Bayang-bayang hitam kengerian itu seperti merangkak ke permukaan Desa Rojowali yang damai. Pak lurah memerintahkan warganya untuk selalu mengaji selepas maghrib. Rumah-rumah dan masjid menjadi ramai dengan lantunan ayat suci. Malam datang semakin cepat, dan sunyi terlalu memekakan telinga setelah isya. Desa Rojowali tiba-tiba menjadi lesu dan tak bergairah ketika masuk jam malam. Tak ada yang berani keluar malam-malam. Tim jaga malam diperbaharui dengan lebih banyak lagi personil. Semua terpengaruh pada kasus kematian misterius itu. Ini bukan lagi masalah pencurian pakaian, tetapi menjadi isu gaib yang misterius. Bahkan Naryo kelabakan ketika warga mendesak agar mendatangkan orang pintar. Sebab kasus itu tidak hanya terjadi di desa mereka saja. Desa Gumyati dan Desa Mangunharja juga mengalami hal yang serupa. Namun lurah itu memiliki pendirian yang teguh terhadap kinerja polisi.
"Untuk kasus di Gumyati dan Mangunharja tidak sama. Korban tewas murni karena pembunuhan. Bukti-bukti kuat dan senjata sudah kami temukan di tempat kejadian. Pelaku sekarang dalam pengejaran," jelas Alfred Riyadi, AKP yang menyelidiki kasus itu. "Sementara kasus kematian Salim dan Iksan masih dalam penyelidikan."
Berita kematian Iksan lebih cepat menyebar dari mulut ke mulut menjadi wabah ketakutan yang luar biasa. Beruntung belum ada wartawan yang meliput dengan serius sehingga kasus-kasus kematian itu tidak muncul dalam berita nasional.
Kantor kelurahan menjadi tempat paling sibuk di desa. Banyak pertemuan, rapat dan diskusi kecil-kecilan digelar. Beberapa orang polisi yang dikomandoi oleh AKP Alfred Riyadi berdatangan untuk mengendus sekali lagi setiap jengkal kemungkinan yang mengarah pemecahan kasus itu. Namun, hasilnya masih buntu.
"Kalau saya punya dugaan lain, Pak Lurah," ujar Suminto sore itu yang terang-terangan menyangkal praktek gaib.
"Dugaan bagaimana?"
"Mungkin ada orang yang membutuhkan jantung segar untuk dijual."
"Kamu ini ga' waras, Min," kata Naryo. "Mana ada orang yang sengaja mencari jantung orang hidup? Edan! Kalau benar bisa dijual seperti itu, bagaimana dengan darahnya, hah?"
"Darah itu ditransfusi dengan suatu cara, Pak Lurah," kata Suminto menjawab lurahnya.
"Ah, mana mungkin! Secepat itu?" kata Kusno sangsi pada mantri itu. "Pak, secepat-cepatnya orang transfusi darah, masa iya darah korban langsung kering? Saya dan Said yakin. Ga' sekejap mata, Iksan tewas, tiba-tiba jantung dan darahnya langsung hilang."
"Saya kan cuma menduga. Tapi kasus jual organ itu memang ada. Daripada terpengaruh isu klenik soal ilmu hitam."
"Nampaknya dua kejadian itu memang bukan hal biasa," ujar lurah dari balik kursi terhormatnya. "Tak masuk akal dua orang tewas ditengah-tengah tanah yang kosong kemudian organnya diambil."
"Jadi maksud bapak, bapak percaya kalau itu ulah siluman?" kata Kusno pelan-pelan.
Naryo membalikkan badan membuang muka akibat menjilat kepercayaannya kepada polisi-polisi itu.
"Cepat cari orang pintar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Kentang
HorrorPak Lurah Naryo, Yan, Kusno, Ubed, Said, dan Dandi terkejut ketika seorang guru taat ibadah ditemukan tewas dengan mulut menganga. Salah satu organ dalamnya diambil. Guru itu adalah korban pertama. Setelah itu korban-korban berikutnya pun berjatuhan...