Tanpa mengucap salam terlebih dahulu, Silla langsung menuju kamarnya. Larissa yang melihat putri semata wayangnya itu hanya terdiam membiarkan Silla menenangkan pikirannya sendiri.
Dalam keheningan malam silla kembali mengadu kepada semesta, tentang luka baru yang ia dapati. Bolehkan jika kali ini saja Silla mengeluh? Ia terlalu lelah untuk sekedar mengukir senyum di bibirnya sendiri.
Bahkan ia lupa bagaimana rasanya menangis ketika ingin menangis.
Dia tahu, setiap orang akan mengalami fase terendah dalam hidupnya. Namun bolehkan jika dia mengeluh? Mengapa selalu dia yang diberi luka. Bahkan dia belum sempat membagi kebahagiaan yang ia alami. Mengapa dia menaburkan luka untuk orang-orang yang dia sayangi pula?
Bunyi pintu terbuka menyadarkan silla dari keterdiamannya. Segera saja dia menghapus air matanya dan mengatur nafas sedemikian rupa agar bundanya mengira ia sudah tertidur.
Pelan, tak ingin membangunkan anak semata wayangnya itu.
Tidak tahan diperlakukan sedemikian rupa, air mata yang sedari tadi dia tahan akhirnya runtuh juga.
Segera sila memghadap bundanya untuk memeluknya."Stttt,,, kenapa nak?" tanya Larissa lembut
"Tuhan sayang apa gak sih bun sama sill?"
"Hus kamu gak boleh bilang begitu, Tuhan pasti sayang lah. Kalau nggak sayang mana mungkin kamu dikasih teman-teman yang teramat sayang sama kamu?"
"Mereka gak bisa ngertiin silla bun" jawab silla dengan nada sangat pelan.
"Mereka sayang kamu, buktinya tadi mereka semua nanyain kabar kamu sama bunda. Sila udah sampai rumah belum, udah makan belum sama sekarang udah nangis belum. Makannya bunda kesini, kamu udah makan kan?"
"Belum bun"
"Yaudah sekarang kamu ambil air wudhu terus sholat, habis itu kamu kedapur ya bunda siapin makan dulu"
Sila tak menjawab, ia hanya menghela nafas.
"Nak.. Kenapa harus bersedih?Jika kebahagiaan bisa kita ciptakan sendiri tanpa harus terpaku dengan standar kebahagiaan orang lain?"
Setelah silla menyelesaikan urusan perutnya, larissa melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat silla terdiam beberapa saat.
"Bun kenapa orang yang sudah diberikan luka, berkali kali pula ia mendapat luka tersebut. Sedangkan orang yang sudah bahagia mereka termamat bertambah kebahagiaannya?"
"Definisi luka dan bahagiamu itu yang bagaimana? Bunda pingin tahu"
"Belum tentu orang yang luarnya bahagia dia juga bahagia. Bukankah selama ini kamu pinter tuh nutupin kesedihan? Itu sama nak dengan orang-orang yang menurutmu bahagia. Kita itu cuma butuh bersyukur untuk memiliki bahagia itu nak, jangan dibandingkan sama kehidupan orang lain. Bisa jadi hidup kamu ini banyak yang mempimpikan sedangkan kamu tidak bersyukur?"
"Maaf bunda, eh tapi bun kita ini masih punya hubungan darah ya sama Mario Teguh kok bunda bagus banget sih kata-katanya"
"Hus kamu ini" Jawab Bunda dengan kekehan, ya dia tahu seberapa dalam lukanya putrinya tetaplah putrinya. Seorang gadis kuat dengan seribu cara untuk mengalihkan rasa sedihnya.
"Yasudah kamu sekarang tidur, perlu kamu ingat kamu udah membuat Bunda bangga" Jawab Larissa sambil memeluk Putrinya singkat kemudian menuju kamarnya.
Silla merenungi setiap kejadian dalam hidupnya, ya silla harus sadar. Bagaimana ia memulai semua ini, makan dia tidak diperkenankan mengakhiri begitu saja.
"Tuhan, terimakasih untuk kehidupan ini. Jika kemarin saya menyesalkan hidup saya maka sekarang saya akan bersyukur. Ternyata kehilangan dapat menjadi alasan saya untuk bersyukur saat ini. Maafkan saya yang sempat lupa tentang kuasamu memberikan suka dibalik duka. Ah ya Engkau sungguh hebat. Teramat hebat" Batin sila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why, So?
Teen FictionApakah bisa persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak diselingi dengan adanya cinta? Frienzone? Atau semacamnya? Tidak bisa. Sama sekali. TAMAT