**
Aku akan naik keatas panggung tiga menit lagi. Aku pun sudah siap dengan semua nya. Tapi, satu hal yg aku takutkan.
"Lo kenapa si, Ce?" Tanya Adri, teman sekelas ku.
"Gue takut nih, Dri,"
Adri menaikkan sebelah alis nya. "Takut?"
Aku mengangguk.
"Nyokap gue dateng apa engga." Kata ku. Adri yg sudah tau silsilah keluargaku hanya menatap ku iba. Tanpa berani meyakinkan ku.
"Positif thinking aja, Ce."
Aku pun mengangguk dan meyakinkan bahwa Mama pasti datang.
"Giliran lo nih Ce, cepetan naik kepanggung." Ucap Adri.
Ketika sudah berada diatas panggung, aku melihat kesemua tamu undangan. Aku menggeleng lemas, melihat bahwa Mama benar-benar tidak datang. Akhir nya, dengan sekuat tenaga aku pun membaca puisi.
Ayah...Ibu...
Keegoisan menggiringku dalam kehancuran
Luka tampak semakin nyataKedewasaan membawa ku tersadar
Keikhlasan dan ketabahan merasuki kalbu ku
Menguatkan hati dan pikiran
Meyakinkan bahwa kalian sayang kepada ku
Membuktikan aku masih dan tetap akan menjadi anak muAku meratapi nasib ku dalam malam yg panjang
Menceritakan semua nya kepada bintang
Bernangis sepanjang malam bersama bulanAku harus menyalahkan siapa?
Takdir?
Ayah?
Ibu?Atau? Kembaran ku yg penyakitan? Yg membuat kasih sayang kalian beralih kepada nya?
Aku iri dengan dia...
Apa aku harus sakit agar mendapatkan kasih sayang kalian?
Apa aku harus sekarat agar kalian perhatian kepada ku?Atau
Aku harus mati terlebih dahulu? Agar aku tau kalian benar-benar sayang kepada ku?
Salam, Kayonna Adelicea Pevv.
Aku mengelap air mata yg jatuh dipipi ku. Semua para undangan berdiri dan bertepuk tangan sangat riuh. Aku tersenyum dan turun dari panggung.
Adri yg sudah menunggu ku dibelakang panggung tersenyum. Aku segera memeluknya dan mencari kenyamanan dari tubuh Adri. Dia mencintai ku. Dan aku tau. Tapi, aku hanya menganggap nya sebagai abang. Adri pun tidak masalah, selama hubungan aku dan Adri baik-baik saja.
"Jangan sedih, cantik nya luntur," Ucap Adri menghapus jejak air mata ku. Aku pun merasa nyaman berada didekat Adri. Adri sudah aku anggap keluarga kedua.
Dia selalu ada disamping, menggandeng tangan ku, mengkuatkan ku, dan meyakin kan ku bahwa aku bisa melewatkan semua ujian dari Tuhan. Dia selalu ada dibelakang ketika aku membutuhkan bantuan. Dia selalu berada didepan untuk memimpin ku keluar dari segala macam cobaan.
Dia... Oh aku tidak akan bisa membalas segala perbuatan baik Adri.
"Kenapa bengong?" Tanya nya menopang pipi ku dengan tangan nya.