Halo Awan,
Sampai saat ini aku masih menyesali pertemuan terakhir kita yang bisa dibilang berantakan, dan itu semua karena aku dan pikiran konyolku.
Kamu tau?
Mungkin seperti inilah aku yang sebenarnya.
Yang terlalu banyak berpikir.
Yang terlalu khawatir.
Yang terlalu canggung.
Yang terlalu... entahlah, aku merasa kalau aku tidak punya sisi baik dari diriku yang bisa kubanggakan.
Aku berisik.
Aku tidak pintar memasak.
Aku juga tidak telaten mengurus rumah.
Aku tidak pintar berbicara di depan orang banyak.
Aku bahkan tidak pintar berdandan seperti cewek-cewek seumuruku seharusnya.
Tapi kamu pasti tau semua itu, toh secara terpaksa atau tidak kita pernah tinggal serumah untuk waktu yang bisa dibilang lama tapi juga terasa sebentar, setidaknya untukku.
Awan,
Aku selalu berharap bisa menghabiskan waktu lebih lama denganmu, bahkan aku terus berharap menghabiskan sisa waktuku denganmu.
Tapi itu tidak mungkin, ya.
Bagaimana bisa aku memintamu untuk menjanjikan "selamanya" saat aku tidak bisa menjanjikan hal yang sama? Aku bahkan tidak tau sampai kapan batas waktuku.
Lagipula kamu kan sudah memilih orang lain untuk berada di sampingmu.
Aku bukan siapa-siapa, biarpun aku selalu berusaha untuk mendapatkan gelar siapa-siapa itu.
Tapi sepertinya aku harus memperjuangkan gelar sarjanaku lebih dulu, hahaha...
Awan,
Bibirku terus membisikkan namamu, pikiranku dipenuhi olehmu dan hatiku akan bergetar hanya dengan mendengar namamu, bagaimana caranya supaya aku bisa melupakanmu?
Apa bisa aku tetap menyukaimu tanpa bertemu lagi denganmu?
Apa boleh aku merindukanmu?
Apa aku masih boleh menunggumu?
Apa aku boleh mengungkapkan seberapa berartinya kamu dalam hidupku?
Apa boleh... aku memohon supaya waktu bisa diputar kembali.
Sincerely yours,
Ariana
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Feelings
Short StoryMaaf, aku hanya seorang pengecut yang tidak bisa mengatakan semuanya secara langsung padamu, aku akan menuliskan semuanya di sini sambil menunggumu seperti yang kukatakan di pertemuan terakhir kita. Sincerely yours, Ariana