X

2.4K 118 0
                                    

Aku mencintaimu tanpa mengapa dan bagaimana.
Begitu saja.

🍃

Ify menutup mulutnya dengan punggung tangan. Menguap untuk ke sekian kalinya. Dapat ia rasakan pegal yang mulai menarik otot-otot kakinya hingga terasa berat. Dan ia masih berdiri dengan setia disana. Menunggu jarum jam menunjukkan angka sembilan, hingga laki-laki yang ia tunggu sejak satu jam yang lalu itu menyelesaikan tugasnya.

Ia menegakkan punggungnya dengan cepat ketika matanya menangkap Rio tengah bersiap meninggalkan kafe tempat ia bekerja. Ify melangkahkan kakinya, mendekati Rio yang tengah berbincang sesuatu dengan seorang pria di depan kafe tersebut. Ia menghentikan langkahnya tepat di belakang Rio. Dan pria muda yang baru saja berlalu itu tersenyum menangkap kehadiran Ify, seakan tahu siapa gadis cantik itu.

"Hai," sapa Ify dengan suara lembutnya.

Rio berbalik. Cukup terkejut mendapati gadis pujaannya itu telah berada di sana. Ia menyapu pandang ke sekeliling. Mencari siapapun yang datang bersama Ify ke sini. Ia tak menemukan seorang pun yang dikenalnya. Rio hanya mendapati beberapa karyawan lain yang bersiap meninggalkan tempat kerja mereka.

Ify tersenyum manis menatap ekspresi heran itu dari jarak sedekat ini. Melupakan pegal di kakinya, Ify meraih lengan Rio dan menggandengnya dengan protektif. Rio memandang sikap Ify dengan bingung. Memilih tak menolak atau protes sedikitpun, ia melangkah meninggalkan tempat itu dengan hati yang berdesir.

"Lo tau dari mana gua di sini?" tanya Rio akhirnya. Berjalan pelan mengikuti langkah gadis yang masih setia menggandeng lengannya itu.

"Shilla ngajak gua ke sini. Terus dia pulang."

Rio tak menanggapi lebih banyak. Ia menarik napas dalam. Merasakan aroma segar olive oil pada rambut hitam Ify. Ingin ia memeluk gadis cantik di sampingnya ini dan mengusap legam hitam yang indah itu. Rasa rindunya akan senyum menawan itu tengah memuncak. Hanya saja, ia tak mungkin melakukannya begitu saja. Gadis itu mungkin akan menggampar dan mengatainya laki-laki mesum. Lagipula, ia menyadari bahwa dirinya bukan siapa-siapa bagi gadis itu.

"Lo laper gak? Gua laper banget dari tadi," tanya Ify memegangi perutnya.

"Kenapa gak makan?" tanya Rio balik.

"Kalo tadi gua tinggal nyari makan, nanti lo ilang lagi. Gak ada lo, hidup gua sepi banget." Rio tersenyum tipis. Ia tak tahu, seberapa dalam Ify menganggapnya berarti hingga gadis itu memegang erat lengannya dan tak mau jauh darinya.

Sebenarnya, Ify telah mengetahui semua yang terjadi pada Rio sejak pagi tadi. Ia pun sempat melihat pertengkaran Cakka dan Rio di halaman sekolah. Namun ia memilih diam, enggan ikut campur, dan membiarkan Rio pergi menyelesaikan masalahnya dengan sahabat-sahabatnya. Meski Ify sangat ingin mendekat dan memeluk laki-laki itu seerat mungkin, ia tahu bahwa Rio lebih membutuhkan waktu bersama teman-temannya.

Ketika ia memasuki kelas, ia mendapati Shilla telah menunggunya di sana. Sahabat barunya itu menjelaskan semuanya, termasuk tentang keadaan Rio. Shilla bahkan meminta maaf padanya karena telah menyembunyikan keberadaan Rio selama beberapa hari ini. Meski Ify merasa sama terpukulnya dengan sahabat Rio yang lain, ia tak mau berlarut dalam kesedihan itu terlalu panjang. Ia dapat meraih Rio saat ini. Tak ada yang dapat menghalanginya untuk tetap berada di dekat laki-laki itu. Apapun yang akan terjadi nanti, Ify tak mau ambil peduli. Ia tetap ingin menemani pria dambaannya itu.

Ify duduk di hadapan Rio. Memperhatikan laki-laki yang tengah menyalin tugas-tugas sekolah milik Ify pada buku tulis miliknya. Ify menatap wajah itu lamat. Benar yang dikatakan Shilla, Rio tampak lebih kurus dan menyedihkan. Wajah pucatnya membuat Ify merasa sangat takut pada kenyataan, bahwa laki-laki itu sedang tak baik-baik saja. Meski senyum hangat dan mata teduhnya masih terlihat sama indahnya di mata Ify, tetap saja keindahan itu tak mampu mengubah kenyataan yang terjadi.

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang