Tampaknya benar, jika pada hari libur waktu berjalan begitu cepat. Hal ini dirasakan oleh gadis yang sedari tadi bermalas-malasan dalam kamarnya, siapa lagi jika bukan Silla.
Ketukan pada pintu kamarnya membuat sila mengalihkan perhatiannya dari setumpuk buku.
"Bunda boleh masuk?"
"Masuk aja bunda,
Ada apa bun?""Emang kalau bunda kesini harus ada apa-apa dulu ya?"jawab Bunda dengan gurauan.
Dipandanginya wanita paruh baya yang selama ini selalu menemaninya, sorot mata teduh itu selalu menenangkan. Meskipun Sila tahu, sorot mata itu menyimpan beban yang teramat berat ia pikul.
"Hehe, enggak sih bun. Tapi beneran bunda tumben loh kesini. Biasanya kan teriak-teriak" jawab Sila
"Enggak bunda cuma kangen aja sama anak bunda ini"
"Bunda lebay ih, kan setiap hari kita ketemu bun" jawab sila kemudian kembali mengalihkan perhatiannya dari soal-soal didepannya.
"Sila, duduk sini nak samping bunda"
Meskipun tidak tahu maksud bundanya, Sila tetap menghampiri beliau di ranjang kamarnya.
"Iya, bun?"
"Sejak kapan sih anak bunda jago bohong?" Tanya Larissa lembut sambil membelai kepala anak semata wayangnya.
"Sila kan anak baik bundaaaa masa bohong sih" Sila mengedarkan pandangannya untuk menghindari mata bundanya.
Sungguh, sehebat apapun sila menyimpan kesedihannya. Bagi Larissa, permasalahan anaknya itu suatu hal yang transparan. Sebagai Ibu yang membesarkannya, Larissa tahu anaknya sedang tidak baik-baik saja.
Larissa tidak menjawab apapun gurauan anaknya, Ia hanya meraih Sila kedalam pelukannya.
"Sila kangen sama Ayah dan Revan bunda"
Sore itu. Ditemani senja yang merona dengan jingganya, Sila runtuh dalam dekapan bundanya. Topeng yang selama ini ia gunakan untuk menutupi seluruh kesedihan yang berkecamuk, hilang seketika. Sungguh Sila tidak tahu bagaimana jadinya jika Bunda juga pergi meninggalkannya. Sila teramat takut untuk sekedar membayangkan hal itu.
"Kamu tahu nak, Ibu juga selalu rindu sama ayah. Tapi Bunda sadar, jika Bunda larut dalam hal itu apa jadinya kita? Kamu sendiri yang mengatakan bahwa Ayah itu jelmaan dari keindahan. Maka setiap kali kamu rindu lihatlah apapun itu yang menurutmu indah Doa-kan ayah begitupun dengan Revan.
Bunda tahu, kamu gadis yang kuat"Ketukan pintu menyadarkan keduanya dari acara teletubis, berpelukan maksudnya.
"Biar Sila aja bunda" kemudian Sila bergegas kedepan untuk membukakan pintu.
"Eh Stev, masuk" ternyata yang bertamu adalah stevani, sahabat Sila.
Sedikit informasi. Terlahir dengan nama lengkap Stevani Anggelia, kalian bisa menyapa dia sengan panggilan Stevani. Gadis blasteran Indo-Belanda ini merupakan sosok yang periang dan ramah. Tak heran jika banyak kaum adam yang diam-diam menaruh hati padanya.
"Gue tadi chat lo, tapi gak lo jawab-jawab yaudah gue kesini aja"
Segera saja, Sila mengecek aplikasi chatting berwarna hijau tersebut. Dan benar saja, puluhan chat dan misscall berbondong-bondong meramaikan handphone sila.
"Hehe, gue tadi lupa pegang hp
Ya maaf sih, gue kira lo gakjadi kesini. Habis ini udah sore""Tadinya gue mau kesini, tapi mama sama papa tiba-tiba pulang hehe. Oiya ini oleh-oleh dari mama. Suruh main kesana lo"
"Haha, iya deh kapan-kapan. Abis gue mau kesana pasti mereka gak ada dirumah ya gimana"
"Yajuga sih, gue juga heran sebenernya anaknya itu gue atau saham-saham itu sih"
"Hus, gak boleh lo ngomong kaya gitu. Awas karma, mereka kan kerja buat lo stev"
"Tapi kan gue kangen tauk.. Ah, yang penting mereka sudah pulang gue udah bahagia sih"
"Itu tahu" kata Sila dengan ngedumel dan hanya dibahas cengiran oleh Stevani.
Setelah berbincang-bincang dari a-z dan kembali ke a, niat awal untuk mengerjakan tugas musnah hanya karena menonton film. Benar-benar anak zaman sekarang ya.
"Supir gue udah didepan sil, gue pamit dulu ya. Bunda dimana?"
Memang seluruh sahabat sila sudah terbiasa memanggil Larissa dengan sebutan bunda."lagi nonton tv tuh didepan. Yuk, gue anter"
"Bunda stevani pamit dulu ya, udah dijemput"
"loh udah belajarnya? Yasudah hati-hati ya. Salam buat mama sama papa kamu"
"Belajar apaan bun, orang stevani ngeracunin pikiran sila buat lihat film" Cerocos sila.
"Gak papa kali sil, sekali-kali" jawab stevani tak lupa menjulurkan lidah ke arah Sila.
Sedangkan Larissa melihat interaksi keduanya dengan senyum tanda syukur. Setidaknya Sila memiliki teman yang selalu ada disampingnya, Larissa sudah tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why, So?
Teen FictionApakah bisa persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak diselingi dengan adanya cinta? Frienzone? Atau semacamnya? Tidak bisa. Sama sekali. TAMAT