9 : Imut

65 3 1
                                    

Pagi itu hujan kian deras. Genangan airpun membuat cipratan ketika benda bulat hitam bergelinding melewatinya. Arini terdiam menatap hujan diberanda rumahnya. Pagi itu ia gelisah akan hujan. Kapan ia akan reda dan bisa membawa Arini ke kampus sebelum terlambat.

“Arin? Nunggu apa? Kok belum berangkat?” Tanya Haris mengenakan jas formal lengkap dengan tas kerjanya.

“Ayah gak liat kalo ini ujan?” Balik tanya Arini.

“Kamu ditanya malah balik tanya. Yasudah bawa payung aja kalau gak mau basah basahan.” Ucap Haris.

“Pake payung juga tetep basah yah. Belom lagi kecipratan mobil di perempatan depan. Ujan gini nunggu angkot pasti lama.”

“Hhh kamu itu kerjaannya ngeluuh terus.”

“Lagian ayah. Punya saham dimana mana tapi anaknya masih aja ke kampus disuruh naik angkot.Biar dibilang low profile?” Sindir Arini.

“Yasudah bareng aja sama ayah. Daripada omongan kamu makin ngelantur.”

“Beneran yah? YEAAYYY!!!!” Arini bersorak senang.

Disepanjang perjalan, Arini hanya menoleh melihat setiap jalanan trotoar yang dilewatinya melalui kaca mobil. Hatinya tak tentram entah mengapa. Seperti ada sesuatu yang kurang dari pagi ini. Entah apa itu ia pun tak mengerti.

“Rin, tumben kamu diem aja? Biasanya ngerocos aja tuh mulut.” Ledek Haris.

“Lagi gak mood” Sahut Arini singkat.

“Bete ya gak dijemput Arga?” Aris terkekeh.

“Ih apaansi ayah, tiba tiba jadi ke mas Arga.” Bantah Arini.

“Kan udah dua hari ini kamu dianter jemput sama Arga terus. Kali aja kamu bête kali ini gak dijemput sama dia. Ayah gak salah dong.” Balas Haris.  Arini mengerucutkan bibirnya yang disambut tawa puas dari Haris.

“Kayanya kamu berhenti panggil Arga pakai mas deh Rin. Ayah jadi aneh, umurnya kan gak beda jauh sama kamu.” Saran Haris.

“Suka suka Arin dong. Arin suka kok sama mas Arga.” Ucap Arin sukses membuat Haris menoleh bingung ke arahnya.

“Eh enggak enggak! Maksud Arin, Arin suka panggil Arga pakai Mas.” Ralatnya. Haris menghembuskan nafas lega.

“Arini masuk dulu ya yah. Gak usah dijemput yah, Arin tau ayah sibuk.” Sindir Arini saat mobilnya terhenti di depan kampus. Ia sangat tahu jika ayahnya tak pernah dan tak akan bisa menjemputnya karena terlalu sibuk.

“Dasar tuh mulut. Besok besok ayah cabein baru tau rasa.” Dengus Haris sebelum anaknya mencium punggung tangannya lalu membuka pintu mobil.

“Bye ayaaahh, hati hati.” Arini memberikan senyum lalu berbalik memasuki halaman kampus.

Dari kejauhan seseorang melambaikan tangannya dan segera menghampiri Arini. Arini pun membalas senyumnya. Itu Caca seperti biasa. Ia selalu semangat jika sudah melihat Arini didepan gerbang.

“Arin-kuuuuu” Sapa Caca lalu memeluknya.

“Ih Caca apaansih, malu tau.” Larang Arini.

“Ih Arin jahat sekarang! Kemaren ninggalin Caca di omelin sama Bu Wati.” Dengus Caca sebal.

“Ah iya maaf deh Caca-kuuu, sini peluk siniii.” Rayu Arini tak ingin sahabatnya kesal. Cacapun berbaik hati membalas pelukannya.

“Arin, nanti sore ada kelas tambahan dari pak Edo. Jangan pulang dulu ya” Ucapnya.

“Okedeh siap Ca.” Arini mengacungkan jempolnya.
“Anter Caca ke kantin yuuuk. Caca belum sarapan.” Rayu Caca.

“Iya yuk, Arin juga rada seret nih heheh” Mereka terkekeh dan berjalan menuju kantin.

Seindah Senyum AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang