Entahlah, mengapa aku bisa terjebak dalam dunia farmasi. Dunia yang sama sekali tak ingin kujamah. Jangankan menjamahnya, mencium aroma obat pun aku sudah kalang kabut.
Aku memang tipe orang yang sangat susah jika untuk meminum obat. Sampai suatu hari, aku diserang sakit. Di mana tiba-tiba kakiku terasa sangat sakit. Saking sakitnya, sampai enggan untukku menggerakannya.
Semalam suntuk aku tak bisa tidur. Dengan sigap, orangtuaku mengobati sakit pada kakiku dengan pengobatan tradisional sebagai jalan alternatif sebelum ke dokter.
Alih-alih sembuh, kakiku malah semakin terasa sakit. Aku merengek sepanjang malam. Dan pagi harinya aku dibawa ke Puskesmas. Aku terkejut saat dokter memfonis aku terkena asam urat. Diusia yang masih dibilang sangat muda, kelas tiga SMP aku sudah terkena asam urat.
Mau tidak mau, aku pun terpaksa harus menelan pil pahit itu. Dan untuk pertama kalinya aku menelan butir-butir obat itu dengan utuh tanpa perantara pisang.
Mungkin dengan cara aku masuk pada dunia kesehatan, fobiaku pada obat akan sedikit memudar. Paling tidak, aku berani menyentuh butiran-butiran pil pahit itu.
Dan tanpa aku sadari, Allah mengabulkan cita-citaku untuk bekerja pada bidang kesehatan, farmasi.
***
Dengan sedikit tergesa-gesa, aku menuruni anak tangga bus. Kulangkahkan kaki menuju apotek. Seperti dugaanku, aku datang sedikit terlambat gara-gara menunggu bus.
"Nilla, sorry telat," ucapku diiringi senyuman.
"Nggak apa-apa, Mbak. Lagian aku juga baru buka," jawabnya.
"Oke." Aku menyambar kanebo yang tergantung di atas washtafel. Membasahi kanebo dengan air dan memerasnya hingga kering. Dan mulai mengelap kaca etalase.
Inilah kesibukan kami setelah buka apotek. Beres-beres apotek. Agar tempat kerja memberi kenyamanan baik bagi karyawan dan juga pasien.
"Mbak, ada yang mau scan tuh!" seru Nilla. Aku pun menghampirinya.
"Scan apa, Pak?"
"Ini scan KTP, Mbak." Si Bapak pun menyerahkan KTP-ya untuk aku scan.
Yah, selain toko obat, apotek tempat aku kerja juga bisa dibilang serba ada, dan serba bisa. Dari fotokopi, jual pulsa, kirim e-mail, kirim dan terima pesan fax, dan termasuk scan data.
"Ini sudah di scan, Pak. Selanjutnya mau dikirim ke e-mail atau difax ke mana, Pak?"
"Discan lagi, Mbak. Bolak-balik, terus nanti dilaminating kaya begini." Bapak itu menunjukkan KTP aslinya.
Kedua alisku hampir menyatu dibuatnya. Sekarang aku mengerti maksud dari permintaan bapak ini. Yah, aku disuruh membuat KTP.
Masih se-pagi ini sudah dibikin jengkel sama urusan pembuatan KTP. Ini apotek, bukan Kantor Catatan Sipil.
#TepokJidatSambilSungut-sungut.
#Abaikan!Aku tahu, pembeli itu adalah raja. Yah, tapi pembeli juga harus tahu tempat. Apotek tempat aku bekerja memang menyediakan fasilitas tersebut, tapi tidak untuk melayani orang yang akan menggandakan KTP.
Menurutku ini adalah pekerjaan yang sangat membuang waktu. Dengan setengah hati, aku menscan KTP itu sekali lagi.
"Maaf, Pak. Kita bisanya hanya sampai scan dan fotokopi saja. Kalau mau dilaminating di fotokopi saja." Aku menyerahkan hasil scan KTP yang sudah kucetak bolak-balik.
"Masa Mbak nggak bisa bikin kayak gini? Kemarin yang ini juga saya bikin di sini, sama mas-mas."
Siapa nih yang bikinin bapak ini KTP? Batinku.
Aku rasa bapak ini salah alamat. Dengan menahan kesal, aku mencoba menjelaskannya.
"Maaf, ya, pak. Kita nggak bisa. Kalau mau buat KTP di Kantor Catatan Sipil saja, Pak. Maaf."
"Ya sudah. Jadi berapa bayarnya?"
"lima ribu saja, Pak."
Syukurlah, bapak itu bergegas pergi. Tak memaksaku untuk membuatkannya KTP. Lima ribu, untuk membayar rasa kesalku. Dan untuk membayar waktu yang sudah terbuang percuma.
***
Hari sudah semakin senja. Lelah pun sudah bergelayut dalam tubuh ini. Saatnya pulang. Bermanja dengan kasur yang empuk di kamar.
Suasana lapangan begitu ramai riuh oleh para suporter bola yang sedang mendukung tim kesayangannya bertanding.
Tim Perseka. Persatuan Sepakbola Kaliwinasuh sedang menjadi tuan rumah untuk pertandingan kali ini.
Suasana pun menjadi hening saat aku berjalan melewati kerumunan suporter bola. Semua mata tertuju padaku. Dan... Pertandingan pun berhenti untuk beberapa detik saat sebuah teriakan dilemparkan padaku.
"Nda, dicari Bayu, nih!" teriak salah satu pemain bola.
Mampus! Kan bikin malu! Awas, ya!
Bisa nggak sih, jangan teriak-teriak disaat seperti ini?
Sedikit menahan geram. Menahan malu.
Bisa nggak, nih muka aku lepas terus aku simpan di tas. Sumpah malu banget.
Bisa mati berdiri ini.
Dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki, aku melanjutkan langkahku. Hingga akhirnya aku keluar dari kerumunan para suporter bola.
Huah. Pengin gue jambak tuh Si Andi. Bikin malu orang. Sumpah. Sempat-sempatnya lagi tanding bola teriak begituan. Kan memalukan.
Dan... Sampai lah aku di kamar tercinta. Dengan kasar aku menghempaskan tubuh mungilku di atas kasur. Sambil bersungut-sungut mengutuki Si Andi.
Entahlah... Hari ini menyebalkan. Memalukan. 🙈
Maaf, updete nya lama. Lagi agak sibuk dengan tugas kerjaan yang berjibun.
Tetap jang lupa tinggalkan jejak ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
SEFATU (REVISI)
Non-Fiction(Romance, Humor, Perjuangan) Tim Author : NARinjani Perjuanganku menjadi seorang farmasis... Be strong!!!