Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00. Awan sudah menunjukkan jingganya. Senja.
Bagaimana aku mendefinisikan senja? Sesuatu yang ditunggu? Kepergian yang tak diinginkan? Atau makna indah dari perpisahan?. Entahlah apapun definisi senja, dialah yang membuat hariku berwarna, menyadarkanku dari makna rela atas kepergiaan serang yang dulunya aku puja.
Aku terdiam di taman kota sembari menghabiskan waktu dengan senja. Jika sedang seperti ini aku jadi teringat arti dari surat Ar-Rahman; Maka nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan?.
Ah ya, jangan lupakan keberadaan makhluk disampingku.
"Pernah gak sih lo bosen sama perasaan lo?"
Setelah terjadi keheningan beberapa saat akhirnya keheningan itu terpecah oleh pertqnyaan Silla.
"nggak gue gak pernah bosan sama perasaan gue ke lo. Bersama orang yang dicintai apa bisa bosan sih?
Kalo ngerasa bosan itu bukan cinta namanya, tapi mainan. Karena hanya mainan yang membuat kita senang sesaat hingga kita jenuh dan meninggalkannya. Cinta menurut gue itu suci dan sakral. Kalo kita mencintai sesorang kita akan berusaha tetap disisinya. Tekad gue sih kalo kebahagiaan lo tanpa gue, gue akan terus berusaha mencintai lo sampe lo menyertakan gue dalam kebahagiaan lo dan gue gak akan melepaskan lo" Jawab willi.
Sila hanya mengulum senyumnya, Duh alus bener mulutnya. Batin gue.
"Pinter banget sih lo ngalus" kekeh gue."Ah lo mah ngerusak suasana sil" Jawab willi tak terima.
" Yang gue sesali adalah gue baru sadar kalau selama ini gue terlalau memaksakan keadaan. Sampai gue lupa kalo rencana Tuhan itu lebih pasti"
Willi hanya memandang silla dalam keheningan. Tidak, willi tidak marah ataupun kecewa. Semua ini bukan salah Silla yang tak menyadari keberadaannya.
Ia sadar sakit hati hanyalah luka yang menagih janji atas pengharapan yang berlebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why, So?
Teen FictionApakah bisa persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak diselingi dengan adanya cinta? Frienzone? Atau semacamnya? Tidak bisa. Sama sekali. TAMAT