Dandi membuka-buka lagi sejarah soal kebun samping rumahnya. Dari sejak ayahnya memulai memanen kentang pertamanya yang diajarkan dari kakeknya dan buyutnya sampai diwariskan kepadanya, adakah kaitannya dengan kejadian hilangnya darah dan jantung korban yang menggoyahkan ketentraman desanya?
Seingatnya hanya satu. Seperti yang pernah dikatakan Yan bahwa sebelumnya tanah yang sekarang jadi kebun dahulu adalah sebuah kuburan tua. Oleh kakek buyutnya, kebunnya digeser beberapa meter dari kuburan itu untuk menghormati yang ada dibawahnya. Jadilah lahan itu dibiarkan kosong.
"Lahan itu bekas kuburan, Mas," kata Farah masih was-was atas usaha suaminya.
"Tapi kuburan itu sudah di luar areal kebun kita, Dik. Kita sudah tidak mengganggu jasad di bawahnya."
"Tapi aku masih khawatir, Mas. Apalagi muncul kejadian kematian-kematian itu."
Kebun itu tetap diusahakan oleh Dandi, biarpun masih ada bekas patok nisan di beberapa bagian terluar kebun. Pikirnya, pergeseran lahan yang dilakukan kakek buyutnya tidak berakibat negatif. Makanya Dandi hanya tersenyum pada isterinya, meskipun hatinya lebih cemas. Apa boleh buat kebun itu adalah warisan keluarga. Harus diteruskan.
Setiap hari Dandi berkebun. Cukup luas memang kebun warisan itu. Namun, ia menyanggupi untuk mengerjakannya sendirian. Pagi berkebun, siang istirahat, ketika malam bila ada jadwal ronda ia meronda. Begitu seterusnya sampai akhirnya tiba masa panen.
Suatu sore menjelang malam, Dandi memanen sebentar kebun kentangnya. Dicabutlah buah-buah kentang itu dari dalam tanah. Ia terkejut ketika dia membersihkan kentangnya. Ada seanyam rambut manusia yang hitam melilit tangkainya. Warna hitam rambut itu seperti terawat seolah tumbuh segar di bawah tanah. Sebentar ia mengigil ketakutan. Bagaimana bisa rambut manusia tumbuh bersama kentang-kentangnya? Diurai rambut-rambut itu dengan tangannya. Anyamannya rumit, ia ambil sebilah pisau kecil dari balik sakunya. Dipotonglah satu persatu rambut-rambut yang melilit itu.
Rambut-rambut itu melilit hampir disemua kentang yang ia panen. Ia tidak terlalu memikirkannya meskipun Dandi terheran-terheran. Ia berhenti memetik karena keranjangnya sudah penuh. Kemudian ia pulang dan merencanakan memanen lagi keesokan harinya.
Dandi tiba di rumah ketika malam datang. Ia memanggil Farah agar merebus air untuk memasak kentang-kentang hasil panennya. Namun Farah menyahut tidak bisa karena sedang mengeloni Rahma di kamar. Bergeraklah ia menuju dapur untuk mempersiapkan air rebusan itu sendiri. Tetapi badannya terasa berat. Rasa ini seperti yang dirasakannya beberapa hari lalu ketika pulang berkebun. Kakinya sulit melangkah. Persendiannya menjadi kaku. Sesuatu tumbuh di dalam tulang belulangnya. Dirasa tubuhnya meninggi beberapa senti dan otot-ototnya berisi.
Ia melangkah menuju dapur dari arah belakang rumah. Dan perhatiannya teralih oleh makanan yang dihidangkan isterinya di atas tempat tidur anaknya. Ia melihat ada dua potong daging segar tersaji.
Selera makannya menaik. Isteriku pengertian sekali, saya lapar sudah ada makanan walaupun saya baru mau masak sup kentang, pikirnya.
Air liurnya menetes. Rasa laparnya menuntutnya untuk melahap dua daging segar itu. Maka bergeraklah ia menuju tempat hidangan itu. Dengan tidak sadar salah satu daging sudah digenggamnya. Mulutnya terbuka lebar memamerkan gigi-giginya yang tajam.
Saat itu, Farah langsung tersadar. Dandi melihat isterinya menoleh ke arahnya seperti sedang menyapanya. Tapi ia sendiri terkejut karena Farah menjerit.
"Rahma!"
Dandi tertawa terbahak-bahak. Ia mengira isterinya sedang bercanda seperti biasa. Tetapi mendengar tawa itu, Farah semakin ketakutan kemudian minta tolong.
Dandi mengejarnya. Disimpanlah daging yang dia genggam barusan. Kemudian tangannya yang kokoh itu menyentuh bahu Farah yang sedang berlari. Bukannya berhenti, Farah meronta menjauh.
Seketika Kusno sudah berada di depan rumah dengan golok ditangan. Dandi heran. Kemunculan Kusno yang tiba-tiba menodong golok padanya seperti seorang penjahat sedang merampok. Ditebas-tebas golok kepadanya. Kusno terlalu tangguh dengan golok ditangannya. Dandi berhasil menghindar dengan melarikan diri potang-panting lewat pintu belakang. Dandi tak paham kenapa Kusno menyerangnya, padahal ia adalah rekan serondanya.
Dandi berlari ke arah bekas kuburan itu. Tubuhnya yang berat menyulitkannya berlari. Kusno berlari mengejarnya. Sebuah tebasan dari arah samping menumbangkannya. Tebasan itu tepat mengenai leher Dandi. Ia terguling dengan lemas tapi Kusno tidak menghentikan tebasan-tebasan itu.
"Makhluk biadab! Siluman!" serunya tanpa mengurangi tebasan yang bertubi-tubi itu.
Setelah puas menghujani tebasan golok sampai ia tak berdaya lagi, Kusno kembali ke tempat Farah dan Rahma berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Kentang
HorrorPak Lurah Naryo, Yan, Kusno, Ubed, Said, dan Dandi terkejut ketika seorang guru taat ibadah ditemukan tewas dengan mulut menganga. Salah satu organ dalamnya diambil. Guru itu adalah korban pertama. Setelah itu korban-korban berikutnya pun berjatuhan...