Seseorang dengan penampilan berantakan itu menghampiriku dengan nafas naik turun. Kemudian dia memegang kedua sisi kepalaku dan kemudian membanting-bantingnya ke dinding. Pusing! Gelap! Gelap!
"Setelah kamu ngancurin perusahaan saya, sekarang kamu ngancurin satu-satunya aset berharga milik saya" ucapnya sambil menyeringai
"Aset paling berharga?, jadi selama ini keluarganya dianggap apa? Lebih rendah daripada sebuah guci? " batinku
Aku menguatkan diri untuk berdiri lalu menuju kamar. Tapi itu semua sia-sia.
••{}{}••
Kukedipkan mataku berkali-kali, sekarang aku dikamarku. Hah dikamarku? Sejak kapan aku ada disini?.
"Ka" Itu suara Anida, batinku
"Resh, Resh. Ish lo tuh kerjaannya pingsan aja" ucap seseorang yang wajahnya masih buram.
Kenapa pertanyaan orang ini tidak masuk akal. Seandainya dia tahu yang terjadi, tidak mungkin dia berbicara seperti itu.
Beberapa detik kemudian, pandanganku kembali normal. Oh ternyata itu Larit. Pantas saja bicara nya ngaco.
"Anida udah ceritain semuanya sama kita Resh" ujar Sherina. Aku hanya memandang langit-langit, aku tidak mau memandang mereka.
Semuanya menjadi buram, bukan karena pandanganku yang kembali tidak normal. Melainkan karena air mata yang menutupi bola mata. Mereka berdesakan ingin keluar dari tempatnya.
"Sekarang gue mau nanya sama lo, lo jawab yang jujur ya?" perintah Lalisa, aku mengangguk refleks . "Gue heran, ko setiap lo habis di siksa kaya gin.. "
"Liiss!" ucap Sherina memotong perkataan Lalisa sambil menggeleng-gelengkan kepala pelan.
"oke oke, setiap lo habis dimarahin Ayah lo gaada. Gatanggung-tanggung banget nyiksanya tauga" tanyanya kemudian.
"Gue gatau lagi harus apa Sher, Lis, Rit! Mamah gue balik lagi ke timur tengah. Dan soal Ayah gue, dia paling pergi ke apartemen nya di daerah Jakarta sana" jelasku sambil sesenggukan
"Pokoknya hari ini lo harus istirahat, gaboleh ngapa-ngapain. Karena senin besok lo harus masuk. Beruntung ini hari jumat, jadi lo punya banyak waktu buat istirahat." jelas Sherina
"Kenapa Aresha harus sekolah, liat lah kondisinya sekarang kaya gini" Bantah Lalisa.
"Kepala sama kaki nya aja masih diperban kaya gitu, nanti dia jalannya kaya gimana?" lanjutnya kemudian
Aku baru sadar, kalau ada benda yang melingkar di dahi dan telapak kakiku. Benda itu lebih tepatnya bisa disebut perban. Aku mulai meraba nya, perih sekali.
"Kan hari senin mau ada pembagian kelompok tugas Naskah drama, dan kata Bu Dian yang gamasuk nilainya juga gaakan dimasukin ke penambahan nilai di raport" jelas Sherina menjawab bantahan Lalisa.
••{}{}••
Hari ini tentu sudah hari senin. Aku sudah baikan dari kondisi sebelumnya.
"Selamat pagi anak-anak!, seperti saat hari jumat ibu bilang. Hari ini ibu akan membagi kelompok untuk tugas naskah drama, dan agar memiliki pemikiran yang berbeda. Dalam 1 kelompok terdiri dari 1 perempuan dan 1 laki-laki " ucap bu Dian kemudian mengambil map berwarna biru.
"Untuk Aresha Anindita satu kelompok dengan.... Arfan Tirum"
"selanjutnya Sherina Azzahra dengan Albi Kuryanto""Kenapa harus Arfan sih?? "gerutuKu
"Gapapa Resh, diakan ahli bidang sastra beginian, apalagi dia sering diem di perpus, sambil ngadepin buku-buku sastra. " ucap Larit
"Waa gue sama Albi? Si batu dari amazon itu? Ihh mati gue" ucap Sherina sambil menepuk-nepuk jidat.
"duh tinggal gue sama Larit nih" ucap Lalisa cemas.
"Lalisa Putri dengan.... Luthfi Yoos.
Dan Larit Kezie dengan Naufal Abidzar"
"selesai" ucap bu Dian sambil menutup map biru nya."Gue gak mimpi kan?? Gue sama si Luthfi ya Allah" ucap Lalisa senang sekali sampai dia hampir terlonjak untung saja aku segera menarik tangannya dan meng-isyaratkan padanya untuk kembali duduk.
"Karena tugas ini lumayan sulit, ibu akan memberi kalian waktu 4 minggu. Atau sekitar 1 bulan"
"Sekian, terimakasih" lanjutnya, lalu berlalu keluar kelas karena jam pelajaran telah berganti menjadi jam istirahat.
Arfan mendekat, dia duduk didepan dimana aku duduk. Kemudian dia memutar kursinya sehingga Aku dan Arfan berhadap-hadapan.
"Jadi gemana? Kita mau ngasih tema apa?" tanyanya
"gatau, bu Dian ngasih waktu 1 bulan jadi, masih banyak waktu. Gue capek gue pengen istirahat!!!" jawabku ketus lalu menelungkupkan wajah diatas lengan yang kulipat diatas meja.
••{}{}••
Aku sedang membrowsing tema naskah apa yang sedang hitz dan mudah dipahami oleh kalangan remaja, malam ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 AM. Handphone ku berdering, ada line masuk. Pasti dari Sherina, Lalisa, Larit, atau Fanza
Saat kubuka sandi handphone ku, disana langsung terbuka siapa yang mengirimkan pesan, dan apa yang dikirimkan olehnya.
"Dari si Arfan? Buat apa dia malem-malem gini nge line gue, dan isinya? Hah?
Arfan Tirum: "ini udah malem, jangan terlalu dipikirin. Masih ada waktu 1 bulan lagi"
Baca ku sambil mendengus kesal, aku salah menduga rupanya. Segera aku balas line darinya itu.Aresha Anindita: Bukan urusan lo!!
Balasku, dengan menambahkan tanda seru diakhir kalimatnya. Kurasa itu sudah bisa menyadarkannya bahwa aku membalasnya demgan penuh kemuakan.Segera kumatikan handphone ku sebelum ada balasan lagi dari Arfan. Aku muak, mual. Dan kata-kata lainnya yang masih satu kaum dengan itu.
••{}{}••
"Kesel gua sama Arfan, najis tau sok perhatian. Kayanya dia manfaatin kesempatan dalam kesempitan deh, mentang-mentang gua sama dia satu kelompok jadi dia sok deket banget sama gua tau ihhhh" ucapku sambil menghentak-hentakkan kaki.
Aku sedang menceritakan kejadian tadi malam yang tiba-tiba Arfan men-chat aku malam-malam dan gayanya yang sok perhatian. Aku muak, jika saja aku bisa muntah sekarang. Rasanya aku teramat ingin muntah diatas muka Arfan.
Tiba-tiba saja ada yang menaruh telapak tangan di bahuku lalu menepuk-nepuknya. Dengan refleks aku menepis tangannya dengan cukup keras sampai orang itu memekik halus. Dengan refleks juga aku menoleh kearah belakang, aku terbelalak kaget
"Lo!!!"
••{}{}••
TBC
Jangan lupa vomment nya kalian!. Gampang kok tinggal pencet bintang dibawah ini.
|
\/
KAMU SEDANG MEMBACA
Can not Refuse
Roman pour AdolescentsBenci dengan sesuatu yang berhubungan dengan laki-laki. Dan, singkatnya ini adalah kisah tentang Aresha yang buta akan perasaannya sendiri.