Pemakaman pengajar muda itu berlangsung dalam perkabungan yang muram. Saat balutan kafan ditubuhnya dibawa ke makam, isteri Salim menjerit. Masih muda dan belum punya anak. Dinikahinya ketika baru lulus SMA. Dengan umur yang berbeda sepuluh tahun dengan Salim, Ajeng Putri, kini menyandang status janda kembang.
Ibunda Salim meronta-ronta tak rela atas kematian putranya. Tampak menahan rasa sakit hati yang teramat dalam. Tangannya mengepal di atas keranda anak laki-lakinya itu. Air matanya berontak di antara kerutan pelipisnya tumpah ke bajunya yang kering. Ia berteriak histeris. Menyumpahi pelaku agar jasadnya ketika ia mati dimuntahkan surga dan ditolak neraka.
Ajeng membantu mengurutkan dada mertuanya itu. Semua yang hadir mengerutkan kening. Dalam hati menyumpahi dan menyimpan luka yang sama. Bagaimanapun juga, Salim memiliki jasa besar terhadap desa: pelopor pemberantasan buta huruf.
Di cakrawala, seekor gagak meneriakkan jerit yang lain. Belum selesai kasus Salim. Satu lagi korban jatuh. Seorang guru lagi. Bernama Iksan, usianya relatif masih muda, masih bujangan. Korban tewas dengan kondisi yang serupa. Menurut Suminto, tubuh korban tidak ada tanda perlawanan, kurang lebih sama seperti Salim. Tempat ditemukannya tak jauh dari lokasi kejadian pertama. Kebetulan yang ganjil.
"Saat itu giliran saya dan Kusno yang berkeliling kampung," kata Said bercerita kepada lurah. "Waktu lewat di kebun Dandi, dalam gelap, saya mendengar ada suara jatuh ke tanah kosong itu. Tidak ada siapa-siapa. Terus saya dekati, ternyata itu Iksan, tetangga saya di Rw 07. Begitu saya periksa, sungguh aneh, Pak! Tak mungkin manusia. Jelas! Ini ulah siluman!"
Said merinding. Pikirannya sudah tak kuasa menahan hal gaib semacam itu. Dua korban jatuh di tempat dan kondisi yang sama.
Kusno menjelaskan lagi dengan detail rentetan peristiwa itu kepada Pak Naryo. Tubuh Iksan tiba-tiba jatuh ke tanah walaupun tidak ada siapa-siapa di sana. Dengan sejarak langkah kaki Kusno dan Said yang berlari, mayat Iksan sudah kaku. Persis dengan dada yang kosong dan darah yang mengering.
Dandi baru muncul di pos ronda ketika geger rekan-rekannya sudah berkerumun. Selang lima belas menit, Dandi baru mengerti berita itu. Dandi langsung berlari menemui isteri dan anaknya saat itu juga. Ketakutan yang melandanya mengingatkan lagi pada mimpinya yang lalu.
Lega, malam itu isteri dan anaknya nyenyak tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Kentang
HorrorPak Lurah Naryo, Yan, Kusno, Ubed, Said, dan Dandi terkejut ketika seorang guru taat ibadah ditemukan tewas dengan mulut menganga. Salah satu organ dalamnya diambil. Guru itu adalah korban pertama. Setelah itu korban-korban berikutnya pun berjatuhan...