BAB 18

112 11 0
                                    

"Kalau dalam hubungan ada masalah, yang diselesaikan masalahnya bukan hubungannya"

‹•.•›

Ternyata untuk mengenal seorang Silla Azzahra tidak cukup hanya dengan menyandang gelar bernama sahabat. Ya, manusia terkadang menjadi sok tahu hanya karena dia menjadi seorang teman.

Jadi bolehkah seorang Willi mengenal lebih dalam lagi seorang Silla? Bukan hanya sebagai teman namun juga sebagai kekasih?

Seminggu belakangan ini, tepatnya setelah perbincangan sore itu. Hubungan antara keduanya semakin abu-abu. Keyla dan Stevani yang notabennya perempuan paling cerewet pun seolah mati kutu tatkala harus berpapasan dengan Silla.

Selama semimggu itu pula Willi uring-uringan untuk mengajak Silla berbicara. Ini sungguh berat, iya lebih berat dari Rindunya Dilan dan Milea. Suer.

Berbagai usahapun willi lakukan untuk sekedar meminta maaf kepada silla. Mulai dari bangun pagi buta agar bisa menjemput silla, namun silla lebih dulu membaca gerak-gerik dari seorang willi. Ia berangkat lebih pagi dibanding willi, jadi ketika sampai dirumah silla, willi tidak menemukannya alasannya sangat klise. Ingin ke perpustakaan.

Bahkan saat disekolah silla sampai nekat pindah bangku disamping cici, bendahara yang super duper kalem, iya dia bendaraha unlimited. Lengkap sudah penderitaan Willi dan kawannya. Mampus.

Tak ingin keadaan terus mengkeruh, willi memberanikan diri datang ke rumah silla pada malam hari. Bodoamatin soal di usir lagi.

"Malam bunda"

"Kamu belum baikan ya sama silla?"

Bahu willi kembali merosot, jujur dia juga lelah jika setiap harinya seperti ini. Sungguh jika tahu akan seperti ini jadinya, willi lebih memilih memendam perasaannya.

Tapi itu juga berat!!

"Belum bun, doain deh gak diusir lagi sama singanya" jawab willi lesu.

"yaudah kamu di taman belakang sana, bunda panggilin silla"

"iya makasih bun"

Setelah mengantarkan minum untuk willi, larissa bergegas menuju kamar silla.

"Sila, bunda masuk ya"

"Iya bun masuk aja"

Larissa menatap putrinya yang sedang fokus dengan soal-soal didepannya. Ia tahu itu hanya alibi silla semata.

"Willi di taman belakang, kalau mau ketemu suruh ke belakang kamu" jawab bundanya. Sebenarnya ia berbohong, tapi dia juga gemes sendiri melihat anaknya itu.

Sejenak silla terdiam, bukan karena mengatahui willi ada dirumahnya. Ia sudah biasa karena anak itu memang tidak tahu malu. Tapi beneran dia tidak salah dengar? "kalau mau ketemu suruh samperin di belakang" iya, kalimat ini bagi silla sangat sensitif ditelinganya.

Kesannya seperti silla tidak penting gitulo, bodoamat gitu?

"Nagapain sih bun, suruh pulang aja. Silla mau belajar"

"Willi kan cuma bilang kalau mau, kalau kamu gak mau yaudah" jawab larissa dengan kekehan gelinya.

Tuhkan!!!

Selepas bundanya keluar dari kamar, silla hanya mondar-mandir di belakang pintu. Sambil sesekali melihat penampilannya didepan cermin.

"Sumpah ya sil, lo itu cuma mau ketemu willi. Ngapain heboh sih" gerutu silla entah untuk keberapa kalinya.

Jujur silla juga kangen jika ada yang tanya. Tapi berhubung tidak ada dia lebih memilih diam. Apalagi jika berpapasan dengan Keyla dan Stevani. Rasanya itulo kepengen jambak mereka saking kangennya.

Tapi kan silla gengsi.

Lagi, dia mengecek penampilannya sebelum benar-benar keluar dari tempat persembunyiannya.

"Allahuakbar" tepat saat silla membuka pintu, saat itulah wajah willi terpampang nyata.

"Gue tadi mau manggil lo, tapi emang dasanya kita sehati jadi belum gue panggil lo udah nongol" Ujar willi dengan cengiran khasnya.

"Apaan sih lo, gue mau makan kali gak nemuin lo"

"Gue juga gak bilang lo mau nemuin gue tuan putri"
Skak mat. Silla langsung kicep.

Mampus. Hahaha

"Siyap, gak gue maafin lo"

"Gue juga gak minta maaf, wleee"

Karena malas meladeni willi plus dia tercyduk ingin menemui willi. Silla bergegas menuju taman belakang.

‹•.•›

"Gue gak mau minta maaf sih sebenernya, tapi kalau lo mau kasih maaf ya gue terima" kata willi sesaat setelah duduk disamping silla.

"lo itu gak bisa apa, romantisin gue dulu kek biar gue luluh"

"Halah gausah, lo kan emang udah luluh sama gue"

"kenapa sih lo neyebelin banget" jawab silla gemas sambil menarik rambut willi keras.

"

Aaa sakit sil, iya lope you too"

See? Mereka memang pasangan terabstrud sepanjang peradaban. Iya susah marahnya gampang rindunya kalau sama mereka.

"Bintang gak akan bercahaya jika awan pekat menutupinnya. Begitupun dengan lo, lo gak akan bersinar kalau kesedihan jadi dindingnya,

"Jika lo takut terseret masa lalu, sumpah sil gue cuma bisa mengulurkan tangan, buat narik lo kembali, dan nyadarin lo gak hidup disitu. Cuma itu" kata willi sambil menggengam tangan shilla disertai sorot mata ketulusannya.

Shilla yang diperlakukan seperti itu, seolah terhantam batuan besar. Menyadarkannya pada kenyataan bahwa dialah yang selama ini mengabaikan ketulusan willi, dia terlalu egois.

Meminta maaf itu sulit. 

"hey hey kenapa nangis" kata willi sambil menghapus air mata shilla dengan ibu jarinya.

Shilla hanya menggelengkan kepala sambil menunduk. Sejenak dia menundukkan kepalanya kemudia dia angkat kembali.

"Makasih ya wil lo udah milih gue, walaupun gue tahu diluar sana ada begitu banyak perempuan yang lebih pantas bersanding dengan lo"

"Iya juga ya, banyak ya yang lebih dari lo"

Jleb. Dasar willi kurang ajar.

"gue cuma becanda kali sil, gue sadar yang terbaik itu tumbuh dari yang diperbaiki, bukan dari cara meninggalkan lalu mencari yang lebih baik lagi. Sure?"

"sure" kata shilla sambil ber-tos ria dengan willi.

Semudah jatuh cinta, maka untuk megembalikan cinta yang terluka bolehkan jika semudah jatuh cinta itu pula?

Why, So?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang