Aku menutup pintu ruang kesiswaan rapat-rapat dan mulai berjalan menuju kelasku. Aku baru saja dipanggil untuk kesekian kalinya karena belum sempat membayar uang spp selama hampir 5 bulan. Keluarga ku sedang dalam masa krisis keuangan. Maka dari itu sudah 5 bulan ini aku belum bayar uang spp.
Sudah jam istirahat rupanya. Kulihat teman-temanku sudah keluar kelas menuju kantin. Kulirik kedalam kelas, dan ternyata sahabatku--Sarah, masih disana. Apa dia menungguku?
Aku pun menghampirinya yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya. "Sar, kamu gak ke kantin?" Tanyaku, ia pun mendongak kearah ku.
"Aku nunggu kamu, Al" jawabnya seraya bangkit dari duduk. Aku tersenyum mendengarnya. Lalu ia merangkul ku keluar kelas menuju kantin. Ia berhenti didepan stand penjual bakso. Sudah pasti gadis cantik di samping ku ini akan membeli semangkok bakso--makanan favoritnya.
Aku mencium aroma bakso yang seliwengan melewati indra penciumanku. Tiba-tiba nafsu makanku muncul hanya dengan mencium aroma itu. Aku pun memesan semangkok bakso. Walaupun akhirnya aku menyesal, uang untuk ditabung malah aku pakai. Tapi nasi sudah jadi bubur.
Bakso pesananku dan Sarah pun jadi, aku dan Sarah memilih untuk duduk di bangku ujung. Tempat favorit kami. Kami pun makan ditempat itu sambil sesekali bersenda gurau. Tapi tentu tersirat diwajahku sebuah kebingungan. Aku bingung bagaimana cara membayar tagihan spp ku. Aku tidak ingin merepotkan keluarga ku. Aku bingung bagaimana cara bilangnya pada mereka, aku tak mau melihat wajah sedih mereka.
"Aless" panggil Sarah membuatku terperanjat. Astaga, apa aku melamun?
"Uuh...i-iya, kenapa?" Sahutku tergagap. Kemudian Sarah menautkan alisnya, sepertinya ia sedang menyelidiki raut wajahku.
"Kamu ada masalah?" Tanyanya.
"E-enggak, kenapa emang?" Aku mencoba menunjukan wajahku yang seperti biasa seolah aku tak punya masalah.
"Kamu jangan bohong, Al. Aku tau kamu ada masalah. Mau cerita?" Katanya dan aku hanya menghela napas berat.
Mana ada yang bisa menutupi suatu hal sekecil apapun pada sahabatnya. Aku termasuk orang yang akan selalu terbuka pada sahabatku. Dan Sarah adalah sahabat yang paling bisa mengertiku di segala keadaan. Aku benar-benar bersyukur telah dipertemukan padanya.
"Uhm, tadi aku dipanggil seperti biasa. Aku belum bayar uang spp ku" kataku terus terang dan tentu dengan suara yang kecil. Tapi mau sebesar apapun aku bicara, tetap saja kecil karena kebisingan kantin ini lebih mendominasi.
"Kenapa, Al?" Tanya Sarah. Ia fokus mendengarkan ceritaku.
"Kamu tau kan, mama sama papaku belum punya uang untuk bayar. Lagipula, aku gak mau ngerepotin mereka. Kebutuhan yang lebih penting masih banyak" kataku sambil menundukan kepala dan mengaduk-ngaduk kuah sisa bakso ku tadi.
Kudengar Sarah menhela napasnya. Uh, pasti ia bosan mendengar ceritaku yang selalu kekurangan uang. Sebenarnya aku pun bosan harus seperti ini.
"Terus kalau kamu gak bilang mereka, bagaimana kamu mau bayar spp?" Aku mendongakan kepalaku selagi Sarah bertanya.
"Uuh...aku sedang usaha online shop. Semoga bisa membantu" jawabku dan kini dengan senyum simpul. Aku tak mau terlihat lemah dan sedih.
"Apa banyak yang beli?" Tanya Sarah dan aku tercengo. Sejujurnya, belum ada yang beli sama sekali.
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawaban. Sarah kembali menghela napas. Kalau begini, malah jadi Sarah yang frustasi. Ia selalu begitu. Memikirkan masalahku terlalu keras. Padahal aku saja terlihat enjoy.
kulihat Sarah kembali memakan baksonya yang tersisa dua sementara punyaku sudah habis ludes. Sepertinya aku lapar karena sedari tadi di ruang kesiswaan aku sibuk memikirkan alasan tepat agar aku bisa meyakinkan guru disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter
RomanceBagaimana jika di umurmu yang masih terbilang muda, kau harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup? Ini semua tuntutan kehidupan dimana seseorang harus bisa mencari sepeser uang demi dirinya sendiri dan keluarga. Tapi seorang Alessia Natalie, dan...