14

2.4K 155 2
                                    

Udara semakin dingin disusul matahari hampir tenggelam sempurna. Ia merenungi kejadian penyerangan itu. Di satu sisi ia berhasil menyelamatkan desa, di sisi lain menyesal karena telah membunuh teman sekampungnya. Bukan salah sepenuhnya, sebab ia tak tahu sama sekali siapa sosok asli siluman itu. Sambil membelai nisan yang kaku itu, ia menangisi pusara dan mencoba tegar. Kusno paling terakhir dari rombongan yang pergi meninggalkan kuburan. Ia kemudian menyusuli Ubed dan Ridwan untuk menggotong keranda kosong itu sambil bergegas pulang melewati Lali Jiwo. Sementara Yan sudah melangkah lebih jauh di depan mereka.

Hutan yang hening tidak mempengaruhi suasana pikiran Kusno yang kalut. Ia mencoba memandang segala sesuatunya dengan menyenangkan. Pikirnya, sepeninggalan Dandi, Farah sekarang menjanda. Rahma perlu kasih sayang seorang ayah, mungkin ini kesempatan dirinya untuk mencalonkan diri. Sedari dahulu, dirinya mendambakan menikah dengan Farah, namun Dandi memang beruntung. Hanya bermodalkan sebidang tanah kentang milik orangtuanya, Dandi bisa menikahi Farah. Rahma pun lahir tak lama setelah akad itu. Mereka terlihat bahagia menjalani kehidupan sehari-hari. Sepanjang pernikahan, Kusno tidak melihat tanda-tanda bahwa Dandi memiliki ilmu hitam semacam siluman atau sejenisnya. Demi tuhan, itu menjadi pertanyaan terbesarnya selama ini. Dari mana Dandi mendapatkan hal-hal semacam itu? Sejak kapan?

Kusno teringat akan benda yang dipungutnya beberapa jam yang lalu. Ia merogoh saku dan mendapati sebuah kalung cakar harimau. Langkahnya tiba-tiba berhenti, ini punya siapa? Pikirnya.

Menoleh kepada Ridwan yang masih terlihat cemas dan Ubed yang masih sangat terkejut ketindihan mayat, Kusno ingin menanyakan perihal kalung tersebut kepada mereka, namun spontan malah menanyakan hal lain, "Sampeyan iki kenopo, tho? Dari tadi aku perhatikan kayaknya ga tenang gitu?"

Ridwan menjawab, "Nganu..., perasaanku kok engga enak ya?"

"Engga enak kenapa?"

"Kita ngubur jenazah dengan cara begitu apa ga apa-apa?"

Kusno tak bisa menjawab. Mengubur dengan cara seperti itu memang tidak sesuai syariah.

"Aku takutnya, Dandi tidak bisa tenang di sana, eh."

"Aku yo sama, rek," samber Ubed. "Kamu pikir enak ketindihan mayat kayak tadi, hah? Seumur hidup, itu pertama kalinya lho aku ditiban mayat."

Kusno berjalan lebih cepat. Ia meminta agar Ubed dan Ridwan menggotong keranda.

"Oi, Kus mau kemana? Ini loh kerandanya. Enak aja main tinggal-tinggal. Berat tahu," teriak Ubed.

"Ngko sik, aku mau ngejar Yan."

Kebun KentangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang