17 : Maaf

43 1 0
                                    

"Bruakkkkkkk!!!" Tubuh Arga terpental menubruk tembok yang ada dibelakangnya.

Badannya pun mulai terkulai lemas di lantai basement malam itu. Rey yang dengan sengaja menghantam perut Arga dengan tinjunya pun tersenyum puas melihatnya.

"Segini doang kemampuan lo?" Nyinyir Rey. Arga masih terbaring tengah mengumpulkan sisa tenaga yang ia miliki.

"Udahlah man, lo nyerah aja. Arin juga ga bakal nolak kalo nikah sama gue. Lo ga usah khawatir, dia bakal aman sama gue. Masa depannya juga jelas..." Ujar Rey memancing kemarahan Arga.

Arga bangkit dengan mengepalkan tangannya. Dirinya sudah muak dan geram dengan semua tingkah Rey padanya.

"Uh gampang panas ya lo ternyata." Ujar Rey.

"Bacot! Dasar bajingan gila!" Teriak Arga menghantam keras rahang Rey. Rey yang tak sempat menghindarpun tersungkur kebelakang.

Arga menghampirinya dan kian menghantam Rey dengan tinjunya dengan brutal. Lagi lagi Rey tak bisa menahan Arga dan dengan pasrah menerima kepalan tangan Arga disetiap sudut tubuhnya.

"Mas Arga berhentiiiiii!!!!!" Teriak seseorang dari belakang. Arga yang merasa mengenal suara itu menghentikan pukulannya.

Ia menoleh kebelakang dan didapatinya Arini sedang berdiri sambil menangis tersedu memandang kejadian didepannya.

"Shit, sejak kapan dia disana" Batin Arga.

Arga menarik kerah baju Rey yang mulai tak sadarkan diri.

"Gue anggap lo kalah." Bisik Arga ditelinga Rey.

Arga bangkit menjauh dari tubuh Rey yang terkulai lemah dilantai. Arini menghampiri mereka berdua dengan satu tangan menutup bibirnya yang mulai basah karena air matanya yang mengalir deras.

"Rey, kamu ga apa apa? Rey, bertahan ya." Cemas Arini melihat kondisi Rey yang babak belur.

"Hei, cepat panggil ambulans!" Teriaknya pada Arga.

"Hei? sejak kapan dia berani manggil gue ga pake 'mas'?" Gumam Arga dan langsung menelpon ambuans.

***

Arini menatap sendu wajah Arga yang babak belur di sofa ruang tamu rumah Arga. Disana juga terdapat satu baskom berisi air dengan handuk putih digenggaman tangan Arini.

Arga terdiam menundukan kepala membiarkan Arini puas memandangi luka lebam diwajahnya.

Arini mulai menyelupkan handuk putih ke baskom dan memerasnya. Lalu satu tangannya beralih mengangkat wajah Arga dengan paksa.

"Ah sakit!" Jerit Arga.

"Diem!" Bentak Arini mulai mengompres lebam di wajah Arga dengan handuk putih ditangannya.

Arga hanya menurut terdiam menahan sakit.

"Kalau mas Arga kaya gini lagi, Arin ga mau nikah sama mas." Ujar Arini.

"Tapi Rin, dia-"

"Arin tau. Arin tau dia neror mas Arga. Tapi apa ini ga berlebihan?" Selak Arini.

Arga terdiam tak menjawab satu katapun.

"Besok Arin mau kerumah sakit, nengok Rey. Mau minta maaf karna Arin tau, Mas Arga ga akan lakuin itu." Jelas Arini.

"Ngapain sih kamu peduli banget sama bajingan gila kaya dia? Dia yang mancing aku duluan Rin. Percaya sama aku." Elak Arga.

"Aku tau dia jahat. Tapi kenapa mas Arga terpancing?" Lugas Arini.

"Kalau Mas Arga cerita dari awal sama Arin, pasti ga bakal kaya gini akhirnya. Kita pasti nemu jalan yang tepat. Arin kecewa sama mas Arga. Egois." Lanjut Arini.

Seindah Senyum AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang