Prolog

103 26 22
                                    


Mobil Audi putih berhenti di depan pelataran SMA Dwilingga yang terkenal karena muridnya yang berprestasi dan pemilihan ketat pada setiap calon murid di sekolah tersebut.

"Yaudah bang, Shila ke dalem ya hati - hati bawa mobilnya, " kata Ashila sambil mencium tangan kakaknya.

"Iya, kamu juga. Kalo ada yang macem - macem sama kamu, langsung telpon abang aja, abang bakalan dateng secepatnya. Terus, kalo udah pulang telpon aja biar abang jemput, " kata Reza.
Ashila hanya tersenyum geli melihat tingkah kakaknya yang hanya berbeda dua tahun usia darinya. Kakanya memang selalu over protektif terhadapnya, tapi Ashila tahu ia melakukan itu karena Reza sayang padanya.

"Iya bang, Assalamualaikum ,"

"Waalaikum salam"

Setelah mobil Reza tak terlihat dari pandangannya Ashila melangkahkan kakinya menuju koridor sekolah untuk mencari ruang tata usaha.

Ia melewati beberapa lorong yang masih sepi karena hari masih pagi, hanya ada satu dua orang yang duduk di kursi yang di sediakan oleh pihak sekolah di bawah pohon di pinggir lapangan utama.

Ia berjalan sambil memperhatikan ke sekelilingnya, hingga matanya menangkap sebuah bayangan di ujung lorong di belakang perpustakaan.

Karena rasa penasaran yang tinggi, gadis itu menghampiri dengan perlahan. Sebenarnya ia merasa takut, tapi rasa penasarannya lebih besar sehingga mengalahkan rasa takutnya.

Semakin dekat ia dengan bayangan itu, samar - samar ia mendengar suara seseorang memukul sesuatu kemuadian suara pekikan tertahan yang diikuti suara ringisan.

Ia semakin dekat dengan bayangan itu. Hingga akhirnya ia sampai di tempat dimana ia bisa melihat jelas apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Seketika emosinya meluap dan tangan nya menjadi gatal. Kalau di pikir - pikir Ia sudah lama tidak mengeluarkan salah satu gerakan karatenya.

Ashila paling benci pembullyan seperti yang sedang di lihatnya saat ini. Dan ia akan merasa bodoh kalau ia diam saja tanpa melakukan apapun.

Sepertinya ketiga orang yang berada disana belum menyadari kehadiran Ashila karena posisi mereka yang sedang memunggungi Ashila.

Tepat sebelum sebuah tangan kokoh dari salah satu laki - laki di sana melayangkan tinjuannya. Ashila menahannya kemudian memutarnya ke belakang tubuh si laki - laki tersebut hingga membuat si empunya meringis.
Sementara kedua orang lainnya terkejut menyadari kehadiran Ashila.

"Oh, jadi gini kelakuan anak SMA Dwilingga yang katanya berprestasi dan berakhlak baik sampe pemilihan calon muridnya ketat banget? " Tanya Ashila tanpa melepaskan tangan laki - laki yang hendak menonjok seseorang dihadapannya yang di wajahnya sudah terdapat luka lebam dan sudut bibirnya sobek.

Setelah puas mendengar ringisan laki-laki itu, Ashila menghempaskan tangannya kasar. Lalu bersidekap di depan kedua orang laki - laki yang sedang menatapnya dengan kesal. Sedangkan si korban sedang duduk tak berdaya di tanah.

"Siapa lo?! Berani - beraninya lo ganggu urusan gue?! " Tanya laki - laki yang tadi tangannya ia pelintir dengan garang.

"Gue? Lo gak perlu tau siapa gue, yang jelas gue nggak suka kalo gue liat yang kaya tadi, " jawab Ashila sambil menatap tanpa takut ke arah laki - laki itu.

Laki - laki itu menatap intens ke arah Ashila. Hingga ia menyadari bahwa ia belum pernah melihat gadis dihadapannya ini sebelumnya dan menyimpulkan bahwa ia murid baru. Karena tudak mungkin juga kalau ia bukan murid baru, pasalnya seluruh murid di SMA Dwilingga tidak ada yang berani melawan laki - laki itu.

My Lovely EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang