Awan,
Apa pernah kamu kecewa sama aku? Apa kamu pernah memiliki ekspektasi yang tinggi sama aku? Aku...
Aku selalu berharap sama kamu, dalam urusan piketmu, pekerjaanmu sebagai sekretaris dan juga dalam hal menjadi temanku.
Kamu tau?
Aku bukan tipe orang yang bisa langsung menyukai apalagi berteman dengan seseorang, buktinya aku baru benar-benar bicara dengan kalian setelah empat hari, itu pun aku masih berbicara dengan sopan dengan kalian, kalau sekarang... ah sudahlah.
Aku ingat sehari setelah kalian kembali dari mengambil kendaraan aku berboncengan dengan Will dan aku berbicara dengan halus dan sopan, sedangkan sekarang entah berapa kali aku sudah membunuh orang itu dalam pikiranku, kordinator kita yang... sudahlah lebih baik semua umpatan dan makianku kukeluarkan besok saat bertemu dengannya.
Yap, besok. Hari yang kutunggu untuk bertemu lagi denganmu setelah 12 hari yang berasa setahun bagiku, tapi kamu malah tidak akan datang karena sakit, padahal aku sudah mempersiapkan begitu banyak untuk besok, entah itu pertanyaan, pernyataan dan beberapa benda yang sebetulnya cukup untuk dilempar.
Besok aku akan bertemu lagi dengan Will, Moza, Alka dan Legita, tapi aku tidak akan bertemu denganmu, orang yang paling ingin kutemui saat ini.
Kamu tau?
Di antara kalian berlima, aku merasa paling dekat denganmu, mungkin karena begitu banyak kesamaan di antara kita, sampai-sampai ada yang bilang bahkan kita mirip secara fisik. Padahal harusnya kan aku lebih dekat dengan Legita, karena cuma aku dan dia cewek di rumah itu, tapi aku malah lebih dekat denganmu, kemudian Will barus setelah itu Alka dan Moza.
Kita bahkan pernah menghabiskan beberapa malam bersama..
Eits, ini bukan perkataan ambigu seperti yang sering kamu lontarkan, ya.
Maksudku kita sering menonton anime atau bermain game sampai malam, entah di luar atau di kamar kalian.
Sial, aku jadi teringat lagi ungkapan ambigumu.
Aku ingat saat deadline laporan sudah dekat kamu dengan cueknya bilang "Malam ini kamu di kamar, ya?"
Kemudian kubalas dengan mata melebar karena kaget "Heh? Kamar mana?"
Dan kamu malah menjawab "Ya kamarku, lah." melihat mataku yang semakin melebar kamu langsung menambahkan sambil tertawa "Tuh, kan mikir yang aneh-aneh lagi, maksudnya malam ini kamu kerja laporan di kamarku bareng Moza juga."
Kamu pikir itu salah siapa? Dan tentu saja tidak lupa beberapa kali tinjuku mendarat dengan mulus di lenganmu, belum lagi beberapa jokes kotor lain yang kamu lontarkan selama kita bersama.
Ingat saat kita berdua pergi mengambil seragam sekalian aku mengantarkan beberapa kotak susu untuk temanku di posko induk?
Saat itu aku tidak sengaja melontarkan jokes kotor dan kamu bilang aku cukup berbahaya, belum lagi temanku memarahiku dan bilang kalau kita tidak sedang bersama teman-teman jurusanku, beberapa kali setelahnya kita tetap melontarkan jokes itu di rumah, yang lagi-lagi membuat yang lain mengatakan hanya kita yang akan mengerti jokes itu. Kamu bahkan pernah sekali mengimprovisasinya di depan yang lain.
Malam itu kita berenam duduk di gazebo di depan rumah dan saat aku beranjak turun kamu bertanya.
"Mau kemana?"
"Ambil susu bentar di dalam" jawabku sambil memakai sendal.
"Lho? Buat apa? Itu susumu ada terus."
Dan lagi-lagi tinjuku melayang tapi kamu hanya membalasanya dengan tawa dan aku menggerutu sambil masuk ke dalam rumah.
Awan,
Apa pernah kamu marah sama aku?
Ah, sudah pasti pernah, ya.
Saat aku melontarkan dirty jokes.
Saat aku berusaha untuk nimbrung di pembicaraanmu dengan Moza dan Alka.
Saat aku memilih untuk diam saat kalian sibuk mengobrol.
Saat aku memilih untuk menyendiri di gazebo saat beberapa teman kalian datang ke rumah.
Saat aku malah tertawa saat harusnya aku menghabiskan makananku.
Tapi aku tidak pernah bisa marah sama kamu.
Ingat saat kita kembali dari air terjun dan aku bilang aku marah sama kamu? Dan aku bilang aku akan mentraktir semuanya kecuali kamu karena kamu tidak membantuku selama di sana?
Aku bohong, Wan.
Aku bahkan memberitahu Will soal itu.
Aku tidak pernah dan tidak akan pernah bisa marah sama kamu. Bahkan saat ini, saat harusnya aku dengan jelas mengutarakan kekecewaanku sama kamu.
Aku terus meyakinkan diriku sepanjang sore.
Awan sakit.
Awan bukannya tidak mau bertemu, tapi dia tidak bisa bertemu.
Kenapa Awan tidak datang padahal cuma dia satu-satunya alasanku pergi besok?
Berkali-kali aku sadar kamu menyakitiku, secara sadar atau tidak, tapi aku tetap berpikir positif.
Kamu adalah alasanku bertahan, aku tidak mungkin membencimu, biarpun harusnya aku melakukan itu.
Aku kangen, Wan. Tapi aku tidak akan pernah bisa mengatakannya langsung.
Di sini aku hanya orang luar.
Di sini aku bukan siapa-siapamu.
Jangankan untuk kangen, bahkan hanya untuk sekedar mengajakmu ngobrol tentang hobi kita atau menanyakan kabarmu aku nggak bisa.
Karena di sini aku cuma orang asing.
Semoga kita bisa ketemu dalam waktu dekat.
Aku kangen.
Sincerely yours,
Ariana
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Feelings
Short StoryMaaf, aku hanya seorang pengecut yang tidak bisa mengatakan semuanya secara langsung padamu, aku akan menuliskan semuanya di sini sambil menunggumu seperti yang kukatakan di pertemuan terakhir kita. Sincerely yours, Ariana