Ashley menatap pantulan bayangannya di depan cermin. Ia merasa buruk, secercah penyesalan menyeruak dari dalam hatinya karena sudah membangkitkan kekuatan Moon Goddes. Hal ini tidak seharusnya terjadi.
Tapi di sisi lain, ia harus melakukan ini. Hanya ini yang bisa dilakukannya sebagai seorang ibu yang ingin melindungi anaknya.
Setetes air mata meluncur dengan mulus di pipi wanita itu. Rambutnya yang berwarna putih berkilau di tempa cahaya matahari pagi yang masuk melalui celah gorden jendela.
"Kalian masuklah. Aku tahu sedari tadi kalian berdiri dibelakang pintu." Ashley menghapus air matanya dan berbalik.
Benar saja, Shawn, El dan Feeya muncul dari balik pintu dengan ekspresi menyesal di wajah mereka. "Maafkan kami."
Ashley menarik lendir yang hampir meluncur dari hidungnya yang memerah. "Maaf untuk apa?"
Shawn berjalan mendekat dan memeluk tubuh Ashley. Tapi wanita itu tidak membalas pelukan suaminya. "Maaf karena sudah bersikap berlebihan di ruang latihan tadi."
"Tidak apa."
Shawn melepas pelukannya dan menatap mata Ashley dalam. Hal yang selalu dilakukannya saat Ashley merasa sedih atau berkecil hati. "Kau melakukan hal yang benar sayang. Aku akan membantumu mengendalikan kekuatan ibu."
"Aku tidak bisa!" sentak Ashley.
Ia berjalan menjauh dan membuka jendela kamarnya. Tapi hal yang sama kembali terjadi lagi. Kusen jendela itu terlepas dari engselnya, menggantung di tangan kanan Ashley. Wajah wanita bersurai putih itu kembali memerah menahan tangis.
"Papa." Feeya dan El berbisik di sebelah kanan dan kiri Shawn.
Shawn menunduk, mensejajarkan dirinya dengan kedua anaknya. "Apa?"
"Kita harus melakukan sesuatu pada mama." El melirik ibunya yang kian meremas kusen jendela ditangannya. "Ia agak menyeramkan."
Tangan besar Shawn langsung terangkat untuk menjitak putranya. "Jaga bicaramu. Kau mau diremukkan seperti itu?"
Feeyana memutar kedua bola matanya jengah. Ayah dan kakaknya sama saja. "Aku akan bicara pada mama. Kalian pergilah menghadap kakek Lou dan bicarakan masalah ini dengannya."
"Baiklah!" Shawn dan Elkana langsung berlari tunggang-langgang keluar kamar.
"Mama, mari duduk." Feeya menarik ibunya perlahan untuk duduk di kasur. Ashley masih mencoba menahan tangisannya.
"Ma bicaralah, apa yang mama rasakan?"
"Mama merasa sangat buruk." mata Ash menatap kosong lantai tempat kakinya berpijak.
Feeya menghela napas. Apa yang bisa dilakukan remaja berusia 13 tahun disaat seperti ini? Tidak ada.
Gadis muda itu menggeleng. Menghempas segala pikiran bodoh di kepalanya. Ia harus membantu ibunya. Dan menurutnya, yang bisa membantunya saat ini hanya sang nenek.
"Ma, bukankah lebih baik kalau kita menemui nenek?" tanya Feeya pelan.
Ashley menggeleng. "Mama sedang tidak ingin kemana-mana." ia melepas kalung di lehernya dan memakaikan kalung itu pada Feeya. "Kamu saja yang pergi."
Bibir Feeya melebar. "Bagaimana caranya?" ia menatap kalung berliontin Bulan di lehernya.
"Mam-"
Feeya terkejut begitu ia menatap kearah ibunya tadi duduk—sebelah kanannya. Ashley sudah tidak berada disana. Entah kemana dia pergi.
Dan Feeya sekarang kebingungan bagaimana ia akan pergi menemui neneknya dan membicarakan hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVING YOU (Sequel My Nerd Mate)
WerewolfKupikir, mencintaimu tak sesulit ini. Tapi, nyatanya aku salah. Kita tak bisa bersama, bukan karna perbedaan umur. Tapi aku yang tidak akan pernah bisa mencintaimu, persetan dengan embel-embel "Mate" diantara kita. Aku tidak peduli. "Aku Feeyana Je...