BAB 14

115 12 0
                                    

Pertemuan ternyata tak menuntaskan rindu. Ia hanya menunda sekaligus diam-diam memupuk untuk terus tumbuh. Maka setelah sama-sama kembali pulang, rindu justru menjadi jauh lebih besar ketimbang sebelumnya.

Dalam benak willi, sekarang berkecamuk perasaan yang tidak bisa di definisikan.

Bagaimana Revan, sahabatnya mengetahui perasaannya terhadap Silla yang saat itu masih menyandang status sebagai kekasih Revan dan masih bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?

Entah Willi harus bahagia atau justru sebaliknya. Ketika rasa yang jatuh tidak pada tempat yang seharusnya diketahui oleh orang lain. Bolehkah jika sekarang willi menganggap Silla sebagai miliknya?

Willi sadar, perjaungannya belum berakhir. Justru mulai saat inilah perjuangan yang sebenarnya dimulai.

‹•.•›

Kabar jika Willi dan Silla berpacaran ternyata sangat cepat menyebar ke seluruh penjuru smaga. Kedekatan dua sejoli yang mereka tahu hanya sebatas sahabat ternyata harus kalah oleh perasaan yang disebut, cinta.

Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang menyebar kebohongan seperti Willi dan Silla diam-diam menjalin hubungan di belakang Revan. Atau, anggapan bahwa Silla hanya menjadikan Willi sebagai pelampiasan saja.

Harusnya silla tahu, Willi bukan Revan. Mereka sudah jelas dua kepribadian yang berbeda, semua hal menyangkut Willi sudah pasti akan menjadi sorotan.

Harusnya Silla tahu, bahwa untuk menyandang status kekasih dari seorang willi saja silla masih dalam keadaan rata-rata.

Dan seharusnya silla tahu, bahwa penilaian orang lain tentang hubungannya dengan willi tidak mempengaruhi apapun untuk mereka. Ya, seharusnya silla tahu.

Selepas membasuh muka di toilet, sila bergegas menuju kelas. Tak seperti biasanya, seminggu ini silla merasa hidupnya tidak nyaman.

Bukan maksud menuduh willi, namun sejak dia berstatus menjadi kekasih kapten futsal smaga itu, hidupnya yang semula datar-datar saja berubah drastis. Mulai dari sorotan yang terus menerus ditujukkan kepadanya, sampai makian secara terang-terangan.

Sempat silla ingin mengadu, ingin menangis. Begitu tidak pantaskah dia bahagia dengan willi? Namun lagi, silla tidak ingin membuat khawatir orang-orang yang dia sayang. Sudah cukup mereka dibuat susah oleh silla.

Seminggu pula, silla menutupi itu semua dari orang-orang disekitarnya. Ya, dalam tawanya dia menangis. Dalam senyumnya ia meringis. Dalam hembusan napasnya ia menjerit. Sampai ia benar-benar lupa tentang menangis ketika ingin menangis.

Perkenalkan, namanya Silla. Gadis tangguh dengan sejuta topeng diwajahnya.

"Sejak kapan lo pinter bohong sil?"

Lamunan silla buyar oleh suara yang sudah sangat ia hafal, Keyla.

Seolah tahu arah pembicaraan ini, silla memilih bungkam. Ia tahu, sejauh apa dia menyimpan luka sendiri pastilah mereka akan mengetahui. Cepat atau lambat. Dan ini terbukti.

"Gue gak tahu harus nyebut lo cewek lemah atau tangguh. Kenapa sih lo diem aja digituin hah?"

"Lo dibully. Dan gue gak tahu sil, sahabat macam apa gue?" ujar keyla dengan emosi yang menggebu-nggebu.

"Duduk key, lo pasti capek" jawab silla sama sekali tidak ada hubungannya dengan ocehan keyla.

Namun keyla memilih menurut saja. Ditatapinya sahabat yang selama ini dia kenal dengan sosok yang begitu ceria. Namun dia baru mengetahui betapa banyak luka yang tersimpan dalam senyuman teduh ini.

"Kenapa sih liatin gue terus, awas suka lo gue gak tanggung jawab"

Keyla hanya diam tak menanggapi ucapan silla. Sedangkan silla yang mengerti suasana hati sahabatnya ini lantas mengambil tangan keyla.

"Lo tahu kan key, gue pernah kehilangan orang yang gue sayangi. Lo tahu kan, gue takut untuk sekedar membayangkan orang yang gue sayangi pergi dari hadapan gue?
Lo gak akan ngerti gimana rasanya gak punya kelebihan untuk sekedar mempertahankan orang yang lo sayangi tetap ada buat lo. Lo gak akan ngerti gimana rasanya ketika lo merasa rendah sedangkan orang disekitar lo selalu di atas. Gue takut hanya karena gue gak bisa apa-apa. Ini yang gue bisa buat lo, stevani, mama, willi dan semuanya tetap tinggal disamping gue key"

Ada geletar dalam suara silla, namun sebisa mungkin ia tidak ingin tunjukkan bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.

Ya, senyuman itu lagi-lagi berkhianat kepada hatinya. Semua ini lama-kelamaan membuat silla lelah dan ingin hilang begitu saja.

Segala beban yang selama ini dia pendam sendiri, dia tujukkan kepada satu orang yang selama ini ada untuknya.

Keyla terhenyak, bukan hanya tentang beban sahabat yang selama ini dia rasa paling beruntung. Tapi senyuman itu, dulu Keyla selalu suka dengan senyuman silla yang seolah menghantarkan semangat bagi orang disekitarnya.

Namun sekarang, melihat senyum itu rasanya keyla ingin berteriak kencang tepat di depan wajah silla untuk mengetahui bahwa ia sudah cukup berpura-pura. Sudah cukup dia menyimpan semua sendiri.

Tidak ada kata yang terucap, hanya ada pelukan yang menjadi tumpuan bagi keduanya untuk bertahan sedikit lagi. Ya sedikit lagi.

Meskipun tidak ada air mata yang membasahi bahu keyla, namun ia tahu sahabatnya ini sedang menangis dalam diam. Bahu yang bergetar ini sudah tak pantas lagi merasa sakit hati. Sudah cukup.

Why, So?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang