15 : Teror (2)

55 2 0
                                    

Kepulan asap hitam menyelimuti ruangan itu. Tak ada satu ruanganpun yang terhindar olehnya. Kobaran apipun makin membara mengelilingi tubuh seseorang yang terkulai lemas dilantai.

“Hhhh….uhuk uhuk…uhukk…uhukk…hhhhh” Desah Arga setengah sadar dalam ruangan penuh asap itu.

“Hhhh….Ariiinn…..mas sudah bangun……” Ucap Arga seakan menjawab perkataan Arini diluar kantor yang memanggil namanya. Ia ingin bangun dan segera menghindari kobaran api yang makin menggila disekitarnya. Tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk itu.

Lalu Arga melihat seseorang menghampiri dirinya dan membopong tubuhnya yang lemah tanpa bertanya terlebih dahulu. Badannya cukup kuat dan kekar hingga mudah saja untuk membopong tubuh Arga yang tak kalah kekar. Arga tak tahu siapa orang itu karena penglihatannya terganggu oleh asap yang makin menghitam.

Akhirnya Arga bisa keluar dengan selamat dari dalam kantor. Tubuh Arga diletakkan di rerumputan yang jauh dari kobaran api.

“Hey, kamu siapa?” Arga yang masih setengah sadar memanggil orang itu yang hendak pergi setelah membantunya. Tetapi orang itu hanya menolehkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan Arga.

“Pak Argaaa….pak Arga kok bisa disini pak?” Tanya salah satu karyawannya yang menemukan Arga tergolek lemah di rerumputan.

“Hey siniii. Ini pak Arga!! Ayoo bantu gotong dia ke ambulans.” Teriak karyawan itu memanggil orang lain untuk membantunya menggotong tubuh Arga.

***

Suara isak tangis masih terdengar dalam ruangan serba putih itu. Seorang gadis memegang tangan lelakinya yang tengah berbaring lemah diatas kasur putih dengan oksigen menutupi hidung dan mulutnya.

Mata Arga terbuka dan masih bingung dengan ruangan serba putih dihadapannya. Mungkin surga, begitu pikirnya. Tetapi ia merasakan genggaman lembut ditangannya. Suara tangisnya pun mulai terdengar. Matanya terpejam seakan tak ingin melihat Arga meninggalkannya.
Argapun membalas genggamannya.

Sontak Arini terkejut dan langsung memandang wajah Arga yang tengah memandangnya juga. Air mata Arinipun mengalir kian deras.

“Mas Arga……” Panggilnya. Arga melepaskan oksigen yang ada diwajahnya. Dan mendudukan dirinya.

“Arin sayang banget ya sama aku? Sampe segitunya. Ih seneng deh.” Ucap Arga menggoda sambil menghapus air mata dipipi Arini.

“Gak lucu tau mas. Aku khawatir sama mas Arga. Kenapa sih udah tau mau kebakaran, udah tau bahaya, kenapa gak langsung keluar kantor? Mas itu manusia bukan kucing. Nyawa mas cuma satu.” Omel Arini.

“Yah masnya udah sadar. Orang mah bersyukur gitu kalau aku gak apa apa. Ini malah diomelin. Ah pingsan lagi deh.” Balas Arga hendak membaringkan badannya kembali. Namun Arini menahannya.

“Mas Arga jangan gitu lagi. Arin takut.” Arga pun tersenyum.

“Sini peluk dulu. Kamu makin keliatan gemesin kalau kaya gitu” Ucap Arga lalu mereka berpelukan.

“Arin liat mas deh.” Arini melepas pelukannya.

“Inget ya Rin, aku gak akan kenapa napa selama Arin ada buat mas. Makanya kita harus selalu sama sama biar kita mampu lewatin semuanya. Oke?” Ucap Arga. Arini pun mengangguk dan tersenyum. Lalu mereka kembali berpelukan.

“Drrrtt…..drrrtttt…..drrrttt…..”  Ponsel Arga berdering saat mereka sedang bermesraan. Argapun melepas pelukannya dan segera mengangkat panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Yup, terror itu lagi lagi mendatangi Arga.

“Halooo”

“Hai. Wah, kayaknya lo kuat banget ya? Gue pikir setelah kebakaran itu, lo bakal mati dan Arini bakal jadi milik gue tanpa ada penghalang. Lo itu udah kaya sampah, gak ada gunanya. Lo mau apa juga Arini bakal jadi milik gua. Makanya gua saranin gak usah cape cape ya hahaha” Kata orang diseberang sambungan dengan piciknya.

Seindah Senyum AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang