19 : Mimpi Buruk

59 2 0
                                    

-Satu jam sebelumnya-

"Aku seneng, akhirnya anak kita Arini bisa nikah sama Arga." Ucap Tika pada Haris yang sedang mengendalikan setir disampingnya.

"Aku juga senang, dia memilih orang yang tepat." Balas Haris.

"Tapi kenapa kamu yakin banget sama Arga?" Tanya Tika penasaran.

"Apa ibu lupa? kita menyaksikan gimana ayah ibunya berpisah. Kisah cinta mereka selalu masih membekas di ingatanku." Jelas Haris.

"Sifat Suthan, ayahnya juga jelas nurun ke Arga. Suthan akan selalu menjaga apa yang jadi tanggung jawabnya san aku rasa Arga pun akan begitu." Lanjut Haris.

"Suci dan Suthan pasti seneng bukan main kalau tau kita jadi besannya." Ujar Tika dibalas anggukan dari Haris.

Tiba tiba ponsel Haris berdering. Mengharuskan ia yang sedang menyetir mengangkat telponnya.

Tertulis nama dilayar ponselnya. 'Sinta'

"Sini, ibu yang angkat." Tawar Tika.

"Gak usah bu. Aku bisa." Tolak Haris.

"Tapi bahaya yah. Nyetir sambil nelpon." Larang Tika. Tetapi Haris tak memperdulikannya. Ia tetap mengangkat telpon tersebut.

"Halo...assalamualakumm"
"Sinta, kamu ngomong apa sih?"
"Iya, adik kamu Arini memang menikah hari ini. Kenapa?"
"Memang kamu akan peduli sama adik kamu? Kamu cuma akan menghancurkan semuanya."

Tika hanya menyimak tiap perkataan yang keluar dari mulut suaminya. Sepertinya Haris sangat marah dengan apa yang dikatakan Sinta.

"Apa?!! Berani sekali kamu!!" Bentak Haris.

"Ayah...tenang yah..." Tika mulai cemas.

"Silahlan lakukan semaumu. Ayah ga pernah melarangmu melakukan apapun!" Amarah Haris meluap luap.

"Kurang ajar kamu Sinta!" Haris berteriak kini. Mulai tak fokus dengan mobil yang dikemudikannya.

Tiba tiba dada kirinya terasa sakit yang amat sangat. Ia melepas stirnya dan memegang dada kirinya tersebut. Raut wajahnya terlihat sangat kesakitan.

"Yah? Kamu kenapa yah? Ayah? apa yang sakit?" Tikapun makin gusar.

Keringat dingin mulai menjalar keseluruh tubuh Haris. Dada kirinya sangat sakit sepert ditusuk dengan ujung tombak.

"Ss..saa..kkitt..bu.." Rintih Haris. Ia menjatuhkan ponsel yang sedari tadi menempel ditelinganya.

Tak lama kemudian sinar lampu mobil menerangi pandangan mereka. Didepan mereka terdapat truk yang sedang melaju kencang. Sedangkan Harus tak bisa mengendalikan mobilnya.

Klakson dari truk itupun mulai terdengar semakin dekat didepan mobil mereka.

Dan...

-

"Mas Arga! Kenapa? kok pucet gitu? telpon dari siapa?" Tanya Arini mulai berfirasat buruk.

Arga masih terdiam dengan wajah pucatnya. Arini mengambil paksa handphone Arga. Ia penasaran siapa yang menelpon Arga barusan.

"Kok nomornya doang? Siapa yang nelpon?" Tanya Arini bingung.

"S..ss..ini hand..phone..aku." Pinta Arga menjulurkan tangannya pada Arini.

"Tangan kamu gemetar!" Pekik Arini melihat tangan Arga yang gemetar. Lalu ia menggenggamnya tangannya.

"Tangan kamu juga dingin. Mas ada apa? siapa yang nelpon? cerita dong! bilang aku!" Paksa Arini.

Seindah Senyum AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang