- diriku bagaikan angin yg selalu kau anggap tiada-
**
Kirana Zayleni. Itu adalah namaku. Sering dipanggil Kira oleh teman-temanku. Gadis dengan rambut sebahu berwarna hitam pekat. Tinggi 150 cm dan berat 47 kg. Kaca mata yg bertengker dihidung mancungku. Mata yg terlihat belo dan pipi yg sedikit chubby.
Aku adalah gadis remaja yg berhak mencintai para lelaki. Tapi semua lelaki yg aku cintai, tidak pernah menghargai usahaku. Ribuan kali aku berjuang demi cinta dan ribuan kali usahaku sia-sia. Aku pernah berusaha untuk tidak ada kata cinta di hidupku, tapi Tuhan melahirkan kita selalu ada kata cinta.
Berjuang untuk cinta tidak gampang. Berjuang dengan semangat dan berakhir dengan hatiku yg patah dan hancur berkeping-keping.
Sudahlah hidupku memang turut diprihatinkan. Jalani saja hidup ini dengan skenario yg Tuhan kasih. Jodoh memang tak lari kemana. Masih banyak lelaki diluar sana. Tapi kalau kita sudah cinta sama dia mau diapakan?
Hari ini adalah hari senin. Sebagaimana sekolahan lain mengada upacara bendera. Aku melihat jam yg menempel pas di tangan, jam menunjukkan pukul 05:35 masih ada beberapa menit untukku sarapan. Setelah selesai sarapan, aku segera berjalan ke halte untuk menaiki angkot. Angkot pun datang, aku segera menaik dan siap berdempet-dempetan dengan ibu-ibu yg ingin pergi ke pasar.
Setelah aku sampai di sekolahan, aku segera menaiki tangga untuk ke kelas. Kelasku berada di lantai tiga, jadinya setiap pagi aku berolahraga untuk ke kelas.
Saat sudah berada di ambang pintu, aku menampakkan kepalaku dan menatap keseliling kelas. Ternyata kelas tidak terlalu sepi. Biasanya aku orang pertama yg datang ke sekolahan dan dianggap teman-teman aku yg membuka gerbang sekolah, membantu mang cecep -satpam sekolah-
"Kamu udah tugas matematika?" Tanya Chika -teman sebangku-
"Sudah," Kataku membuka resleting tas dan mengasih buku matematika kepada Chika. "Ini, pasti kamu mau nyontek."
"Hehe kamu tau aja, Kira." Chika pun fokus menyalin tugasku.
Aku tidak pernah masalah ketika Chika menyontek tugasku. Toh, aku juga sering menyotek tugas Chika, ketika ada tugas bahasa inggris.
"Tadi ada Kak Radit ke kelas." Ucap Chika, sontak membuat diriku penasaran.
"Ngapain Kak Radit kesini?"
Chika geleng kepala. "Gak tau ngapain. Kak Radit cuma ketempat Dino."
Aku pun langsung melihat ketempat duduk Dino. Dino serius menyalin jawaban temannya. Sama seperti Chika. Bahkan teman-teman sekelasku sibuk menyalin jawaban tugas matematika.
"Kamu masih suka sama Kak Radit?" Tanya Chika.
Aku pun menghembuskan nafas dan mengangguk. Entah Chika melihat atau tidak.
Raditiya Bramtoyo. Ketua osis plus Kakak kelasku. Mempunyai badan yg tinggi dan berkulit putih. Hidung yg mancung seperti perosotan dan rahang yg kokoh dan terlihat sangat seksi. Aku sudah suka sama Kak Radit selama tiga bulan. Dan selama tiga bulan, Kak Radit selalu mengabaikan usahaku. Aku sudah mati-matian menyari tahu asal-usul Kak Radit. Kak Radit juga sudah tau kalau aku suka padanya. Aku kira, setelah Kak Radit tahu aku mencintainya Kak Radit akan menghargai usahaku, tapi harapanku hanya ada dalam khayalan.
"HARAP SEMUA SISWA-SISWI UNTUK BERBARIS DI LAPANGAN!" Kata kepala sekolah berteriak melalui speaker.
Semua siswa maupun siswi pun segera berbaris sesuai perkelas dan mengikuti aba-aba dari ketua kelas.
Sudah setengah jam upacara dilaksanakan. Tapi kepala sekolah tiada hentinya memberikan amanat. Tiba-tiba aku merasakan pusing yg luar biasa, mata yg berkunang-kunang, kaki yg lemas. Dan semua pandangan pun gelap.
Aku membuka kedua bola mataku, bau obat-obatan tercium jelas. Aku menatap keseliling, ternyata tadi aku pingsan. Percuma saja aku sarapan kalau ujung-ujungnya upacara pingsan juga.
Aku pun segera memakai sepatu dan ingin kembali ke kelas. Ketika sudah sampai di depan pintu uks, aku mendengarkan suara yg sangat familiar.
"Jadi pacar aku ya?" Kata seorang cowo. Karena penasaran, aku pun mengintip. Betapa kagetnya melihat Kak Radit sedang bertekuk lutut dan memegang setangkai bunga untuk Nadia -teman sekelasku-
Aku melihat wajah berbinar dari Nadia. Nadia memang sangat cantik. Kulitnya yg berwarna hitam manis, rambut keriting gantung berwarna coklat dan tinggi badan dan berat yg sangat mirip model.
Dengan satu anggukan, Nadia membalas perasaan Kak Radit. Sontak Kak Radit langsung memeluk Nadia dan mencium pipi Nadia. Nadia dengan senang hati menerima perlakuan Kak Radit.
Percuma saja berusaha mati-matian demi orang yg kita sayangi.
Percuma saja berkorban demi orang yg kita cintai.
Percuma saja berjuang susah payah demi orang yg kita suka.Kak Radit sama sekali tidak melirikku. Bahkan bukan melirik, menganggapnya ada saja tidak pernah. Ribuan cara aku lakukan untuk mendapatkan perhatian Kak Radit. Ribuan cara aku lakukan untuk sekedar mendengarkan kabar tentang Kak Radit. Urat malu sudah tidak aku perdulikan karna setiap hari aku mengirim sepucuk surat untuk Kak Radit. Ocehan Chika bagaikan alunan musik yg setiap hari menyuruh aku untuk melupakan Kak Radit.
Dengan langkah gemetar, aku berjalan ke kamar mandi dan mengasuh wajahku dengan air. Menghilangkan jejak air mata, menghilangkan muka pucatku yg sangat terlihat jelas. Aku bercermin dan melihat wajahku dipantulan kaca. Gadis dengan modal setia bisa apa? Akan kalah dengan gadis yg modal cantik.
Aku segera keluar dari kamar mandi. Dari kejauhan aku melihat Nadia dengan bunga mawar yg sedang ia genggam berjalan ke arahku.
"Kira! Aku sudah ditembak sama Kak Radit!" Kata Nadia dengan sangat antusias dan memamerkan bunga pemberian Kak Radit.
Aku segera menetralkan cekatan di kerongkonganku. "Selamat." Kataku dengan senyuman yg terpaksa.
Tidak ada yg tau bahwa diriku mencintai Kak Radit. Hanya aku, Chika, Kak Radit, dan Tuhan lah yg tau seberapa besar cintaku untuk Kak Radit.
Kak Radit pun datang dan langsung merangkul pinggang Nadia posesif. Aku yg melihat kejadian itu hanya tersenyum menunjukan senyuman terbaikku. Meski aku tau, sebutir air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata yg sudah mati-matian aku tahan agar tidak keluar.
"Semoga kalian bahagia." Kataku kemudian pergi meninggalkan dua insan yg baru jadian.
Dalam hati, aku terus merutuki hatiku yg telah jatuh cinta dengan pria yg sangat terkenal di sekolah. Bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan ketua osis yg banyak diincar para kaum wanita? Aku hanya gadis lugu yg mengandalkan cara kuno untuk menyatakan bahwa aku sangat amat mencintai Kak Radit, mengandalkan surat untuk memastikan bahwa hari ini aku masih mencintainya, mengandalkan Chika untuk mengetahui kabar apapun tentang Kak Radit.
Cinta pertama sangat mengenaskan.
Bukan sepeti kalian yg cinta pertamanya sangat mengesankan.Aku berhenti disini.
Cukup sampai disini.
Aku tidak mau menaruh goresan yg sangat dalam pada hatiku.
Aku tidak akan lagi mengejar cinta pertamaku.Akan aku biarkan dia berbahagia dengan pilihannya.
Berbahagia dengan orang yg ia cintai.
Berbahagia tanpa ada aku yg menjadi orang ketiga.Aku berhenti disini Kak Radit.
Terima kasih sudah membuatku mengerti apa rasanya capek mengejar.
Terima kasih sudah membuatku merasakan sakitnya mencintai.
Terima kasih sudah membuatku memahami apa artinya berjuang.**