmu yang saat itu duduk di sebelahku, biarpun cuma tanganku yang kelihatan.
Kita, dengan yang lain juga tentu saja, pergi ke begitu banyak tempat, ya selama di sana. Pergi karaoke, ke pantai, air terjun dan gunung, entahlah kalau itu bisa dihitung jalan-jalan karena waktu itu kita harus mendatangi rumah kepala dusun yang dari rumahnya bisa melihat jelas ke bawah.
Air terjun, hahaha....
Aku ingat saat kita ikut orang-orang di sana untuk makan jagung bakar.Kamu menyuruhku, hampir memaksa bahkan, untuk ikut turun padahal aku sadar itu mustahil dan aku kaget aku masih ada di sini sekarang dan masih bisa menulis semua ini. Moza atau Alka bilang tidak berlebihan kalau bilang perjalanan bolak balik memakan waktu sampai 2 jam, atau mungkin itu karena aku menghambat kalian yang seharusnya mungkin bisa sampai lebih cepat lagi.
Biarpun kamu yang mengajakku, pada akhirnya Moza dan Alka yang membantuku pergi dan kembali, sedangkan kamu? Ah... kalau mengingat hari itu aku jadi ingin meninjumu, serius.
Kamu hanya membuat gestur seolah sedang berdoa, berusaha sebisa mungkin tidak mengurusiku, kamu sadar nggak sih kalau waktu itu kamu jahat banget? Aku ingat meninju lenganmu beberapa kali atau memelototimu setiap kali kita berhenti untuk istirahat, sedangkan yang lain, ya... seperti biasa, mengolok kita, tidak perlu dipertanyakan lagi.
Bahkan saat kita sudah sampai di tujuan aku hanya membelakangi kalian, memelototimu, mengacuhkan yang lain saat mereka berusaha mengajakku bicara, bahkan di foto yang kita ambil di sana tidak sekali pun aku tersenyum. Aku capek, Wan, serius.
Tapi saat kembali entah kenapa sikapmu malah berubah dan aku semakin ingin meninjumu.
Aku yang mulai terbiasa dengan jalanan di sana sudah bisa mengikuti kalian, biarpun beberapa kali Alka, Moza dan Julie, teman Legita dari posko lain yang ikut saat itu, tetap membimbingku turun tapi setidaknya lebih mending karena aku tidak sepenuhnya bergantung pada Alka dan Moza lagi sampai mereka harus memegang tanganku sepanjang jalan.
Saat itu kamu tidak meninggalkanku terlalu jauh seperti saat pergi, bahkan aku masih bisa beberapa kali dengan jengkelnya memarahimu karena terus mengejek dan meremehkanku, malah bisa dibilang kamu dan Alka yang jadi pemanduku saat pulang. Kamu kaget, kan karena saat kembali aku sudah bisa berjalan di bebatuan itu dengan lebih baik? Ha! Maaf saja, ya. I'm a fast learner, you know? Biarpun pas sampai di rumah seluruh badanku rasanya mau hancur.
Apa kamu ingat saat kamu menawari menggendongku turun dari bongkahan batu yang cukup tinggi itu? Di depan yang lain dan kali ini aku yang menolak uluran tanganmu, toh beberapa kali setelahnya aku juga melakukannya, kamu bilang kamu akan menggendongku turun, jujur saja aku mau, sangat, tapi aku takut kamu tidak cukup kuat untuk menopangku, Awan. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku berat, kalau memang saat itu aku jatuh aku tidak mau melibatkanmu dan melukaimu, serius.
I always thought of you before anything else, selfless? No, this is my form of selfishness.
Tapi kalau dipikir kamu memang selalu jadi penuntunku, ya? Aku ingat saat pertama kali kamu menggandeng tanganku, karena Moza sudah lari duluan, karena aku takut menuruni tangga batu yang licin yang sebetulnya nggak ada apa-apanya dibanding perjalanan ke air terjun itu, hari itu dengan terpaksa kamu membantuku turun sambil menggandeng tanganku dan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk bersikap biasa saja, kamu nggak tau sesulit apa itu, I told you I've loved you from the start, remember? Or I haven't yet? Then, there you have it, I love you, although not at the first sight.
Dan satu yang tidak berhenti kupikir sampai detik ini Awan.
Kamu bilang kamu akan setia pada pacarmu.
Kamu bilang kita hanya teman.
Kamu bilang nggak mungkin akan ada apa-apa di antara kita.
Tapi kenapa?
Saat kamu menjulurkan kedua telapak tanganmu, yang kukira hanya untuk double high five, kamu malah menggenggam tanganku setelah kita pulang dari air terjun itu? Belum lagi saat kamu akan pulang kamu mengacak rambutku di dapur saat hanya ada kita di sana, kenapa?
Kamu tahu?
Teman-temanmu memang bilang kamu baik, sangat. Tapi...
Terkadang kebaikanmu itu justru membuat orang lain salah paham bahkan tersakiti, apa kamu sadar itu?
Biarpun Legita pernah bilang kalau caramu memperlakukannya dan aku berbeda, tapi kamu terus mengelak, kenapa?
Bolehkah aku berharap lebih darimu?
Tidak apakah aku menunggumu seperti yang sudah kulakukan sejak kita berpisah?
I've always missed you.
Sincerely yours,
Ariana
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Feelings
ContoMaaf, aku hanya seorang pengecut yang tidak bisa mengatakan semuanya secara langsung padamu, aku akan menuliskan semuanya di sini sambil menunggumu seperti yang kukatakan di pertemuan terakhir kita. Sincerely yours, Ariana