[12][Pernyataan]

32 6 1
                                    

Aresha memilih masuk ke kamar nya lagi untuk mengusir laki-laki yang kini tengah tertidur pulas diatas kasur miliknya.

Aresha mendekati Arfan pelan-pelan dan saat tangannya ingin menarik kedua kaki Arfan, Arfan terbangun dan langsung memeluk Aresha.

"Lo pasti sedih kan?" tanya Arfan pelan.

Aresha mematung, tidak bergerak, tidak berkedip. Dan jantungnya berkerja lebih cepat. Seakan-akan tubuhnya telah benar-benar berubah menjadi es sekarang.

"S..sedih kenapa?" Aresha melepaskan pelukan Arfan dengan cepat setelah tersadar.

Arfan hanya menatap Aresha yang kini tengah membuang pandangannya ke arah lain. Laki-laki itu memandang Aresha dengan tatapan mengintimidasi.

"Lo gak usah bohong sama gue!" ucapnya kemudian dengan penuh penekanan.

"Gue emang gak ngerti sama ucapan lo itu!!! Sedih kenapa?! Lo gak usah sok tau!!" Aresha melepaskan kedua tangan Arfan yang sedari tadi masih terletak di bahu Aresha, Aresha memilih menarik paksa orang itu agar keluar dari kamarnya. Bahkan, kalau bisa dari rumahnya.

"Ini soal Cretta" nada bicara Arfan melemah. Aresha yang sedari tadi menarik laki-laki itu, berbalik dan langsung menatap Arfan.

"Lo tau apa?!" bentak Aresha kepada laki-laki dihadapannya itu.

"Hah" Arfan menghela nafas berat. "Bahkan, lo gak tau apa-apa tentang diri lo sendiri" Arfan menyenderkan tubuhnya di dinding, tangannya ia lipat di dada.

"Cretta! Dia nempelin kertas di mading. Dan lo juga gatau tulisannya apa?"

Aresha diam, dia tetap menatap Arfan yang masih menyenderkan tubuhnya di dinding.

"Gue udah tau! Dan gue gabutuh simpati ataupun empati dari lo! Karena berita itu semuanya gak bener!" jawab Aresha yang langsung menarik lengan Arfan kembali menuju pintu kamar.

"Dan Karena itu semua gak bener gue prihatin sama lo!!" Arfan melepaskan cekalan Aresha dengan cepat.

Aresha mematung sejenak, sebelum kemudian dia tersadar.

"Terus sekarang mau lo apa?!!!!"

"Gue cuman mau nenangin lo! Apa itu salah?" lirih Arfan. Aresha tidak bisa menjawab.

Sebenarnya saat ini juga dia butuh moodboster yang bisa menenangkan. Tapi, gengsi Aresha terlalu besar. Mana mungkin dia menjawab tidak.

"Gak! Itu gak salah!" Aresha berlari menuju Arfan dia memeluk tubuh Arfan yang tegap. Kali ini dia melakukan pelukan itu dengan sadar, Arfan juga membalasnya.

"Nangis aja, nangis Resh!"

"gue udah bosen nangis, air mata gue aja udah kering" Aresha melepaskan pelukannya terlebih dahulu.

"Kok di kamar lo gaada guling sih?" Arfan mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar.

"Gue gak suka meluk guling"

"Terus lo sukanya meluk apa?"

"Meluk boneka!" "dasar banyak nanya!!"

"yahhhh" lirih Arfan "kirain lo sukanya meluk gue"

"Idihhhh Amit-amit bisa-bisa kena penyakit kulit gue!!!!" ucap Aresha sambil menaikkan sudut bibirnya. "udah pulang sono!"

"Yaudah gue pulang"

*drrttdrrttt*
Naufal Faiz:"Resh! Ketemuan yuk"

Arfan melihat layar ponsel Aresha diatas nakas.

Can not RefuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang