12

8 1 0
                                    

Gie membawa mobilnya dengan perlahan keluar dari pekarangan rumah neneknya. Air mata membasahi pipinya. Hatinya kelu saat mendengar Ayahnya akan menikah sabtu depan,  rasa kecewa merasuk dalam tubuh Gie. Gie merasa Ayahnya akan segera melupakan dirinya.

"Ayah jahat"

***********************

Disinilah Gie disebuah area bermain anak-anak. Saat Gie masih kecil pada saat ia menginap ditempat neneknya. Ibunya sering mengajak Gie ketaman tersebut. Ia pun duduk disebuah ayunan kecil yang  membuat dirinya tersenyum kecil.

"Bunda, yang kencang dong dorongnya Bun! " pekik Gie kecil kepada ibunya yang mendorong ayunan tersebut agar bergerak kedepan dan kebelakang.

Bunda Gie tersenyum manis. "Gie pelan-pelan saja ya nanti jatuh"

Gie merengut kesal " aku mau yang kencang Bunda" kata Gie dengan wajah cemberut.

Bunda Gie yang tak ingin anaknya sedih mengayun dengan gerakan yang lebih cepat. Gie langsung berteriak dengan senang. Karna terlalu gembira kaki Gie menyentuh tanah dan membuat keseimbangan ayunan hilang dan membuat Gie terjatuh.

Gie kecil merasa perih di jidatnya. Gie kecil pun mengangkat kepalanya dan mendapati bundanya yang menatapnya dengan wajah khawatir.

"Gie sayang ada yang sakit?"

Tangan Bunda Gie menyentuh jidat Gie yang memerah. Mengusap jidat Gie dengan perlahan. Wajah Gie mengkerut. Air mata berjatuhan di pipi chuby.

"Bundaaa" seketika Gie kecil menghambur ke pelukan sang Bunda.

Sang Bunda pun tersenyum kecil "Yang mana yang sakit sayang?" Kata Bunda lembut.

Gie kecil menatap Bunda dengan berkaca-kaca.
"Ini akit Bun" ujar Gie kecil  sambil menunjuk jidatnya yang memerah.

Tangan Bunda Gie mengusap lembut jidat Gie.
"Maafin Bunda ya sayang. Tadi Bunda kecepatan, sini Bunda tiup ya biar cepet sembuh lukanya" Bunda Gie meniup luka Gie lalu mengusap kembali.
*****
Gie membuang nafas kasar. Matanya menatap bulan yang ditemani hamparan bintang-bintang yang menghiasi malam.

"Bunda hati Gie lagi luka, bisa ditiupin gak biar sembuh...."

Gie terdiam sejenak, lalu tersenyum miris.
"Bunda hati Gie sakit banget rasanya kaya ditikam pisau. Sakit banget. Bunda tiupin, aku gak mau sakit ini Bunda" rintih Gie ditengah airmatanya yang berderai.

"Bunda jangan tinggalin Gie. Ayah udah lupa sama Gie. Gie gak mau sendiri disini" Gie memeluk kakinya dengan erat seakan kakinya akan pergi meninggalkannya.
"Gie gak mau sendiri" ulangnya.

"Kamu gak sendiri"

Seorang laki-laki berdiri didepan Gie dibawah temerang bulan. Gie menatap lelaki bersiluet tinggi itu heran. Gie merasa pernah mendengar suara orang tersebut.

"Ka Kennan" tanya Gie hati-hati.

Lelaki itu ikut berjongkok didepan Gie. Gie dapat melihat senyum diwajahnya.

"Ya?" Kata orang itu riang. Yang membuat Gie yakin bahwa laki-laki depannya itu adalah Kennan kakak kelasnya.

Dengan gerakan perlahan Gie mengusap pipinya yang digenangi oleh air matanya.

"K-kenapa disini?" Tanya Gie dengan gusar saat melihat wajah Kennan didepannya.

Kennan nampak terkekeh kecil lalu menjawab pertanyaan Gie " bukankah terbalik bukannya seharusnya aku yang tanya gitu ya Gie? Inikan komplek rumahku" mendengar jawaban Kennan sontak Gie menggeleng pelan.

"Bohong deh, dari tempat ini ke rumah aku aja 2 jam-an berarti kalo kesekolah butuh waktu 2 jam 15 menit Ka" bantah Gie yang kembali membuat Kennan terkekeh.

"Aku tinggal diapartemen sebelum sekolah. Tapi kalau sabtu minggu pulang" tandasnya

"Tapi kan ini masih jumat" balas Gie kesal karna malu terpergok menangis.

"Ada barang yang mau diambil " jawab Kennan santai  yang membuat Gie bungkam tak bersuara lagi. Mereka terdiam . Kennan yang sibuk menatap perempuan yang ada didepannya sedangkan Gie menunduk malu pada laki-laki yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Gie ngapain disini?" Kini Kennan bertanya dengan penasaran. Yang dibalas dengan hembusan kasar nafas Gie. Yang bagi Kennan terdengar seperti beban berat.

"Ada masalah ya?" Tanyanya dengan polosnya yang membuat Gie menundukan kepalanya lagi.Kennan pun bangkit senyum tak lepas terukir diwajahnya dengan wajah yang sangat manis membuat Gie tertegun. "Kamu tau Gie, Tuhan tuh maha Adil, Tuhan gak akan kasih suatu cobaan yang tidak mampu dilewati.  Dan kamu tau Tuhan memberimu teman untuk membuatmu tak sendiri dan untuk menjadi tempat berbagi. Jadi sebagai temanmu. Aku tidak akan membiarkan mu sendiri Gie. Aku, Fie,Dash, Calvin, Bagas, Karel selalu siap jadi tempat berbagi keluh kesah mu"

Perkataan Kennan sontak membuat bola mata Gie menatap mata Kennan. "Sejak kapan kita teman?" Tanya Gie bingung. Kini gantian Kennan yang membulatkan matanya tak percaya. "Jadi kamu nganggap aku apa Gie. Kita becanda bareng, aku sama yang lain juga udah datang kerumah kamu. Kami juga udah kenal sama keluarga kamu apalagi Tante Wulan atau mama kamu dan David yang notabenenya abang kamu"

Saat Kennan mengatakan Tante Wulan atau mama kamu dan David yang notabenenya saudara kamu, hati Gie kembali sakit. Air mata mengalir kembali dari matanya disertai isakan yang sontak membuat Kennan kelabakan.

"Gie kenapa?"

"Gie jangan nangis"

"Aku salah ngomong ya?"

Pertanyaan terus meluncur dari bibir Kennan walau tangannya masih setia mengusap lembut punggung Gie. Berusaha menenangkan Gie.

"Maaf Gie"

"Bukannya bikin seneng malah bikin nangis ya sorry ya" ujar Kennan tulus karna rasa bersalah melihat perempuan tersebut masih setia dengan tangisnya walaun sudah mereda.

"Ma-af K-a" ujar Gie disela isakan tangisnya. Yang dibalas gelengan oleh Kennan.

"Kamu gak s-" belum selesai Kennan berbicara sebuah cerita mengalir dari mulut Gie yang membuat Kennan amat terkejut"

"Kamu serius Gie?" Tanya Kennan pelan yang dibalas anggukan kepala oleh Gie. Yang sontak hanya dibalas tatapan iba oleh Kennan.

"Sabar ya Gie" lirih Kennan pelan

Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang