6

8.2K 211 8
                                    

Sungguh aku tak menyangka bahwa akan mendapat banyak kejutan sepagi ini.

Aku tidak tahu harus berkata apa. Istri Lendra menelpon aku.

Istrinya Lendra!

"Ini istriku." Lendra menunjukkan photo istri dan anaknya.

Photo di wallpaper telepon genggam dia. Photo seorang wanita berambut lurus panjang sebahu.

Mengenakan baju santai tengah duduk di kursi sebuah tempat makan.

Seorang anak kecil duduk dipangkuannya. Wajahnya anak itu mirip dengan wajah istrinya. Tapi matanya. Itu mata Lendra.

"Sudah tahu, Mas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sudah tahu, Mas." Aku meneguk lemon squash tanpa straw.

"Aku dah lihat di IGmu kok."

Lendra tertawa. Dia tampak bangga dengan keluarga kecilnya.

"Anakmu umur berapa, Mas?"

"September depan dia genap 2 tahun."

"Lucu, Mas. Ganteng." Kayak kamu, Mas.

"Wajahnya mirip Mamanya, ya?"

Lendra tertawa ringan.

"Gak mirip sama kamu." Mata dia mirip kamu, kok.

"Yakin itu anakmu?"

"Hei!" Lendra mendelik pura-pura marah.

Aku tertawa. Ini pertemuan kami yang ketiga. Sejak aku follow Instagram Lendra, aku bisa mengenal dia lebih dekat.

Dari Instagram aku bisa dapat nomor PIN dia. Dan kami langsung akrab, atau lebih tepatnya aku berusaha mendekatinya.

Ada debar-debar aneh yang tidak bisa aku jelaskan. Aku tahu ini salah, karena aku tahu  aku sedang bermain api. Api yang menyejukkan. Api yang membuat aku senang berteman dengan dia.

Sejak pertemuan pertama, aku baru tahu ternyata dia sudah beristri dan berputra satu. Bekerja diperusahaan outsourcing dengan posisi regional head.

Kebetulan kami tinggal di kota yang sama. Hobi photography dan suka nonton, sedangkan istrinya tidak. Dia sering nonton sendiri tanpa istrinya.

Pertemuan kami kedua kami tentu saja bisa ditebak, dia mengajakku nonton. Aku memang movie-mania, sama dengan Lendra.

Dan tawaran dia nonton tentu saja aku sambut dengan pintu terbuka.

Mau pintu studio 1, 2, 3, 4, atau 5, aku gak menolak jika diajak nonton.

Walau hanya sekedar nonton dan langsung pulang setelahnya, aku merasa bisa lebih dekat dengan Lendra.

Kami suka membahas film-film yang sudah kami tonton dan yang akan tayang. Kami langsung akrab.

Pun ketika dia mengajakku dudukan di café ini, aku tidak menolak. Kami cuma duduk ngobrol, tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Walau café ini terletak dilantai paling bawah di mall terbesar kedua di kota ini.

"Gak dicariin istri kamu, Mas?"

Lendra meneguk kopinya. Dia mendongak sebentar. Lalu menjawab,

" Aku tadi pamit lembur kok."

Aku tertawa,

"Dasar laki-laki." Mencibir.

Dia ikut tertawa.

"Hei. Aku cuma ingin minum kopi saja. Having me-time. What's wrong with that?"

"Tapi kenapa harus berbohong?"

Lendra meneguk kopinya.

"Sebenarnya aku bisa saja bilang jujur kalau aku lagi cari kopi atau apa. Mungkin istriku juga mengijinkan. Tapi aku yakin wanita ingin suaminya selalu berada dekat-dekat dengan mereka."

Lendra diam sebentar lalu menambahkan,

"Dan wanita tidak ingin kelihatan lemah sehingga dengan berat hati mereka selalu mengijinkan kemana pun suaminya pergi sendiri."

Aku memandang Lendra. Matanya teduh dan jujur.

Dia melanjutkan,

"Walau untuk sebuah kata-kata 'iya' wanita harus rela menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah."

Aku tercenung. Kata-kata Lendra begitu pas mengena. Andai aku istrinya Lendra, aku tak akan membiarkan dia lepas dari pandanganku.

Tampaknya Lendra begitu mencintai istrinya. Dan aku sungguh mengaguminya. Dia pria yang baik.

Suami yang bertanggung jawab. Walau hanya untuk sekedar minum kopi saja dia tidak ingin menyakiti hati istrinya. Dengan caranya sendiri. Berbohong.

Tapi aku merasa ada yang disembunyikan Lendra. Mata itu lebih terlihat sedih daripada teduh.

Senyum itu serasa menahan kesedihan yang hanya bisa disimpan baik-baik oleh seseorang yang berkemauan keras.

Aku harap aku bisa mengetahui apa yang kau rasakan, Lendra. Aku ingin menyelami samudera hatimu. Berenang lalu tenggelam dengan suka rela. Aku rela, Lendra.

'Nadia, kamu gila!' 

Secepat itu kah aku jatuh cinta?

Aku masih duduk termenung sembari menikmati cheese cake-ku ketika tiba-tiba Lendra memegang tangan kiriku dan melontarkan pertanyaan yang membuatku bagai tersambar petir di dalam mall.

"Nad, mau gak jadi istri keduaku?"

(Bersambung)

Nadia (Maafkan aku mencintai suamimu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang